Kita memasang alat kontrasepsi tak lain agar tidak terjadi kehamilan, bukan? Namun upaya ini tak selamanya berhasil alias terjadi kebobolan. Benarkah janin akan cacat bila kita hamil saat ber-KB?
Kontrasepsi, terang dr. Nurwansjah, SpOG dari RSAB Harapan Kita, Jakarta, adalah usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Namun, diakui Nurwansjah, kontrasepsi bukanlah alat yang sempurna. "Masih ada kekurangannya, yaitu kehamilan tetap bisa saja terjadi." Sebab, masing-masing alat KB punya kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Faktor kekagalan KB bisa berasal dari alat atau manusia/penggunanya.
KB TANPA ALAT DAN OBAT
Yang termasuk KB jenis ini di antaranya adalah melakukan sanggama terputus, menyusui, menghitung masa subur, serta melakukan pembilasan vagina setelah berhubungan.
* Coitus interuptus
Senggama terputus atau melakukan penarikan penis dari vagina sebelum terjadi ejakulasi, sering menimbulkan kegagalan; bila terjadi pengeluaran sperma sebelum ejakulasi, terutama pada coitus yang berulang atau terlambat mengeluarkan penis dari vagina.
* Menyusui
Memang, diakui Nurwansjah, sebagian besar wanita yang sedang menyusui tak akan mengalami kehamilan. Hal ini ada kaitannya dengan hormon prolaktin yang dikeluarkan selama menyusui. "Hormon ini dapat menekan terdapat ovulasi atau pembentukan sel telur." Tapi, tetap saja ada kemungkinan sel telur diproduksi. Pun kala sedang masa nifas atau sebelum haid pertama terjadi setelah melahirkan. Maka bila setelah nifas melakukan hubungan, maka bisa saja terjadi konsepsi (pembuahan). Karena itu, saran Nurwansyah, usai nifas sebaiknya segera gunakan alat KB kalau memang belum ingin hamil lagi.
* Sistem kalender
Kerap dilakuka pasangan yang memilih KB paling alamiah. "Padahal, justru pada masa suburlah kedua belah pihak bisa sangat merasakan kenikmatan atau mudah melakukan perangsangan kedua belah pihak."
Selain itu, yang jadi kendala pula, sulitnya menghitung waktu yang tepat terjadinya ovulasi. Terlebih pada wanita yang haidnya tak teratur. Memang bisa dilakukan dengan cara menandai suhu basal tubuh. Menjelang ovulasi biasanya suhu basal tubuh menurun, namun sesudah ovulasi suhu badan akan naik lagi dan tetap tinggi sampai terjadinya haid. "Mengukur suhu basal tubuh bisa dilakukan tiap pagi bangun tidur sebelum melakukan kegiatan apa pun. Dengan termometer yang dimasukkan dalam ruktum atau dalam lidah, maka bisa diketahui suhu basal tubuh saat itu."
Tapi, perlu diingat suhu basal tubuh bisa juga meninggi tanpa terjadi ovulasi; bila terjadi infeksi, kurang tidur, ataupun sebelumnya minum minuman beralkohol.