Tidak Bangga Pada Pasangan

By nova.id, Senin, 13 Februari 2012 | 09:00 WIB
Tidak Bangga Pada Pasangan (nova.id)

* Fisik

Malu pada bentuk fisik pasangan yang memang sudah dari sono-nya seperti itu, rasanya sangat tidak adil. Semisal karena suami terlalu pendek, cacat kakinya dan sebagainya, kemudian istri merasa malu berjalan bersisian. Untuk mengatasinya, segera kembali pada komitmen awal sebelum menikah. Pertanyakan kenapa hal ini dulu tidak dipermasalahkan dan baru diungkit-ungkit sekarang? Ambil sisi positifnya, kalau dengan segala kekurangannya, suami masih bisa membahagiakan istri, hendaknya hal tersebut tetap patut disyukuri.

Ada juga perubahan bentuk fisik yang masih bisa diusahakan diubah, semisal bentuk tubuh istri yang melar setelah melahirkan. Sebagai pasangan yang sama-sama sudah dewasa, diskusikan dan jawablah dengan jujur betulkah kelangsingan tubuh istri sedemikian penting yang tak bisa "ditawar-tawar" lagi? Kalau memang keduanya sepakat hal itu penting, mau tidak mau suami-istri harus bekerja sama untuk mewujudkannya.

Yang tidak disarankan adalah memaksakan kehendak pada pasangannya. Karena tubuh suami kelewat pendek dibanding istrinya, ia wajib mengenakan sepatu bertumit tinggi supaya nampak serasi. Padahal, tandas Weny, bila ada salah satu pihak yang merasa terpaksa, berarti itu bukan penyelesaian yang baik. Berkaitan dengan masalah fisik, kedua belah pihak haruslah menyadari dengan bertambahnya umur, perubahan fisik tersebut tak bisa ditampik.

* Moral

Batasan moral memang berada di garis "abu-abu". Artinya, tidak bangga pada kualitas moral sepasang suami-istri bisa jadi berbeda dengan pasangan lainnya. Ada seorang istri yang merasa sedemikian tersiksa didera rasa malu karena suaminya terkenal sebagai playboy kambuhan, sementara tak sedikit yang justru bangga.

Sebaiknya bila hal ini jadi kendala, jangan ragu untuk bicara dari hati ke hati dengan pasangan. Apakah selentingan yang terdengar selama ini benar atau hanya gosip belaka. Kalau memang benar, segera samakan tujuan dan luruskan pandangan untuk segera kembali pada komitmen awal pernikahan. Bila sudah dianggap melenceng terlalu jauh, segera perbaiki. Jangan sungkan untuk melibatkan ahli.

Terkait dengan masalah kambuhan, kalau sedari awal sudah tahu pasangannya potensial jatuh dalam kebiasaan buruknya, semisal playboy, penjudi dan sejenisnya, sebaiknya pasangan sudah mempersiapkan mental jauh-jauh hari sebelumnya.

* Hal-hal lain

Pihak lain di luar suami-istri pun bisa menjadi penyebab rasa tidak bangga pada pasangan. Misalnya terbongkarnya kasus korupsi yang dilakukan mertua, mau tidak mau membuat istri/suami malu atau setidaknya merasa rikuh saat berjalan di muka umum bersama pasangannya yang notabene adalah anak koruptor. Untuk mengatasinya, cobalah bersikap dewasa. Apa yang dilakukan mertua jangan langsung disangkutpautkan dengan perilaku anak maupun menantu. Jangan sampai "dosa" mertua mesti ditanggung anak dan menantu yang mengganggu jalannya roda rumah tangga mereka.

MALU YANG SEHAT 

Perlu dicatat, pesan Weny, tidak semua rasa tak bangga pada pasangan akan berdampak pada tidak sehatnya kehidupan perkawinan. Pada beberapa hal, ketidakbanggaan ini justru bisa memacu pasangan untuk memperbaiki diri. Contohnya adalah suami yang malu/tak bangga karena punya istri jorok hingga rumah selalu dalam keadaan berantakan. Dengan komunikasi yang baik di antara mereka disertai alasan logis, diharapkan istribersedia mengubah kebiasaan buruknya. Manfaatnya? Istri jadi resik, sementara kondisi rumah pun jadi bersih dan nyaman untuk mereka tinggali.

Marfuah