Soal Pubertas Sampai Bullying

By nova.id, Jumat, 24 Juni 2011 | 06:12 WIB
Soal Pubertas Sampai Bullying (nova.id)

Soal Pubertas Sampai Bullying (nova.id)

"Foto: Aries Tanjung "

Apa dampak negatif dari pemilihan multimedia yang ada di rumah?

Era digital dan internet memang menghadirkan banyak kemudahan dan kecepatan sehingga hidup lebih dinamis. Namun dampak negatifnya, semua akses ke hal-hal buruk seperti pornografi menjadi dekat dengan anak-anak. Dampak yang paling ditakutkan, pornografi dapat merusak korteks prefontal atau pusat otak yang mengatur perilaku, sopan santun dan membuat keputusan sesuai norma. Terutama jika anak tidak mendapat edukasi seksualitas yang sehat.

Pada anak yang cenderung eksploratif, ia akan meniru maupun mencari sumber yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya. Bukan tidak mungkin, anak-anak ini berisiko seks bebas lebih besar.

Sebelum semua terjadi, berikan edukasi seks sejak dini. Jauh sebelum anak akil balig. Namun jika sudah terjadi, coba evaluasi dengan pola komunikasi efektif. Ingat, menuduh maupun menghakimi justru mendorong anak ke efek-efek negatif. Anak ekstrovert jadi lebih penasaran, sedang anak introvert menjadi bersalah berlebihan.

Jika sudah terlanjur terpapar, jangan diperpanjang lagi. Sebisa mungkin orangtua mengambil sikap tegas. Evaluasi apa yang membuat anak mudah terpapar pornografi. Orangtua boleh saja meminta kembali gadget yang sudah terlanjur diberikan pada anak namun jangan lupa utarakan alasannya serta pilihlah situasi yang kondusif ketika membicarakannya. Jangan lupa, sertakan seks edukasi yang memperkenalkan apa itu perbedaan seksual, apa saja tanggung jawab dan peran pria atau wanita.

Bagaimana mengatasi anak yang kecanduan game hingga sulit disuruh belajar?

Pada dasarnya, kecanduan disebabkan tidak adanya kegiatan lain yang lebih asyik. Untuk mengurangi kecanduan karena banyak efek buruk yang didapat dari kecanduan games, anak butuh kegiatan lain yang bisa mengalihkan perhatiannya.

Cobalah arahkan anak dengan mengajaknya melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan. Misal, mengajak mereka ke tempat favorit di mana mereka dapat mengungkapkan perasaan, harapan dan keinginannya, atau melakukan aktivitas menarik lain di rumah.

Selain menyodorkan alternatif, orangtua juga perlu menata ulang mind set-nya mengenai belajar. Belajar sejatinya adalah proses di mana anak meraih informasi sehingga dari yang tidak tahu menjadi tahu. Pada anak bergaya belajar auditori, mendengar merupakan cara belajar yang paling baik ketimbang membaca. Begitu pula akan berbeda pada anak visual, kinestetik, dan seterusnya.

Bagaimana menyiapkan mental anak menghadapi akil balig, mengingat anak-anak kini banyak yang mendapatkan haid lebih dini?

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, seks edukasi sebaiknya diberikan sedini mungkin, tanpa harus menunggu anak akil balig. Dengan catatan, beri informasi seusai tingkat kematangan.

Seks edukasi meliputi pengenalan alat kontrasepsi, perbedaan fungsi alat reproduksi laki-laki dan perempuan, perbedaan tanggung jawab terhadap alat kelamin masing-masing. Mulai menjaga kebersihan dan kesehatan alat kelamin, menjaga batas yang boleh terlihat dan tidak, menghitung siklus reproduksi, hingga bagaimana bersikap sesuai gender yang terbaik dan sebagainya. Anak juga wajib diberi informasi mengenali reaksi-reaksi tubuh seperti saat PMS, maupun mendapat mimpi basah (bagi anak laki-laki).

Semua aktivitas seks edukasi ini sebaiknya diberikan orang dewasa dengan gender yang sama agar anak lebih leluasa bertanya.

Apa yang harus dilakukan orangtua ketika anak jatuh cinta atau pacaran terlalu dini?

Jangan marah, itu yang pertama. Orangtua seharusnya menanyakan dahulu sejauh mana anak tahu tentang pacaran. Hindari sikap sok tahu atau menuduh, bersikap berseberangan apalagi menghakimi dan menganggap remeh perasaannya.

