Manifestasi Balas Dendam
Fase berikutnya berkembang pada anak di usia yang lebih dewasa lagi, yakni di usia sekolah dasar.Di usia ini, alasan anak suka menyakiti binatang biasanya lebih kompleks. Yaitu karena temperamental yang agresif. Memang, ada beberapa anak yang memiliki temperamen "sulit" atau keras sejak awal, sehingga sudah sukar ditangani. Artinya, agresivitasnya merupakan bawaan sejak lahir.
Sifat agresi ini juga berbeda pengaplikasiannya antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada umumnya, agresivitas anak laki-laki lebih bersifat fisik, sedangkan anak perempuan lebih ke verbal. Jika bukan karena faktor bawaan, dorongan agresi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya:
Tinggal dalam lingkungan yang
keras: Bapak ibunya tidak hanya kasar terhadap anak, tetapi juga pada hewan.
Korban agresivitas: Anak menyakiti hewan karena manifestasi dari dorongan agresi dari pihak lain (anak korban agresivitas). Misalnya, anak menjadi korban bully di sekolah. Di saat anak tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan, membalas, atau menyalurkan agresivitasnya secara spontan, ia akan menyalurkan amarah atau kekecewaannya pada hierarki dominasi (objek) yang lebih rendah. Contohnya: orangtua ke anak, anak ke adiknya atau hewan.
Terpapar kekerasan fisik: Hal ini bisa dilihat dari film atau lingkungan sekitar. Anak mungkin tidak serta-merta meniru kekerasan yang ia lihat, tapi jika terlalu sering disaksikannya, ini akan mengubah pola skemanya tentang pemecahan masalah juga perilakunya terhadap orang lain dan hewan.
Anger Management
Tentunya, orangtua mana pun tidak menginginkan perilaku semacam ini terjadi pada anaknya. Anda bisa membantu buah hati dari dini untuk mengatasinya dengan cara berikut ini:
- Bantu mereka memahami apa yang membuat mereka berlaku agresif pada hewan. "Kenapa kamu melakukan itu?" Biasanya pada perspektif ini mereka pasti akan mengatakan kalau hewannya yang bersalah.
- Ajarkan anak kalau ada banyak hal cara melampiaskan kemarahan (anger management) dengan cara yang sederhana. Misalnya, "Nak, kalau kamu marah, katakan saja kamu marah".
- Ajarkan anak menyampaikan pesan kemarahannya dengan cara "I Message". I message selalu dimulai dengan kata "I" (saya atau aku). Seperti, "Aku enggak suka sama kamu Bruno (nama anjing peliharaan), karena kamu sudah gigit sendal aku!" atau "Kamu jangan tidur di tempat tidurku, nanti kotor. Aku enggak suka kalau tempat tidurku kotor."
- Ajarkan anak kalau objek-objek yang lebih rendah darinya bukanlah tempat pelampiasan.
- Pahami apa masalah anak sesungguhnya. "Ketika anak cenderung marah, pasti dikarenakan ia sedang di dalam kondisi masalah yang tak terpecahkan. Bantu anak mengatasi masalahnya, karena beberapa anak enggak tahu cara deal dengan problem mereka atau teknik-teknik pemecahan masalah yang tepat," terang Vera.
Ester Sondang / bersambung