Di usia batita, anak sudah bisa dilatih memahami rasa takut, sedih, marah, cemburu, iri, gembira, dan sayang.
Di usia batita, umumnya emosi anak menjadi sangat kuat. Biasanya ditandai dengan amarah yang kuat, ketakutan yang hebat atau iri hati yang tidak masuk di akal. Namun kondisi ini pada setiap anak tidaklah persis sama.
Emosi tersebut timbul dari adanya kebutuhan-kebutuhan internal, seperti lapar, tidak nyaman, dan lain-lain. Atau, lantaran pikiran-pikirannya sendiri (image), seperti melihat orang baru yang masih asing, memasuki lingkungan baru, dan sebagainya. Dapat pula akibat adanya stimulus dari luar, seperti dipukul dan dicubit.
Namun, mengharapkan batita mampu mengungkapkan emosi yang dirasakan memang butuh kesabaran tersendiri. Bagaimanapun juga, batita belum mengenal emosinya dengan baik. Ia membutuhkan proses belajar untuk mengenal emosi yang berbeda-beda itu. "Batita tidak dapat merasakan ketakutan atau rasa bersalah sebelum ia mempelajari arti adanya kekerasan atau kebenaran. Demikian juga dengan rasa sedih atau depresi, sebelum si anak mengetahui arti kehilangan cinta dan kegagalan," papar Indah Kiranawati Machsus, S.Psi.
Jadi, batita perlu mengalami dan merasakan terlebih dahulu, barulah ia bisa memahami. Contoh, si batita ditinggalkan di rumah oleh ibunya hanya dengan pengasuh baru. Saat ditinggalkan itulah, anak merasakan kehilangan cinta dan merasa asing dengan pengasuhnya yang baru. Akibatnya, timbul perasaan takut pada anak. Nah, saat itulah anak baru dapat memahami rasa takut
Pemahaman emosi yang terbatas pada diri si batita, tak lain karena latar belakang pengalamannya yang masih terbatas. "Kelak, seiring usia bertambah, pengalamannya pun semakin banyak. Demikian pula dengan perkembangan kognitifnya, sehingga pemahaman akan emosinya jadi semain baik," kata Indah.
MENGGALI EMOSI
Untuk membiasakan si batita menjelaskan emosinya, orang tua harus melakukan pendekatan. Ajak ia berbicara dari hati ke hati dan galilah perasaannya. Namun, hendaknya orang tua waspada karena bisa jadi anak batita belum terlalu paham akan makna kata-kata yang dilontarkan. Maklum, kosakatanya masih sangat terbatas. Contohnya, makna kata "iri" dan "cemburu". Apalagi pada batita yang mengalami keterlambatan bicara.
Cermati pula anak batita yang kerap menyembunyikan emosinya. Biasanya ini terjadi bila berkaitan dengan kegiatan di playgroup-nya dan karena kesalahannya sendiri. Contoh, ia sedih "ditegur" gurunya karena lupa membawa gambar kucing. Karenanya, pandai-pandailah menggali perasaan si batita dan jalinlah komunikasi yang baik dengan anak sehingga terbiasa mengungkapkan perasaannya.
Selanjutnya, jadilah pendengar yang baik pada saat anak mengungkapkan pendapat dan perasaannya. Pahami dirinya. Niscaya dengan langkah-langkah ini, anak merasa dihargai. Kelak, ia tak akan sungkan atau takut bercerita lagi. Lewat cara-cara seperti inilah, anak akan terbiasa mengungkapkan emosinya.
"Anak yang dapat mengungkapkan emosinya dengan baik, kelak bakal lebih mudah diterima oleh lingkungan," tandas Indah. Ia dapat mengungkapkan perasaan dan keinginannya melalui kata-kata tanpa perlu berperilaku agresif atau sebaliknya menarik diri. Kemampuan ini juga membuatnya lebih mudah dalam memahami perasaan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan begitu, anak juga bakal tumbuh menjadi manusia yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
DUA CARA BELAJAR MEMAHAMI EMOSI