"Burung" Si Buyung Kecil? Jangan Bingung!

By nova.id, Senin, 19 Desember 2011 | 08:47 WIB
Burung Si Buyung Kecil Jangan Bingung (nova.id)

Bicara soal ukuran, "Kalau perbedaannya tidak ekstrem/mencolok, tidak bahaya, kok. Toh, itu hanya soal ukuran. Tapi kalau kelewat mencolok, bisa berdampak psikologis, lo! Misalnya, ketika pipis bersama-sama dengan temannya, anak akan minder/malu. Terlebih bila penis yang kecil tadi terlihat dan kemudian dijadikan bahan olok-olok oleh temannya."

Orang tua pun sebenarnya tak perlu kelewat mengkhawatirkan fungsi seksual penis si kecil saat dewasa kelak. Soalnya, jelas Akmal, pertumbuhan penis akan bertambah secara proporsional sesuai dengan usianya. Terutama di usia puber, di mana aktivitas bertambah dan postur tubuh berubah secara cepat. "Lagipula, fungsi seksual penis pun tak melulu ditentukan oleh besar-kecilnya. Artinya, maksimal-tidaknya fungsi seksual seseorang, sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar-kecil atau panjang-pendeknya penis."

Malah, "Tak sedikit, lo, yang penisnya kecil, namun kemampuan ereksinya tak jadi masalah. Jadi, mesti digarisbawahi bahwa kepuasan seksual tidak semata-mata ditentukan oleh ukuran besar- kecilnya penis."

SEBELUM AKIL BALIG

Kendati begitu, saran Jose, jika penis bayi memang betul-betul kecil, jelas perlu ditangani segera. Bahkan sesaat setelah lahir pun bisa langsung diobati. Jose pun mengingatkan agar kita tak terkecoh oleh anggapan/mitos di masyarakat bahwa penis akan membesar dengan sendirinya setelah disunat. "Sunat, kan, sebetulnya, cuma "membuka" dan "mendorong" kulit yang menutup ujung penis agar mudah dibersihkan dan tak menjadi sarang kotoran."

Yang jelas, mikropenis hanya bisa ditanggulangi sebelum memasuki masa akil balig atau maksimal saat anak berusia 12 tahun. Lewat dari itu, tidak akan menunjukkan hasil maksimal. "Bahkan boleh dibilang tidak ada gunanya. Soalnya, kadar hormon testosteronnya sudah tinggi seperti halnya orang dewasa, hingga tidak bisa diberi tambahan lagi."

Pengobatan mikropenis, bilang Jose, 10 tahun lalu masih dengan cara mengoleskan krim hormon ke penis. Tapi hasilnya kurang optimal. "Kini yang diterapkan berupa terapi hormonal secara berkala. Yaitu dengan menyuntikkan hormon testosteron di pangkal paha atau di bokongnya. Biasanya dilakukan maksimal 4 kali dengan selang waktu masing-masing suntikan 3 minggu. Umumnya, tak sampai 4 kali pun, sudah berespon dengan baik, hingga terapinya bisa dihentikan."

Yang juga menggembirakan, hampir semua bayi pada kasus-kasus mikropenis ternyata menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam arti, mikropenisnya tidak ada yang bersifat menetap. Jadi, tak perlulah kita terjebak pada bentuk-bentuk pengobatan alternatif yang katanya bisa membuat ukuran jadi normal. "Pijatan tak akan memberi manfaat/efek apa pun."

Dedeh