Salah satunya, bentuk fisiknya. Sekolah/kelas bayi pasti dirancang sedemikian rupa sehingga aman. Semua dinding dan lantainya dilengkapi sejenis matras untuk meminimalkan risiko kecelakaan pada bayi yang keterampilan motoriknya memang belum sempurna. Tenaga pengajarnya pun paham betul mengenai pendidikan anak usia dini, termasuk soal tumbuh kembang bayi dan cara menstimulasi kemampuan bayi setiap tahapan usia.
Hal lain yang perlu diketahui, esensi sekolah bayi sebenarnya bukan untuk si bayi, tapi lebih bagi orangtua atau pendampingnya. Lantaran itu, menjadi syarat mutlak bagi orangtua/pendamping untuk ikut belajar di dalam kelas bersama si kecil. Lagi pula attachments bayi pada orang terdekatnya masih tinggi. Bilamana ia harus bersekolah bersama bayi-bayi lain dan guru yang belum akrab dengannya, bisa dipastikan kegiatan belajar di sekolah tersebut tidak akan sukses karena bayi tidak merasa nyaman dan aman. Dengan begitu, pendamping bisa sekaligus belajar mengenai tahapan perkembangan anak dengan cara menstimulasinya. Ini semestinya menjadi sebuah keuntungan bagi pendamping, khususnya orangtua.
MENJAWAB KEBUTUHAN
Keberadaan sekolah bayi, menurut Tari Sandjojo, Psi., seorang praktisi pendidikan lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI), sebenarnya merupakan jawaban dari kebutuhan orangtua zaman sekarang yang yang umumnya pasangan bekerja dan sibuk seharian sehingga tidak memiliki waktu banyak untuk menstimulasi bayinya. Lantaran itu, beberapa orang tua berpikir, "Lebih baik bayiku berada di suatu lingkungan yang kaya dengan stimulasi ketimbang hanya di rumah bersama pengasuh."
Tari sepakat dengan pemikiran seperti itu. Terlebih di sekolah bayi, beberapa bayi yang memang membutuhkan bisa mendapatkan aneka stimulasi yang lengkap. Contohnya sarana untuk merangkak di pasir, di rumput, dan mainan tentunya. Memang, pengasuh pun bisa melakukan stimulasi, tapi tentu ia tidak dapat dituntut banyak. Sementara, orangtua bisa menuntut apa yang telah dijanjikan sekolah bayi padanya.
BAYI MANA YANG PERLU SEKOLAH?
Ada beberapa kriteria bayi yang sebaiknya "disekolahkan", yakni:
* Bayi yang kurang mendapatkan stimulasi yang sesuai dengan usianya. Beberapa ciri bayi seperti ini adalah tampak pendiam, pasif, takut berlebihan bila bertemu orang asing.
* Bayi tampak agresif, rewel atau pembosan
* Bayi yang perkembangannya tidak sesuai dengan usianya (bisa dicek di Kartu Menuju Sehat/KMS yang biasanya diberikan RS/Dokter/Puskesmas). Misal, pada usia 5 bulan belum bisa menggenggam mainan atau biskuit, usia 8 bulan belum bisa mengeluarkan suara seperti "Ma..ma..." atau belum bisa berdiri sambil berpegangan.
Kapan si kecil sudah bisa kita ikutkan sekolah, menurut Tari tidak ada patokan. Namun biasanya sekolah bayi menerima bayi yang minimal sudah bisa duduk.
TIP MENCARI SEKOLAH BAYI
Sebelum mencari sekolah untuk bayi, cari tahu dulu kebutuhan si kecil; apa yang ingin dikembangkan, mana yang perlu diperbaiki dengan melihat apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan si kecil. Setelah itu baru melakukan investigasi ke sekolah-sekolah. Beberapa hal ini sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan:
1. Cari sekolah yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Tanyakan program yang ditawarkan di sekolah tersebut. Contoh; jika di rumah si kecil tidak punya kesempatan untuk bermain di luar ruang. Maka carilah sekolah yang banyak kegiatan di luar ruang, bermain pasir, main di rumput, main air, misalnya.
