Namun, bukan berarti terlalu rajin belajar tidak memiliki efek samping yang harus diwaspadai orangtua. Menurut Fika, anak akan mulai merasa terobsesi akan keberhasilan. Sehingga bisa saja ia stres saat gagal, cemas atau tegang saat tidak belajar, atau menjadikan belajar sebagai pengalih perhatian.
Dengan kata lain, anak yang terlalu rajin belajar memiliki kekurangan dari sisi kecerdasan emosional. Untungnya, orangtua bisa membantu menyeimbangkannya. Misalnya, memberi kesempatan anak mengekspresikan perasaan dengan menempelkan stiker atau kartu yang bergambar ekspresi wajah (minta anak memilih kartu sesuai suasana hatinya). Lalu, ajarkan anak curhat dengan menanyakan kejadian di sekolah atau bertukar cerita dengan pengalaman pribadi orangtua sewaktu kecil. Terakhir, libatkan anak dalam kegiatan olahraga atau organisasi, agar anak belajar bersosialisasi dengan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Kenalkan dengan Kegagalan
Banyak orangtua yang lupa mengajarkan kepada anak apa itu dan bagaimana menghadapi kegagalan. Sebelum terlambat, terapkan beberapa cara berikut:
Beritahu anak kalau setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, tiap performa pasti ada naik dan turun layaknya kondisi tubuh (sehat-sakit). Jadi, tak apa jika sesekali mengalami kegagalan.
Gunakan media buku cerita atau film yang mengandung pesan moral tentang bagaimana menghadapi kegagalan.
Jika nilai anak jelek, jangan langsung menganggapnya bodoh. Coba ajak anak mencari penyebab kegagalannya. Jika masalahnya sudah diketahui, bantu anak mengatasi kegagalannya. Anak pasti akan makin giat belajar agar tidak salah lagi.
Jangan terlalu fokus pada kesalahan yang anak buat. Misalnya, "Lho, kok salahnya bisa sampai enam soal. Kenapa begitu?" Akan lebih baik, "Kamu sudah bisa jawab empat soal, berarti kamu mengerti materi yang ini. Apa yang membuat kamu tidak bisa menjawab sisanya?" Dengan begitu anak tetap merasa usaha sekecil apapun akan dihargai, sehingga ia tak mudah kecil hati.
Ester Sondang