Tentunya kita jangan berharap bahwa pasangan akan berubah dalam sehari. "Hargailah perubahan sekecil apapun." Misalnya, biasanya ia pulang kantor langsung lempar tas ke mana saja ia suka. Nah, kali ini tidak walaupun ditaruhnya masih sembarangan yaitu di atas meja.
Mungkin mata kita masih "sepat" melihatnya, tapi hargailah agar ia pun merasa dihargai, "Oh, dia melihat perubahanku walau sedikit." Lama-lama ia tentunya akan melangkah lagi. "Jadi jangan melihat suatu sukses itu dalam paket besar. Paket kecil-kecil pun lama-lama akan besar. Jangan lupa, yang berubah itu manusia yang sudah jadi pribadinya sehingga tak mudah secepat itu untuk berubah."
Selain itu, Yati minta agar kita lebih santai dalam menghadapi pasangan. Daripada istri marah, misalnya, "Masak taruh sepatu sembarangan? Jorok benar, sih, kamu! Saya capek harus mengurusi sepatumu terus," lebih baik katakan dengan santai, "Mbok, ya, jangan taruh di situ, tapi ke belakang sana di tempatnya." Begitu juga kalau suami komplain karena istrinya selalu memakai daster dan pakai peniti pula. Daripada marah, berilah alternatif, "Apa kamu mau saya belikan daster baru?" Begitu lebih enak, kan!
Menurut Yati, kalau kita berpikirnya alternatif, bukan hitam-putih, maka tak akan menimbulkan pertengkaran. Malah jadi lucu dan humor. Jadi, tandasnya, "asalkan kita bisa me-manage tahun pertama ini agar berjalan manis, maka akan bagus sekali."
Biasanya, masa pahit di tahun pertama akan berlangsung hingga tahun ke-4 perkawinan, karena sampai tahun tersebut kita masih dalam masa penyesuaian. Meskipun seharusnya memasuki akhir pertama kita sudah mulai bisa belajar menyesuaikan diri. "Nah, kalau prahara di tahun pertama bisa dilewati, biasanya di tahun kedua dan seterusnya akan manis," ujar Yati. Sebab, di tahun ke-2 dan seterusnya biasanya sudah ada anak, sehingga pikiran dan tenaga akan tercurah pada anak. Dengan demikian, yang tadinya hati mulai mendingin terhadap pasangan, jadi balik lagi dan bahkan bisa jadi hangat lagi dengan adanya anak.
Namun begitu bukan berarti pada tahun-tahun selanjutnya akan terus mulus. Sebab, yang namanya perkawinan merupakan proses, sehingga penyesuaian dan pertengkaran akan terus berjalan. Tinggal bagaimana kita menyiasatinya.
Indah Mulatsih