Ceriwis atau Kritis?

By nova.id, Selasa, 13 Maret 2012 | 22:09 WIB
Ceriwis atau Kritis (nova.id)

Bila anak tidak diberi tanggapan, yang pertama, keingintahuan anak tentang lingkungan sekitarnya akan mati. Anak jadi tidak tertarik lagi. Selain itu, self esteem anak juga akan turun. Anak akan merasa, kenapa ketika ia ingin dekat dan ingin tahu banyak hal, ia dianggap tidak penting? Ini juga akan menurunkan pola berpikir kritis anak. "Akhirnya anak akan merasa "Oh ya udah, mungkin memang tidak penting." Akibatnya, apa yang ia lihat, itu yang dia tahu. Tanpa ia tahu kenapa, bagaimana dan sebagainya," lanjut Tara.

Bagaimana orangtua tahu bahwa Si Kecil sedang mencari perhatian? Biasanya, anak akan menanyakan hal yang sama berkali-kali. Sudah diberitahu, masih bertanya lagi, begitu lagi seterusnya. Orangtua harus peka supaya tahu bahwa anak tengah mencari perhatian, meskipun setiap pertanyaan memang seharusnya ditanggapi oleh orangtua.

Tunda Jawaban

Bagaimana jika orangtua tidak tahu jawaban pertanyaan anak? "Orangtua tak perlu takut mengakui bahwa mereka memang tidak tahu," saran Tara. Yang pertama, puji dulu pertanyaan anak, kemudian ajak anak untuk mencari tahu jawaban atau informasinya bersama. Misalnya, "Waduh, Mama juga enggak tahu, nih. Yuk, kita cari tahu di buku bareng-bareng."

Dengan cara ini, anak akan paham bahwa informasi itu harus dicari. Ini juga akan membuat mereka lebih haus informasi dan lebih mendekatkan diri ke orangtua. Anak juga akan mendapat pesan bahwa tidak tahu tentang sesuatu itu hal yang lumrah. Orangtua tidak harus tahu semuanya. Dampaknya, self esteem anak akan meningkat, karena mereka akan melihat dan berpikir, "Oh, ternyata tidak semua hal harus diketahui, ya."

Jika anak menanyakan hal-hal yang belum seharusnya ditanyakan, jawab seperlunya saja. Tidak usah dialihkan, karena itu akan mematikan rasa ingin tahu anak. Jawab saja, tetapi sebatas kemampuan usia dan kemampuan berpikir anak. Jangan memberi jawaban yang terlalu luas dan berat, sehingga anak malah tambah bingung. Boleh juga orangtua menunda jawaban, tetapi tetap harus dijawab. "Ini akan membuat anak paham bahwa ia akan mendapat jawaban di saat yang tepat," lanjut psikolog yang juga praktek di lightHOUSE ini.

Salah satu strategi yang bisa dilakukan orangtua ketika anak bertanya adalah bertanya balik. Ini akan mengajak anak untuk berpikir, balik bertanya, atau menggali lebih dalam lagi. "Proses kognitif anak akan jalan. Ini juga melatih anak untuk bisa mengasah kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Terkadang, yang penting bukan jawabannya, melainkan proses belajarnya," pungkas Tara.

Hobi Mengamati

Selain banyak bertanya, di usia ini anak juga banyak mengamati (observe). Sebetulnya dua hal ini sama saja. Memang, ada anak yang tidak banyak bertanya dan lebih banyak diam mengobservasi. Cuma, ujar Tara, kadang-kadang observasi anak belum tentu tepat. Sehingga ketika anak tidak banyak bertanya, orangtua harus memancing anak supaya bertanya. Dengan begitu, orangtua bisa mengarahkan anak ke arah yang benar.

Pertanyaan anak sebetulnya juga merupakan pintu bagi orangtua untuk tahu, sebetulnya apa sih yang sedang dipikirkan anak, apa yang sedang dialami anak, dan sebagainya. Jika anak kebanyakan diam dan hanya mengobservasi, orangtua tidak tahu, sebenarnya apa yang sedang dipikirkan anak-anak tersebut, dan terkadang sulit mengarahkan mereka. "Mengamati sebetulnya wajar, tapi orangtua harus lebih peka. Ini juga akan membantu agar pola berpikir kritis anak jalan, tidak hanya sekedar mengobservasi," lanjut Tara.

Harus Dipancing

Banyak orangtua yang bilang, "Anak saya dulu cerewet, tapi sekarang, kok, pendiam, ya?" Ini bisa terjadi misalnya karena anak tidak dibiasakan bersosialisasi atau tidak biasa bertemu orang baru. Akibatnya, ia cenderung menarik diri ketika bertemu orang baru. Di kelas, misalnya. Atau setiap kali anak bertanya selalu dimarahi, sehingga memengaruhi self esteem dan kepercayaan diri anak untuk bertanya. Akibatnya, ketika dewasa, ia memilih diam daripada salah.

Pola berpikir kritis sebetulnya bisa dibentuk. Usia paling krusial untuk membentuk pola berpikir kritis adalah di usia TK atau SD. Ketika SMP atau SMA, anak akan lebih banyak mendapatkan informasi dari lingkungannya. Makanya, pada saat anak diam atau menyendiri, orangtua harus mencari tahu, apakah ada sesuatu yang kurang tepat pada anak. Bisa jadi anak pemalu, merasa setiap bicara tidak pernah dijawab oleh orangtua, atau anak memang sibuk dengan dirinya sendiri. Karena itu harus dipancing. "Orangtua harus banyak bertanya, sehingga terbentuk kebiasaan berpikir kritis pada anak," jelas Tara.

Dengan begitu, anak akan berani bertanya, berani menjawab, dan berani menggali lebih jauh pertanyaan balik yang diajukan. Karena itu, ketika anak bertanya, sekonyol dan seaneh apapun pertanyaannya, jangan dimarahi. "Justru harus di-encourage. Harus dipancing dan dimotivasi, jangan dimatikan," ujar Tara.

 Hasto Prianggoro