Bila Istri Bergaji Lebih Tinggi

By nova.id, Minggu, 10 Juli 2011 | 17:01 WIB
Bila Istri Bergaji Lebih Tinggi (nova.id)

Menurut Tya, perilaku suami yang demikian, boleh jadi lantaran si istri sering menunjukkan dirinya berduit, meski mungkin awalnya lebih merupakan toleransi atas keterbatasan suami. Sayangnya, suami yang "dikasihani" ini tak tahu diri, tapi bisa juga sebetulnya ia marah karena merasa diabaikan, "Kamu, kok, sombong sekali! Uang hasil jerih payahku tak dipakai untuk membiayai rumah tangga." Lagi-lagi istri mesti tanggap membaca situasi, lalu segera membicarakannya dengan suami, tentu secara baik-baik.

Namun bila suami memang tipe orang yang suka memanfaatkan dan cenderung boros, menurut Tya, tak ada salahnya istri berbohong. "Istri, kan, wajib menyelamatkan hasil jerih-payahnya untuk tabungan masa depan anak-anak." Memang, di satu sisi tak ada keterbukaan yang makin berpeluang membuat suami merasa dibohongi dan tak dihargai. Toh, ini bisa diantisipasi. Caranya, anjur Tya, sekali waktu bicarakan dalam situasi yang menyenangkan tanpa harus secara detail.

Namun bila suami termasuk pelit yang enggan sharing, Tya menganjurkan agar meminta suami membuatkan kartu kredit tambahan yang dibuka atas namanya, dan istri boleh memakai untuk belanja keperluan rumah tangga sementara tagihan jatuh ke tangan suami. Dengan begitu, suami jadi punya tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup keluarga.

Perkembangan Emosi Si Kecil Akan Terganggu

Jika masalah gaji selalu dijadikan alasan suami-istri untuk berselisih paham, jelas Tya, akan berdampak langsung pada perkembangan anak. Pasalnya, kehidupan keluarga merupakan dasar dari seluruh perkembangan anak dalam kehidupannya kelak. "Apa pun yang terjadi dalam keluarga, biasanya akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Minimal sampai usia 2 tahun, anak betul-betul butuh rasa aman dan nyaman dalam keluarga atau basic trust."

Jika rasa aman dan nyaman ini terusik, misal, ayah-ibu bertengkar secara terbuka, maka anak akan mengalami emosi negatif dan perkembangan emosinya pun terganggu. Tak lain karena ibu-bapak merupakan sosok terdekat yang amat berpengaruh bagi anak. Anak baru akan berkembang ke arah positif sepanjang orang tuanya bisa dijadikan teladan. Dalam arti, ibu yang bergaji lebih tinggi betul-betul bisa menempatkan diri sementara si bapak pun tak menunjukkan sikap minder.

Kemungkinan si Upik akan meniru merendahkan/meremehkan suaminya kelak, menurut Tya, bisa saja terjadi. "Anak, kan, belajar dari berbagai macam hal, termasuk lingkungan terdekat sebagai agen modelling atau teladan tadi." Terlebih bila ia kelewat sering mendengar ibunya memaki, "Dasar brengsek! Gimana, sih, kok, enggak becus cari uang!", misal. Meski tetap terbuka kemungkinan anak berkembang ke arah lain, terutama bila ia punya model lain yang positif, atau lantaran ingin menghindari hal-hal buruk yang pernah dilihat/dirasakannya.

  Th. Puspayanti/nakita