Meski bayi sebaiknya dikenalkan dengan berbagai aneka rasa makanan, bukan berarti kala orang tua mengunyah permen lalu bayi diberikan sedikit permen atau ketika makan sesuatu rasa asam, lalu bayi diberi sedikit. "Hal itu tidak betul karena bisa saja ada bahayanya. Selain itu juga bukan cara pembelajaran yang baik dan tak mendisiplinkan dia dalam hal pemberian makan," kata Waldi.
Sebaiknya, dalam mengenalkan rasa pada bayi diberikan makanan yang memang khusus diperuntukkan buat bayi. "Mengenalkannya pun sebaiknya harus memperhatikan usianya."
Misal, memberi keju yang ada rasa asinnya, sebaiknya setelah ia setahun. Untuk mengenalkan dengan rasa-rasa bumbu, sebaiknya juga baru dimulai di usia setahun. Karena pada usia tersebut, ia dianggap sudah bisa memakan makanan biasa atau orang dewasa seperti lontong, kentang, nasi, dan lainnya.
VARIASIKAN BERBAGAI MAKANAN
Penting diketahui, pengenalan rasa pada bayi sangat berpengaruh terhadap selera makan dan pola makannya kelak. Ada, kan, anak yang hanya senang makanan yang gurih-gurih dan asin saja? Ada pula yang senang dengan makanan yang manis-manis.
Orang tua, menurut Waldi, sangat berperan dalam pembelajaran rasa pada anaknya. Sebab, kecenderungan atau berlanjut tidaknya anak hanya pada satu jenis rasa saja tergantung dari keluarganya sendiri. "Anak akan meniru pada kebiasaan yang berlaku dalam keluarga. Jadi, kalau keluarganya suka makan kue atau buah saja, anak pun demikian. Sebab, apa yang orang tua makan, itulah yang anak akan makan."
Namun bila sejak bayi sudah dikenalkan pada berbagai rasa dan bau makanan, biasanya anak tak menunjukkan kesulitan dalam hal makan. "Karena apa yang diperolehnya sejak bayi akan diingatnya terus dalam memori otaknya." Itu sebab, dalam pemberian makanan sebaiknya orang tua tak membatasi diri. "Kenalkan anak dengan berbagai rasa dan biarkan ia mencobanya." Dengan menyukai berbagai jenis makanan tentunya berguna untuk mendukung tumbuh kembangnya.
Memori yang tersimpan di otaknya itu pun bukan melulu yang baik, melainkan juga dalam hal trauma pada jenis rasa tertentu. "Misal, kala ia pertama mengenal rasa pahit yang berasal dari obat, pemberiannya dengan cara dicekoki atau dengan pemaksaan, akan membuat anak jengkel, sakit hati dan marah. Kelak mengakibatkan anak jadi trauma dengan rasa pahit." Ini bisa terus berlanjut sampai usia anak besar, lo.
Begitupun jika gara-gara kita kesal, lantas bayi diolesi rasa pedas, nantinya si bayi pun akan melihat "sejarah"' diberikannya rasa itu. "Sejarah" ini akan menempel seumur hidup, walaupun sering kemudian terendap di bawah sadarnya.
Menyusu ASI Bukan Cuma Mengenal Rasa Manis
Sebenarnya, dengan si kecil menyusu ASI, bukan cuma sekadar rasa, tapi ada aspek lain yang tak bisa diganti. Bukankah saat menyusu, ia menempel pada payudara ibu dan mendapatkan kehangatan seorang ibu? Selain itu, ia pun bisa mencium bau badan sang ibu dan merasakan cara ibu memegangnya. "Nah, ini semua tak bisa tergantikan dengan susu botol," kata Waldi.
Ingat, seluruh pancaindra bayi sudah berfungsi. Hubungan antarindra inilah yang kemudian penting dalam membangun hubungan emosional antara ibu dan bayinya. Itu sebab, bila ingin mengenalkan susu formula, saran Waldi, sebaiknya yang memberikan bukan ibunya tapi ayahnya, neneknya, atau saudara yang lain maupun pengasuh. Tujuannya, agar si kecil mau menerima susu tersebut. "Boleh pakai botol tapi lebih dianjurkan menggunakan sendok."
Bila si ibu yang memberikan susu formula, dikhawatirkan bayi akan menolak dan terkena "bingung puting". "Ia membaui bau ibunya, gerakan-gerakan ibunya, tapi ternyata yang diterimanya bukan minuman yang ia kenal baik, yaitu ASI, melainkan susu formula." Bayi akan mengalami "kebingungan" relasi yang selama ini ia bangun antara dirinya dan ibu.
Dedeh Kurniasih/nakita