Apapun jawaban anak, dengarkan dahulu. Baru orangtua boleh memberikan pendapatnya dengan suasana komunikasi yang tetap harmonis. Anda boleh mengatakan, "Mama juga suka dan mau berteman kalau melihat cowok yang keren dan cerdas." Intinya, buatlah anak merasa diterima dahulu sehingga saluran komunikasi tetap terjaga dengan baik. Setelah anak merasa dekat dan bisa terbuka, baru orangtua bisa memberikan rambu-rambu pacaran yang baik. Kenalkan norma asusila, kegiatan seks, tanggung jawab dan sebagainya.

Bila perlu, biarkan anak mengeluarkan pandangannya terlebih dahulu mengenai kegiatan pacarannya, orangtua cukup meluruskan. Mencapai ini, kuncinya hanya komunikasi yang baik.

Mengapa anak-anak yang berangkat puber, terutama anak laki-laki, lebih sulit diatur dan menjauh dari orangtua?

Anak-anak pada fase tumbuh identitas (puber) memiliki kesadaran diri yang lebih berkembang, dan ini normal. Nah, ketika ia menolak perlakuan yang biasa diterima, jangan dulu salahkan mengapa anak berubah. Wajar ia bersikap demikian, mengingat anak juga akan mendapat reaksi atau pandangan sosial yang negatif dengan perlakuan yang tak sesuai usianya.

Jika merasa anak menjauh dan berubah ketika mulai remaja, introspeksi diri dahulu apakah orangtua sedang tak siap menerima perkembangan anak. Jangan menyalahkan anak yang lebih asyik dengan teman-teman seusianya. Ingat, waktu bisa saja secara lebih banyak dihabiskan bersama teman. Akan tetapi orangtua bisa membuat waktu bersama anak lebih berkualitas, dan ini yang membuat anak lebih dekat dengan orangtua.

Indikator anak memiliki kualitas hubungan yang baik adalah kenyamanan saat berada di tengah keluarga. Kalau baru duduk sebentar anak sudah tidak betah, berarti ada yang salah dan segera perbaiki pola komunikasi dan penerimaan Anda sebagai orangtua.

Dan, jangan memaksakan harus ada waktu khusus maupun waktu yang panjang untuk memiliki kualitas hubungan dengan anak. Meski sesaat anak bercerita pada orangtua, ini adalah bentuk indikator hubungan anak dengan orangtua yang baik.

Bagaimana menghadapi anak yang menjadi korban bullying?

Ketik anak di-bully, kita juga perlu tahu kenapa anak di-bully. Apakah memang anak kita yang tidak berdaya, keterampilan sosial kurang, tidak bisa berkomunikasi dengan baik atau memang percaya diri rendah.

Namun pastikan anak cukup terbuka mengenai permasalahannya sebagai korban bullying. Bertanya apakah anak menjadi korban bullying bukan cara yang bagus untuk mengetahui secara pasti. Orangtua harus mengamati perubahan perilakunya atau gali informasi (tapi tidak interogatif). Coba pancing anak agar bercerita dengan mengajaknya menggambarkan satu per satu kawan-kawannya.

Selanjutnya orangtua perlu meng-encourage agar percaya diri anak meningkat. Caranya, bisa dimulai dengan merefleksikan kelebihan anak. Kemudian coba buat anak tahu jika dirinya juga memiliki nilai lebih dan berharga.

Apa yang harus dilakukan orangtua ketika anak mulai kecanduan berjualan online melalui jejaring sosial?

Jejaring sosial menawarkan cara berkoneksi dengan banyak orang di waktu singkat. Lebih mudah dan murah ketimbang cara konvensional.

Pada beberapa situasi hal ini juga bisa menyebabkan kecanduan, terutama fungsinya yang memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Selain itu, ada kepuasan lain ketika menerima uang. Belum lagi ketika berjualan di Facebook, anak mendapat respon dari orang lain dan ini memang mengasyikkan. Tapi intinya, jika anak tidak memiliki aktivitas lain yang menyenangkan Ia akan terus melakukan hal tersebut. Solusinya, berikan ide aktivitas yang lebih menarik sehingga konsentrasi ke satu bidang tersebut teralihkan.

 Laili Damayanti

Narasumber: Nisfie MH Salanto,Psi., Psikolog anak LPTUI, staf pengajar program vokasi rehabilitasi medik FKUI dan konselor sekolah IF Al Fikri Depok