Di masa pacaran, boleh jadi cinta memang sejuta rasanya. Namun ketika memasuki perkawinan, modal cinta saja tak cukup untuk mempertahankan kelangsungan sebuah keluarga.
Dalam mencari pasangan hidup, budaya Jawa mengenal sejumlah kriteria yang dikenal dengan istilah bobot, bibit, bebet. Namun pada kenyataannya, banyak orang beranggapan salah satunya saja sudah cukup memenuhi kriteria pasangan hidup.
"Cari pasangan ya lihat pribadinya dong! Punya mobil pribadi, rumah pribadi, dan kalau perlu vila pribadi!" ujar seorang perempuan tanpa maksud bergurau. "Kalau menurut saya sih, yang penting harus punya tanggung jawab," sela seorang teman bicaranya. "Yang paling penting ya cinta dong!" yang lain menyergah tak kalah semangat.
Sebetulnya apa saja sih pilar penyangga yang kokoh bagi kelanggengan sebuah perkawinan? Benarkah cinta bisa diandalkan? Sepenuhnya ditentukan oleh kelimpahan materi? Bagaimana soal komitmen dan tanggung jawab? Seberapa penting aspek kepribadian kedua belah pihak? Bagaimana dengan hal-hal lain, bisakah diabaikan?
"Proses menimbang-nimbang memang seharusnya sudah dimulai sebelum suami-istri memasuki gerbang pernikahan," kata Titi P. Natalia, M.Psi. Meski ia tak menyangkal banyak pasangan yang tidak "sempat" melewati proses seleksi. Meminjam istilah anak zaman sekarang, ada tahapan yang mesti dilalui, yakni koleksi, seleksi, baru resepsi. Akan tetapi Titi mengingatkan agar kita tidak perlu lagi menoleh ke belakang hanya untuk mempertanyakan apakah tahapan-tahapan tersebut sudah dilalui atau belum. "Sebaiknya lihat saja ke depan. Komitmen dan kesungguhan suami istrilah yang paling dibutuhkan begitu janur kuning sudah dipasang melengkung," tandasnya.
6 PILAR YANG DIBUTUHKAN
Pilar-pilar yang dibutuhkan demi kokohnya sebuah pernikahan memang tidak sedikit. Berikut di antaranya:
1. Latar belakang keluarga
Tak bisa dipungkiri, latar belakang keluarga kedua belah pihak pastilah memegang peran penting. Yang termasuk di sini antara lain suku, bangsa, ras, agama, sosial, kondisi ekonomi, pola hidup dan sebagainya. Namun bukan berarti pasangan dengan latar belakang yang sangat berbeda dan bertolak belakang tidak mungkin bersatu. Hanya saja mereka mesti lebih siap dituntut berupaya lebih keras dalam proses penyesuaian diri.
2. Kesetaraan
Kesetaraan akan mempermudah suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Adanya kesetaraan dalam banyak hal dapat meminimalkan friksi yang mungkin timbul. Kesetaraan ini antara lain meliputi kesetaraan pendidikan, pola pikir dan keimanan.
3. Karakteristik individu