2. Pastikan si kecil happy bersekolah di situ.
3. Pastikan sanitasi di kelas dan sekolah baik.
4. Tenaga pengajar sebaiknya selain memiliki latar belakang pendidikan anak usia dini, juga sudah dikaruniai anak. Pada umumnya mereka akan memiliki naluri keibuan, kepekaan, kehati-hatian, dan pemahaman akan kondisi bayi secara lebih baik. "Masalah-masalah seperti ini tidak bisa didapatkan di sekolah setinggi apa pun," ujar Tari.
5. Pastikan fasilitas pendukung "belajar", terutama yang dibutuhkan si kecil, lengkap dan tercukupi dengan baik.
TIP PENTING LAIN:
* Jika yang menjadi pendamping si kecil di sekolah bukan orangtua, jalinlah komunikasi dua arah secera intens dengan sekolah. Selalu cari tahu apa yang sudah diberikan sekolah kepada bayi, acara apa saja yang sudah dilakukan dan bagaimana perkembangan kondisi serta keadaan bayi dari hari ke hari.
* Jangan lupa meminta tip dari sekolah/guru untuk diterapkan di rumah sebagai PR kita, apa-apa yang sudah dilakukan di sekolah dan yang mana yang bisa dilakukan di rumah. Juga tanya bagaimana memodifikasi kegiatan di sekolah yang tidak bisa dilakukan di rumah, supaya bisa tetap kita terapkan pada si kecil di rumah.
* Yang mesti dihindari oleh pendamping ataupun orangtua, "adalah membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain." Justru yang mesti kita lakukan adalah, lanjut Tari, mempertajam dan meng- uatkan kemampuannya, serta memperbaiki kekurangannya. Ingat tiap anak itu berbeda dan unik.
DILAKUKAN DI RUMAH
Sasaran sekolah bayi adalah memberikan stimulasi sebanyak-banyaknya kepada anak, dan mengoptimalkan perkembangan sesuai dengan usia masing-masing anak. Jadi yang dilakukan di sekolah bayi adalah:
1. Mengasah dan mengoptimalkan kemampuan motorik. Ini adalah hal pokok yang menjadi sasaran utama sekolah bayi. Bagaimanapun, perkembangan motorik di usia 0-1 tahun adalah hal yang utama. Dari motorik kasar hingga motorik halus.
2. Merangsang panca- indra. Ini adalah pekerjaan yang pasti dilakukan sebuah sekolah bayi. Sebab di usia ini pancaindra seorang manusia mulai berkembang, khususnya penglihatan, pendengaran, dan perabaan.
3. Melatih bayi bersosialisasi dengan lingkungan. Maksudnya adalah melatih bayi bisa menerima keadaan lingkungan, melihat banyak orang, mendengar suara-suara ramai, keras, kencang, misalnya.
Memang benar ketiga poin itu kita semua sudah mengetahui dan mengenalnya. Tapi yang menjadi persoalan belum banyak orangtua yang menjalankannya. Sebabnya, orangtua tidak tahu bagaimana memberikan stimulasi kepada ketiga poin tersebut pada anak.
Nah, dengan ikut sekolah bayi, selain si kecil akan mendapatkan ketiga hal ini dengan baik. Juga orangtua bisa mengetahui bagaimana cara dan triknya melakukan hal tersebut. Barulah jika orangtua sudah tahu, "Sebenarnya menyekolahkan bayinya sudah tidak perlu dan penting lagi," kata Tari. Terlebih sekarang, sudah banyak buku dan bacaan yang bisa dijadikan kamus untuk melakukannya. Tinggal apakah kita punya waktu, kesempatan, dan komitmen untuk melakukan hal tersebut dengan baik di rumah setiap hari?
Gazali