Tepat Gunakan Obat

By nova.id, Sabtu, 30 Maret 2013 | 01:08 WIB
Tepat Gunakan Obat (nova.id)

Tepat Gunakan Obat (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Saat Dira pilek, ibunya buru-buru memberikan obat warung. Keesokan harinya, Dira sembuh. Padahal, Dira tak perlu mengonsumsi obat, karena ia hanya membutuhkan asupan cairan dan istirahat.

Menilik apa yang dialami Dira, sebenarnya orangtua tak perlu buru-buru berobat ketika anak sakit. "Justru penyakitnya akan sembuh jika anak berada di rumah dan istirahat yang baik," tegas Dr. Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC., spesialis anak dari BJ Medical Center.

Sayangnya, kebanyakan orang ingin cepat sembuh. "Padahal, perjalanan penyakit itu tidak bisa diselesaikan tubuh dalam satu hari. Kita seharusnya memberikan kesempatan tubuh merespons  gangguan yang dialami. Nah, kesalahan pemakaian obat berasal dari masalah itu," urai pemilik akun @drOei di Twitter ini.

Anggapan lain yang keliru adalah meminum antibiotik bisa menyelesaikan segalanya. "Biasanya, pasien menuntut dikasih resep antibiotik. Jadi, mulai dari batuk, pilek, demam, harus minum antibiotik," ujar Wiyarni. Padahal, antibiotik bukan obat dewa sebab obat ini hanya bisa menumpas penyakit yang disebabkan bakteri.

Di sinilah pentingnya masyarakat mengerti menggunakan obat secara rasional, aman, dan efektif alias RUM (Rational Use of Medicine). Wiyarni pun menyarankan agar orangtua gigih mencari ilmu. Misalnya, di Milis Sehat dan Yayasan Orangtua Peduli. "Di sana, masyarakat bisa mendapatkan informasi yang jelas perjalanan sakit Si Anak. Misalnya, berapa hari harus demam, batuk, pilek, tanpa intervensi obat."

Bila orangtua ingin memakai obat, mereka harus mengerti bahwa obat tidak mungkin memperpendek masa sakit. "Kalau orangtua bisa memahami hal itu, dia tak akan pindah ke dokter lain saat anaknya tidak sembuh di hari ketiga. Pasalnya, bukan dokter dan obatnya yang tidak manjur, tapi daya tahan tubuh anak itu."

Lagi pula, pengobatan bukan hanya minum obat, kok. "Ada juga terapi non-farmokologi seperti istirahat, nutrisi bagus, dan menyesuaikan aktivitas dengan penyakit," kata Wiyarni. Ia juga menyarankan agar kita lebih bijak dengan memberikan obat pada saat yang tepat, harga semurah-murahnya, dan efeknya maksimal.

Pahami RUM

Tepat Waktu  

Setiap keluhan sakit, tidak otomatis ada obatnya. "Obat yang tepat diberikan setelah diagnosisnya ada. Seharusnya penyebab penyakit lebih dicari dan bukan hanya ditanya keluhannya." Nah, setelah ditemukan diagnosis, baru bisa ditentukan apakah penyakitnya akan sembuh sendiri, menggunakan terapi non-farmakologi, mendapat antibiotik, atau harus diobservasi.

Tepat Indikasi 

Tanyakan ke dokter mengenai diagnosis penyakit dan cari tahu informasinya. "Kata dokter, anak kena bronchitis. Nah, orangtua bisa mencari informasi tersebut. Cocokkah dengan gangguan yang dialami anaknya? Lalu, apa yang bisa dilakukan di rumah?" Dokter juga harus terbuka mengenai penyakit Si Anak."Kalau masih ragu-ragu, bisa melakukan second opinion."

Tepat Dosis & Lama Pemberian Obat 

Kalau obat yang diberikan sesuai indikasi, orangtua harus memastikan obat itu taat aturan. "Selain sesuai instruksi dokter, orangtua pun bisa membaca resepnya. Tanyakan lagi ke apoteker jika ada yang kurang jelas. Dan, jangan lupa membaca leaflet yang disertakan di kemasan obat."

Carilah kontra indikasinya dan hubungi dokter kalau menemukan perbedaan. "Misalnya, obat tidak boleh diberikan untuk anak di bawah usia 2 tahun, tapi diberikan ke anak usia 6 bulan." Baca pula indikasi dan efek samping. Umpama, ada efek samping mengantuk, padahal diminum pagi-pagi sebelum anak bersekolah. Selain itu, perhatikan apakah obat harus habis atau tidak.

Tepat Cara

Pasien harus mengikuti instruksi pemakaian obat. Misalnya, obat diminum saat perut kosong, setelah makan, di antara waktu makan, atau tepat per 8 jam. Pasalnya, obat baru bisa bekerja dalam kondisi tertentu.

Tepat Biaya

Dokter bukan orang yang ikut menjual atau membelikan obat, karena ia hanya menerima informasi dari sales obat dan mengetahui keunggulan obat tersebut. "Jadi, pasien bisa meminta obat generik dengan mekanisme dan mutu yang sama."

Tepat Informasi

Buka web www.milissehat.web.id dan www.idai.or.id untuk mencari informasi. Misalnya, Anda bingung kenapa anak menangis terus-menerus. Anda akan diberi tautan tertentu yang bisa dicocokkan dengan kondisi anak. "Lakukan hal itu sebelum sampai ke dokter, ya! Cari infonya dulu. Kalau dilakukan setelah dikasih obat, ya mubazir."

Cara Rumahan 

Lakukan cara sederhana dengan bahan-bahan yang tersedia di rumah dan tanpa memberikan obat. 

Batuk

Anak harus diperiksa jika batuk disertai tanda bahaya seperti mengganggu makan dan minum, sesak napas, napas berbunyi. Tapi, jika anak masih mau makan dan batuk hanya muncul sesekali, "Tidak ada panduan anak harus minum obat." Jika batuknya berdahak, beri minum air putih hangat atau perasan jeruk. "Kalau terlalu asam, beri madu. Tapi, ini untuk anak di atas setahun."

Pilek

"Kebanyakan obat pilek mengandung dekongestan yang tidak efektif dan tidak aman untuk anak-anak." Padahal, jika ingin bernapas lega, cukup ajak anak berjemur di bawah sinar matahari pagi, usahakan anak berada dalam kondisi hangat, dan banyak minum supaya lendir lebih encer.

Jika masih mampet, buat suasana lebih lembap. "Masukkan air panas ke ember, simpan di kamar. Tambahkan minyak kayu putih, tutup pintu, matikan AC, dan bikin udara lembap. Pilek pun akan plong tanpa obat, lebih hemat, dan tidak ada efek buruk dari obat yang tidak dibutuhkan anak," urai Wiyarni.

Demam

"Demam adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap gangguan yang masuk. Saat anak kena virus, biarkan demam menyembuhkan anak." Akan tetapi, bila suhu tubuh anak sudah 38,5 derajat Celsius, berikan obat penurun panas. "Oleh karena itu, miliki termometer karena rabaan tangan bisa keliru."

Jika demamnya enteng, pakaikan baju tipis, nyalakan kipas angin atau AC, minum yang banyak, kompres, dan seka. "Mandi dengan air hangat akan menurunkan suhu tubuh tanpa obat," ujar Wiyarni. Bandingkan efeknya dengan obat penurun panas yang mengandung parasetamol, sehingga bisa mengganggu fungsi hati.

 Noverita K. Waldan