Kiat Mempermudah Saat Peralihan

By nova.id, Senin, 14 November 2011 | 00:01 WIB
Kiat Mempermudah Saat Peralihan (nova.id)

Bila tak disiasati dengan baik, peralihan kebiasaan dari masa bayi ke masa batita bisa menjadi masalah tersendiri bagi orang tua.

Batita yang harusnya bisa tidur nyenyak semalam suntuk, bisa "terganggu" hanya karena belum disapih. Tengah malam, ia terbangun minta ASI. Padahal, jelas psikolog Ratih Adjayani Ibrahim, masa penyapihan berkaitan dengan pola makan anak.

Artinya, jika pola makannya di siang hari enggak beres, jangan salahkan bila di malam hari ia kelaparan dan merengek minta susu. Karena itu, tegas psikolog dari LPTUI (Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia) Jakarta ini, jika ingin anak bisa tidur nyenyak semalam suntuk, mau tak mau anak harus disapih.

Tentu saja sebelumnya diselesaikan dulu masalah pola makannya dengan cara mengurangi jatah susunya secara bertahap. Yang jelas, mengubah pola makan anak, lanjut Ratih, bukan perkara mudah, meski bukan pula sesuatu yang tidak mungkin. Yang penting, orang tua harus siap jika si kecil menolak atau cepat bosan pada makanan yang baru dicobakan padanya. Bisa saja hari ini ia keranjingan makaroni, esoknya sama sekali ogah menyentuh.

Dalam hal ini, kreativitas dan kepiawaian orang tua mengatur variasi menu amat dituntut. "Jangan menyerah begitu saja lalu kembali memberinya susu. Jadikan susu hanya sebagai suplemen, seperti halnya vitamin. Tanpa susu, dorongan rasa lapar pasti akan membuat anak terpanggil untuk makan."

Nah, jika masalah pola makan sudah beres, momen-momen peralihan yang lain pun bisa ditangani dengan lebih baik. Berikut beberapa momen peralihan dari masa bayi ke masa batita dengan beberapa kiat yang dapat membantu orang tua menghadapinya.

Toilet Training Untuk BAB

Saat Tepat:  Toilet training untuk BAB sebetulnya lebih mudah dilakukan ketimbang latihan serupa untuk BAK. Dengan begitu, sudah bisa diajarkan sejak anak berusia 9 bulan, tepatnya ketika ia sudah bisa duduk sendiri. Biasanya, saat ingin BAB, dari mukanya sudah terbaca tanda-tandanya.

 Kiat:  * Perhatikan ritme si kecil. Setelah sekian jam makan, contohnya, apakah ia terlihat seperti sangat ingin BAB. Jika sudah tahu kira-kira kapan ia akan BAB, mulai latih dengan menyediakan pot khusus setiap kali si kecil menunjukkan tanda. "Kamu mau pup, ya? Yuk, duduk di pot!" Dengan begitu, anak mengasosiasikan keinginannya untuk BAB dengan keharusan duduk di pot tersebut.  * Bersikaplah konsisten. Tiap kali si kecil memperlihatkan tanda-tanda yang sama, ajak ia duduk di potnya. Seiring dengan bertambahnya usia, pelatihan BAB dari pot bisa diarahkan ke WC. Dengan begitu akhirnya si kecil tahu, kalau mau BAB harus di tempatnya dan bukan sembarangan di mana saja, termasuk di celana. Selain itu, anak pun jadi terlatih untuk mengendalikan kapan saatnya BAB.  * Mengatur duduk di pot, boleh dilakukan namun jangan sampai menghabiskan waktu berjam-jam. Apalagi bila ditunggu sekian waktu, BAB-nya tak kunjung keluar. Pemaksaan semacam ini sama sekali tak memberi manfaat.

Menyapih Dari ASI

Saat Tepat:

Tak ada patokan baku. Sepenuhnya tergantung pertimbangan orang tua. Boleh pada usia setahun, namun sampai umur 2 tahun pun tak dilarang.

Sementara dari sudut pandang psikologis, menyapih sudah bisa dilakukan di usia 1-2 tahun. Pertimbangannya, anak yang masih kecil akan lebih mudah disapih karena penyesuaian dirinya lebih lentur.

Begitu juga dari segi medis, karena anak di atas usia 1 tahun, kebutuhan gizinya kian meningkat. Jika anak yang sedang tumbuh pesat hanya minum ASI, bisa-bisa ia terkena anemia karena tak mendapat asupan gizi yang cukup dan beragam.

Namun amat disarankan untuk tidak menyapih ketika si kecil sedang tak enak badan atau begitu adik bayinya lahir. Dalam diri anak akan muncul kecemburuan atau perasaan tersisih/ditolak.

Kiat:

* Jangan lakukan secara drastis. Entah dengan memisahkan ruang tidur si kecil maupun mengoleskan brotowali atau cairan pahit apa pun pada puting ibu, hingga si kecil tak mau lagi menyusu. Ini tak efektif bahkan besar kemungkinan hanya membuat anak syok dan hatinya terluka.

* Cara bertahap lebih disarankan karena baik untuk anak. Ibu pun tak akan merasa tersiksa oleh masalah ASI yang mungkin masih berlimpah. Jika dilakukan secara bertahap, jumlah ASI yang diproduksi pun akan menyesuaikan diri lalu akan habis sendiri seiring berjalannya waktu.

* Kurangi frekuensi menyusui dari hari ke hari. Semisal, tindakan jadwal tengah hari karena pagi hari biasanya payudara masih penuh, sementara malam hari biasanya si kecil sangat doyan menyusu. Ganti ASI yang dihentikan tadi dengan susu dalam cangkir. Jika rutinitas baru ini sukses, kurangi lagi frekuensinya, demikian seterusnya.

* Agar di siang hari si kecil tak ingat ASI, sibukkan ia dengan berbagai permainan. Bila capek main, diharapkan tidurnya lebih cepat dan lebih gampang, hingga tak perlu bergantung pada rutinitas menyusu. Menjelang tidur, agar perhatiannya bisa dialihkan dari kebutuhan menyusu, acara mendongeng bisa dicoba.

Berhenti Ngompol

Saat Tepat:

Anak batita ngompol sebenarnya wajar. Para pakar umumnya memberi toleransi hingga usia anak mencapai 4 tahun.

Kiat:

* Ajak anak BAK sebelum tidur. Setelah makan malam pun sebaiknya anak jangan banyak minum, terutama minuman yang dapat merangsang ke belakang. Teh manis, contohnya.

* Amati pola berkemih anak. Kapan ia mengompol dan berapa kali dalam semalam. Buat catatan "jadwalnya", sehingga orang tua bisa bangun lebih dulu sebelum jam tersebut. Kalau dirasa sulit, setel jam weker.

* Kalau dari jadwal tadi kita tahu 3 jam setelah tidur kasurnya basah, bangunkan anak 2 jam setelah tidur lalu ajak ia ke kamar mandi dan biarkan BAK.

* Setelah seminggu tetap "kering" dengan pola baru, turunkan standar. Waktunya menjadi setengah jam sebelum "waktu mengompol". Akhirnya kita biasakan anak untuk selalu BAK sebelum tidur dan setiap beberapa jam sekali selama tidur.

Faras