Konflik Gara-Gara Pembantu

By nova.id, Sabtu, 2 April 2011 | 17:05 WIB
Konflik Gara Gara Pembantu (nova.id)

PAHAMI KEBUTUHAN PASANGAN

Yang jelas, Bu-Pak, apa pun permasalahannya, saran Wieka, "bicarakan baik-baik secara pribadi di antara suami-istri dan jangan pernah di depan pembantu." Dengan begitu, kesalahpahaman bisa diminimalkan tanpa membuat pasangan merasa disudutkan atau dilecehkan, sementara si PRT pun tak jadi besar kepala lantaran merasa dibela.

Selain itu, suami dan istri juga dituntut untuk saling memahami kebutuhan pasangannya. Bila suami bawel mempersoalkan seduhan kopi yang kurang pas atau berulang kali terkesan membesar-besarkan hasil setrikaan pembantu yang kurang licin, misal, cobalah gali perasaannya. Bukan tak mungkin, lo, Bu, sebetulnya Bapak menghendaki kita sendirilah yang membuatkan kopi untuknya atau menyetrika pakaiannya.

Apalagi, bilang Wieka, ternyata cukup banyak suami yang menuntut hal-hal paling intim/pribadi dikerjakan istri, termasuk mencucikan pakaian dalamnya atau menyajikan makanan untuknya. Bila tak disepakati sejak awal, hal-hal begini bisa memunculkan protes keras yang bakal menjadi duri dalam daging bagi perkawinan. Tentu saja suami pun perlu memahami keterbatasan istri semisal hanya menguceknya saja, kemudian dibilas pembantu atau cuma sempat masak istimewa di hari libur. Dengan demikian, kebutuhan suami terpenuhi, sementara istri pun tak merasa terbebani dengan perannya akibat tuntutan-tuntutan tadi.

Kendati "tugas-tugas" kerumahtanggaan bukan kewajiban istri semata, ternyata suami memiliki kebutuhan untuk mendapat kenyamanan di rumah dari istrinya, lo. Artinya, sepulang kantor suami ingin mendapati rumahnya dalam keadaan bersih dan rapi, serta kebutuhan pangan dan sandang tertangani. Menurut Wieka, "Hal-hal ini merupakan bentuk support tersendiri buat para suami." Itu sebab, tak terpenuhinya kebutuhan ini juga merupakan salah satu pemicu konflik suami istri.

Soalnya, kebutuhan akan kondisi rumah yang memberi kenyamanan ternyata merupakan salah satu kebutuhan utama pria. Disamping kebutuhan akan seks, teman yang menarik, partner yang bisa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang menarik alias berbau hura-hura.

Sementara kebutuhan utama wanita adalah afeksi, kasih sayang/kemesraan, teman yang bisa diajak bercurhat, pasangan yang menjunjung komitmen, selain finansial support. Itu sebab, kritik suami terhadap istri soal pembantu bisa sangat membuatnya amat tersinggung, lo. Makanya, direm saja, deh, sekiranya pujian buat pembantu bakal "menjatuhkan" istri tercinta.

PERLU DIGEMBLENG

Selain itu, baik suami maupun istri, diminta untuk memahami perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita. Soalnya, Bu, bukan maksud Bapak membela si Iyem, kok. Melainkan karena kaum Adam biasanya memiliki pola pikir praktis saja, semata-mata menyadari betapa berat hidup berumah tangga tanpa pembantu, terlebih di kota besar atau bila istri juga sama-sama bekerja.

Semisal istri yang jadi ngomel melulu lantaran kecapean, tak sempat mengurus diri maupun anak-anak, sementara rumah juga berantakan. Lantaran ingin menyelesaikan masalah atau minimal tak ketambahan masalah baru itulah, para suami lebih mampu bertoleransi terhadap kekurangan pembantu.

Perlu diingat juga, Bu, sekecil apa pun peran kita, kontrol terhadap pengelolaan rumah tetap ada di tangan kita, kok. Sedangkan seberapa besar porsinya dan bagaimana pengaturan/pembagian kerja dengan suami, lagi-lagi hanya tergantung style. "Enggak ada yang mengharuskan istri jadi ratu dapur. Apalagi trend-nya pun kini mulai bergeser dan semakin memungkinkan para suami kian terlibat dalam perputaran roda rumah tangga. Pergeseran ini tak lagi membuat para suami yang mau terjun ke dapur merasa dirinya aneh atau memiliki kelainan," bilang Wieka. Itu sebab, jangan ragu untuk melibatkan suami dan seluruh anggota keluarga, terutama saat pembantu mudik.

Sedangkan untuk suami yang tega menutup mata terhadap kerepotan istrinya, anjur Wieka, tak ada salahnya menggembleng/mereedukasi mereka. Boleh jadi mereka dibesarkan dalam kebiasaan/pengasuhan seperti itu. Akan tetapi masing-masing pribadi maupun hubungan suami istri itu sendiri terus berkembang. Jadi, Bu, tak ada salahnya mulai mengajak suami peduli pada urusan rumah tangga. Pujilah kalau suami sudah mau menyingsingkan lengan bajunya. Atau berikan rewarddalam bentuk lain, semisal menunjukkan wajah cerah atau memberi pijatan mesra.