Sudah punya pasangan tetap, tapi lebih memilih masturbasi. Normalkah?
Normal tidaknya masturbasi, menurut Dr. Boyke Dian Nugraha DSOG, MARS sangat ditentukan oleh perilaku suatu masyarakat. Dokter spesialis kandungan dari Klinik Pasutri, Tebet, Jakarta Selatan ini mengatakan, hal itu bisa dilihat dari data survei, seperti yang menyatakan bahwa 66%-76% pria yang telah beristri ternyata masih melakukan masturbasi di samping hubungan seks dengan pasangannya. Prosentase di atas dua per tiga itu menandakan bahwa masturbasi dilakukan sebagian besar suami dan oleh karenanya bisa dianggap normal.
FAKTOR PENYEBAB
Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan pasangan lebih memilih masturbasi daripada hubungan seks. Antara lain, kekecewaan terhadap pasangan, pasangan sudah tidak "hot" lagi, bentuk tubuh pasangan sudah tidak menarik, pertengkaran yang terus-menerus, atau ejakulasi dini yang tak tertangani.
"Melalui masturbasi, segala keluhan, permasalahan, dan hambatan yang sebetulnya menyebabkan hubungan seks terhenti bisa ditutupi," kata Boyke. "Alasannya, lewat masturbasi, suami/istri lebih bisa mendapat keleluasaan dalam berfantasi dan mengatur waktu klimaksnya."
Hal ini juga berlaku sama untuk wanita yang telah menikah tapi tetap bermasturbasi. Bisa jadi dalam berhubungan seks istri tidak mencapai orgasme. Dengan bermasturbasi dia akan mempunyai dunia sendiri. Dia bisa mendapatkan apa yang benar-benar diinginkannya.
Dalam sebuah penelitian juga disebutkan bahwa masturbasi ada hubungannya dengan perilaku ketika masih lajang, meskipun tidak signifikan. Artinya, kebiasaan ini hanya memperbesar kemungkinan seseorang untuk tetap melakukan masturbasi walaupun ia sudah menikah. "Namun demikian, tidak selalu kebiasaan masturbasi itu dibawa dari masa lajang," tandas Boyke.
BILA PASANGAN TERSINGGUNG
Seringkali, suami/istri merasa tersinggung saat tahu pasangannya memilih memuaskan diri sendiri daripada melibatkan dirinya. "Memang," kata Boyke, "bisa jadi fantasi selama bermasturbasi lebih 'dahsyat' dibanding hubungan seksual dengan pasangan, sehingga kebiasaan ini berjalan terus dalam pernikahan."
Namun, Boyke menganjurkan untuk tidak langsung bersikap marah seandainya suatu saat memergoki suami/istri telah atau sedang bermasturbasi. "Itu kuncinya. Tanyakan baik-baik apa sebabnya dia berkelakuan seperti itu dan dengarkan alasannya. Jangan langsung memotong dengan tuduhan, dia tidak sayang lagi, sudah bosan, apalagi mengatakan bahwa dia sakit." Tanamkan dalam pikiran kita bahwa masturbasi hanyalah sekadar pelepasan ketegangan, dan tidak ada hubungannya dengan rasa sayang. Biarkan ia memiliki ruang untuk menikmati dirinya sendiri. "Masturbasi bukanlah aib atau kelakuan yang kotor. Masturbasi bisa digunakan sebagai sarana pelepasan ketegangan seksual dan pelepasan amarah yang terpendam. Orang yang melakukan masturbasi hanya ingin membahagiakan dirinya sendiri, dengan fantasi-fantasinya tanpa melibatkan kehadiran orang lain di situ."
Namun, tidak berarti kepuasan yang didapat dari masturbasi selalu lebih nikmat daripada hubungan seks, begitu juga sebaliknya. Bagi sebagian pria mungkin tidak begitu terasa perbedaannya, karena masturbasi dan hubungan seks sama-sama menghasilkan ejekulasi dan orgasme. Berbeda dengan wanita yang mungkin akan lebih terpuaskan lewat masturbasi karena dengan cara ini titik yang tepat bisa tersentuh dengan tepat.
Jadi, menurut Boyke, masturbasi ataupun hubungan seks bisa diibaratkan sebagai makanan enak "Misalnya tiap hari kita makan steak, walaupun enak, tapi tetap saja ada rasa bosan. Sesekali ingin juga makan gado-gado atau sayur asem. Sekadar untuk variasi. Bukankah begitu?"