Hati-hati Depresi! (1)

By nova.id, Minggu, 4 November 2012 | 00:30 WIB
Hati hati Depresi! 1 (nova.id)

Hati hati Depresi! 1 (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Kata "depresi" secara umum digunakan untuk menggambarkan perasaan sedih yang dialami seseorang dalam hidupnya. Kata itu juga digunakan untuk menggambarkan sejumlah gangguan depresi yang dapat didiagnosis. Karena perasaan depresi sangat sering terjadi, penting untuk memahami tentang perbedaan antara ketidakbahagiaan atau kesedihan sehari-hari dengan gejala-gejala gangguan depresi.

Ketika menghadapi tekanan, misalnya kehilangan seseorang yang dikasihi, berakhirnya suatu hubungan, kekecewaan berat atau rasa frustrasi, kebanyakan orang akan merasa tidak bahagia atau sedih. Ini merupakan reaksi emosional yang wajar dan akan hilang setelah jangka waktu tertentu. Reaksi-reaksi ini bukan merupakan gangguan depresi, namun bagian dari kehidupan sehari-hari.

Semua Pernah Mengalami

Gangguan depresi adalah suatu sindrom yang ditandai oleh suasana perasaan depresi yang dominan atau berkepanjangan, serta hilangnya minat terhadap aktivitas yang biasanya menyenangkan. Gejala-gejala ini dapat sangat mengganggu kehidupan seseorang. Gangguan depresi sering terjadi, sekitar 1 dari 4 - 5 orang mengalami gangguan depresi. Bahkan hampir semua orang akan pernah mengalami paling tidak sekali dalam kurun hidupnya.

Gangguan depresi tidak sesederhana yang diperkirakan awam. Pasalnya, gangguan ini bisa mengakibatkan beban berat, menurunkan kualitas hidup, dan tentu memengaruhi rasa sejahtera (well-being). Gangguan depresi juga bisa disembuhkan. Dan, meski perlu penilaian dan terapi profesional, umumnya penanganan depresi tidak memerlukan opname di rumah sakit, kecuali untuk kasus-kasus berat.

Rentan Depresi

Ada banyak faktor penyebab depresi, di antaranya faktor genetik. Ini sama halnya dengan predisposisi (kecenderungan) di penyakit lain seperti diabetes dan penyakit jantung. Penyebab berikutnya adalah faktor biokimiawi. Jadi, gangguan depresi berkaitan dengan ketidakseimbangan kimiawi di otak. Obat antidepresan bisa mengatasi ketidakseimbangan ini.

Stres juga berhubungan dengan perkembangan gangguan depresi, khususnya tragedi personal atau bencana. Gangguan depresi juga lebih sering terjadi pada masa-masa kehidupan tertentu yang melibatkan peralihan kehidupan mayor. Sebut saja kelahiran anak, menopause, dan duka cita. Akibatnya, gangguan depresi lebih sering terjadi pada dewasa muda, perempuan, manula, dan penderita penyakit fisik.

Individu dengan temperamen tertentu juga lebih rentan terhadap gejala depresi. Depresi sering terjadi pada orang yang sangat pencemas, sensitif, emosional, sangat reaktif, serta mudah marah terhadap kejadian hidup sehari-hari.

Orang yang perfeksionis dan mengkritik diri sendiri, serta menetapkan standar yang tinggi untuk dirinya sendiri maupun orang lain, juga rentan terhadap depresi. Mereka yang sangat dependen (bergantung) terhadap orang lain, juga rentan mengalami depresi jika ditinggalkan. Sebaliknya, orang yang optimis dan berlatih berpikir positif cenderung terhindar dari depresi.

Penyalahgunaan alkohol dan zat lain juga membuat seseorang rentan terhadap depresi. Hal ini juga meningkatkan risiko bunuh diri pada penderita gangguan depresi.

Dipicu Pola Asuh

Secara umum, penyebab depresi anak-anak juga sama dengan penyebab depresi pada orang dewasa. Yang menjadi pemicu depresi pada anak misalnya pola asuh orangtua yang terlalu keras, terpisah dari orangtua, tertimpa bencana atau musibah, dan sebagainya. Bisa juga akibat faktor lingkungan sekolah, atau pengalaman mengalami child abuse (kekerasan pada anak). 

Pada anak, biasanya manifestasi depresinya tidak khas seperti orang dewasa. Anak-anak mewujudkannya lebih kepada perbuatan. Seperti menjadi pemarah, tidak suka berteman atau berkumpul dengan teman-temannya, menjadi pemberontak atau pembangkang, prestasi akademisnya tidak optimal atau menurun, dan sebagainya. 

Untuk mencegah atau mengatasi depresi pada anak, orangtua harus sering berkomunikasi dan mengajak berbincang anak dalam suasana yang hangat dan nyaman. Mengajak anak bermain juga perlu. Apalagi, sekolah sebagai salah satu lingkungan anak sekarang ini justru sangat menekan dan menjadi stressor yang berpotensi membuat anak terganggu mentalnya. Contohnya, anak dijejali materi kognitif, sehingga ia kehilangan kesempatan untuk bermain.

Ubah Gaya Hidup

K eluarga dan teman penderita gangguan depresi seringkali merasa bingung dan tertekan. Akan tetapi, dukungan dan edukasi, serta pemahaman masyarakat yang lebih baik, merupakan bagian penting terapi. Semua ini dilakukan supaya gangguan depresi dapat ditangani dengan efektif.

Nah, seseorang yang mengalami perasaan sedih yang menetap dalam jangka waktu lama atau sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, sebaiknya menghubungi dokter keluarga atau pusat kesehatan masyarakat. Terapi sebenarnya tergantung pada gejala masing-masing individu, namun akan mencakup satu atau lebih dari hal-hal berikut:

- Intervensi psikologis, seperti Terapi Kognitif Perilaku (CBT), bertujuan mengubah pola pikir, perilaku, dan keyakinan yang berhubungan dengan depresi.

-Terapi interpersonal yang membantu seseorang memahami efek hubungan interpersonal pada emosinya.

- Obat antidepresan mengatasi perasaan depresi, menormalkan pola tidur dan nafsu makan, serta mengurangi kecemasan. Tidak seperti obat penenang, obat antidepresan tidak bersifat adiktif. Obat ini perlahan-lahan mengembalikan keseimbangan neurotransmitter di otak, memerlukan waktu 1 - 4 minggu untuk mencapai efek positifnya.

- Obat tertentu membantu mengatasi perubahan mood yang bergantian, seperti pada gangguan mood bipolar.

- Perubahan pola hidup, seperti latihan fisik dan mengurangi penyalahgunaan alkohol dan zat lain, membantu penyembuhan seseorang dari depresi.

- Pada beberapa bentuk depresi yang sangat berat, terapi elektrokonvulsi (ECT) merupakan terapi yang aman dan efektif. Terapi ini dapat meyelamatkan nyawa seseorang yang berisiko tinggi untuk bunuh diri, atau seseorang yang dapat meninggal karena tidak mau makan atau minum akibat depresi beratnya.

Hasto Prianggoro / bersambung