Ceriwis atau Kritis?

By nova.id, Selasa, 13 Maret 2012 | 22:09 WIB
Ceriwis atau Kritis (nova.id)

Ceriwis atau Kritis (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Anak mulai banyak bertanya di usia 2,5 tahun, bisa juga lebih cepat. Di usia ini, perkembangan kosakata mereka makin bertambah. Mereka juga lebih mulai bisa berkomunikasi dan mampu membentuk kalimat, baik yang sederhana maupun yang kompleks. "Ini juga didukung oleh perkembangan kognitif yang berkembang pesat," jelas Tara de Thouars, BA, M.Psi.

Sebetulnya, anak hobi bertanya itu wajar dan normal-normal saja, karena memang itu bagian dari tahapan perkembangan mereka. Di usia ini, kemampuan berkomunikasi dan rasa ingin tahu yang makin besar akan memunculkan pertanyaan yang tak henti-hentinya. Bertanya ternyata juga merupakan strategi mereka untuk mengenal lingkungan mereka.

Banyak bertanya sebenarnya merupakan hal yang positif. Rasa ingin tahu yang besar menunjukkan tingkat kecerdasan anak. Bahkan, terkadang mereka menanyakan sesuatu yang melebihi usia yang seharusnya. "Tidak masalah juga, bahkan ini menunjukkan anak memiliki pengetahuan yang lebih dibanding anak sebayanya," kata Tara.

Anak yang banyak bertanya juga menunjukkan bahwa mereka tumbuh berkembang sesuai yang semestinya. "Satu lagi, ketika anak bertanya, ini merupakan salah satu cara mereka untuk mendapat atensi dan respons dari orangtua khususnya," jelas Tara.

Mana yang Wajar?

Pertanyaan yang muncul dari anak-anak bervariasi dan bertahap, sesuai fase perkembangan anak. Misalnya, pertanyaan yang muncul dari anak berusia 2,5 tahun biasanya masih ke arah kejadian sehari-hari yang dialami. Misalnya, "Ini warna apa?", "Ini binatang apa?", dan sebagainya. Makin dewasa, maka anak akan bertanya mengenai perannya. Misalnya, "Kenapa, sih, anak laki-laki mainnya bola?", "Kenapa ada perempuan dan ada laki-laki?" Dan semakin dewasa, pertanyaan yang muncul misalnya, "Kok, ada bayi, sih?" atau "Bayi itu dari mana?"

Orangtua sebaiknya mengikuti saja pertanyaan anak. "Jawab atau jelaskan sesuai yang ditanyakan anak, jangan terlalu jauh," jelas psikolog dari Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta, ini. Pasalnya, apa yang mereka tanyakan adalah sejauh apa yang mereka pikirkan dan apa yang mampu mereka tangkap. Jadi, jika misalnya anak bertanya, "Kok, ada anak perempuan dan anak laki-laki, sih?" lalu kita jawab dengan proses reproduksi yang panjang lebar, anak justru akan bingung. Jawab saja sebatas apa yang ditanyakan, tanpa menutupi apa yang sebenarnya.

Cepat atau lambat, anak akan tahu. Jadi, lebih baik anak tahu dari orangtua dan bisa diarahkan daripada kemudian mencari jawabannya sendiri. Jawaban yang panjang lebar memang tidak ada efek negatifnya, cuma daya pikir anak belum sampai ke sana karena usianya memang belum sampai. Jadi, orangtua tidak perlu membahas lebih jauh.

Cari Perhatian

Orangtua kadang-kadang juga harus bisa mengubah pola pikir terhadap anak. Acapkali, orangtua justru menyebut anak cerewet ketika Si Anak banyak bertanya. Nah, sebaiknya ubah pandangan ini menjadi, "Oh, anak ini haus informasi." Cara ini akan membuat orangtua jadi lebih terbuka untuk memberikan jawaban ke anak. Kalau belum apa-apa sudah mencap anak cerewet dan mengganggu, yang ada orangtua akan kesal.

Seringkali, orangtua merasa terganggu oleh "kecerewetan" anak dan memarahi anak. Padahal, banyak bertanya sebetulnya merupakan cara anak untuk bisa mendekati orangtua. Ketika anak-anak bertanya, artinya mereka percaya sama orangtua, ingin tahu dari orangtua, dan ingin lebih dekat, jadi seharusnya diberi tanggapan supaya komunikasi jadi lancar.