Sayangnya, kita kerap lupa bahwa usia anak masih di bawah tiga tahun. Tentu kematangan organ-organ tubuhnya belum seluruhnya sempurna. Begitu juga dengan perkembangan keterampilannya. Bisa percuma kalau kita memaksakan kehendak mengikutkannya pada berbagai kursus.
Kursus matematika, contohnya. Menurut beberapa pakar dan pemerhati pendidikan anak usia dini, si batita baru belajar konsep angka pada taraf yang paling sederhana. Nyatanya, ada tempat kursus matematika yang berani pasang reklame, "Dibuka kelas baru untuk anak mulai usia 2 tahun".
"Inilah realita dunia anak dan pendidikan Indonesia. Sedihnya, anak-anak yang kelak akan menentukan Indonesia menjadi apa di kemudian hari, mendapatkan pendidikan yang kacau seperti itu," sesal Ceti Prameswari, Psi. Menurutnya, model pendidikan seperti itu sempat digunakan di beberapa negara. Hasilnya, anak memang terbentuk menjadi apa yang diharapkan selama beberapa tahun. Akan tetapi, apa yang didapat anak tidaklah berbanding lurus dengan dampak yang muncul beberapa tahun kemudian. Anak jadi bo-san, kesal, tertekan, stres, bahkan depresi yang bukan tidak mung-kin berujung pada kejadian bunuh diri. Mengenaskan bukan?
Kini, sistem pendidikan yang tidak alami (tidak menganut hukum alam seorang anak sesuai dengan usianya) sudah banyak ditinggalkan negara-negara yang dulu pernah menerapkannya. Sebaliknya, justru gaya pendidikan demikian yang belakangan booming di Indonesia.
BANTU DIRI
Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan UI ini, menegaskan, cara tepat mendidik dan membuat anak menjadi unggulan adalah yang alami. Dalam arti, pembelajaran dan stimulasi yang diberikan haruslah sesuai dengan usia anak dan tugas perkembangannya saat itu. Anak usia 1-3 tahun, contohnya, masih dalam proses pengenalan, penjajakan, coba-coba, dan ingin tahu. Di usia ini, kemampuan dasarnya mengalami peningkatan agar bisa survive, yakni motorik (halus ataupun kasar), koordinasi ang-gota tubuh, berjalan dan berbicara, serta mengenal lingkungan luar rumah. Tak terkecuali kemampuan menolong diri sendiri, semisal belajar makan dan minum sendiri, mengambil minum, sikat gigi sendiri, mandi sendiri, pakai baju sendiri, tidur sendiri, BAB dan BAK sendiri.
Sedangkan ditilik dari tugas perkembangannya, tukas Ceti, anak usia 1 tahun masih mengasah pengindraannya. Dia masih dalam tahap pengenalan simbol-simbol. Anak mulai mendapat pengetahuan bahwa ada batas antara dirinya dan dunia luar, namun ia belum bisa memaknai apa-apa. Berangkat dari keterbatasan-keterbatasan ini, bagaimana anak akan mengikuti pem-belajaran yang memiliki aturan dan jam belajar bila ikut kursus.
Di usia 2-3 tahun, barulah ia bisa diajarkan simbol-simbol, contohnya simbol angka dan warna. Akan tetapi di usia ini anak pun belum bisa dituntut untuk hafal, apalagi paham akan simbol-simbol karena kemampuannya memang masih sebatas kenal. "Paling-paling tuntutannya sampai merespons saat ada orang lain bertanya, sekalipun kematangan bicaranya masih jauh dari baik."
Nah, dengan mempertimbangkan hal-hal tadi, kalau di usia ini anak diikutkan kursus, tentu belum saatnya. Selain karena tahap perkembangannya belum mengizinkan, yang namanya kursus pastilah punya jadwal, target, bahkan umumnya menerapkan tes guna mengetahui sejauh mana penyerapan anak terhadap materi yang telah disampaikan.
ANEKA KURSUS
Nah, apa tanggapan Ceti bila mengikutkan batita pada kursus seperti di bawah ini?