Si Kecil Perlu Diajak Ke Kantor

By nova.id, Kamis, 3 Februari 2011 | 17:01 WIB
Si Kecil Perlu Diajak Ke Kantor (nova.id)

Manfaatnya banyak, lo, Bu-Pak. Tapi kita harus bisa bersikap adil antara pekerjaan dan anak agar tetap bisa produktif.

Jika selama ini Bapak-Ibu tak pernah mengajak si kecil ke kantor, coba, deh, sekali-sekali. Soalnya, dengan mengajak anak ke kantor, "bisa membuka wawasan pengetahuan anak akan dunia lain selain dunianya," terang Ery Soekresno Psi. Hal ini bisa jadi bekal baginya saat dewasa kelak.

Selain itu, anak jadi tahu apa yang dikerjakan orang tuanya. "Mungkin selama ini ia bertanya-tanya dalam hati, ke mana saja, sih, Ayah dan Ibu setiap hari berangkat pagi dan pulangnya sore atau bahkan malam." Ia hanya menebak-nebak apa saja yang dilakukan orang tuanya. Setelah diajak ke kantor ayah-ibunya, barulah ia mengerti, "Oh, Ibu dan Ayah tiap hari keluar rumah dari pagi sampai sore itu ke sini, toh, bekerja."

Dengan begitu, lanjut pengisi acara Diambang Fajar pada sebuah stasiun TV swasta ini, apa yang tadinya abstrak jadi konkret baginya. Misal, "Oh, ini yang dinamakan kantor. Oh, ini namanya bekerja." Jadi, ia merasa terpuaskan karena yang selama ini belum terbayangkan, kini bisa ia ketahui.

Pada anak yang lebih besar, ada kebanggaan diajak ke kantor. Apalagi jika ia melihat di meja kerja ibu-bapaknya terpampang fotonya. Ia berpikir, "Oh, ketika Ayah/Ibu pergi bekerja selalu mengingatku." Pengaruhnya besar, lo, buat anak, "dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya," tutur psikolog dari Lembaga Pengembangan Sumberdaya Insani AMNA ini.

PERUSAHAAN MENGIJINKAN

Tapi sebelum mengajaknya ke kantor, harus diperhatikan apakah perusahaan mengijinkan atau tidak. Pasalnya, ada pendapat, mengajak anak ke kantor mencerminkan ketidakprofesionalan kantor dan orang tua. Pendapat ini muncul karena ayah atau ibu akan kesulitan membagi perhatian antara kewajibannya sebagai karyawan dan orang tua.

Di Amerika, baik kantor swasta maupun pemerintah, mengijinkan anak diajak ke kantor. Mereka berangkat dari hasil penelitian, perusahaan yang sangat memikirkan keluarga biasanya jumlah pegawai yang keluar-masuk tiap harinya sangat sedikit dan bisa ditekan levelnya. Dari penelitian juga terungkap, ketika ayah tenang, ia lebih produktif karena tak terganggu dengan pikiran akan keluarga. Itulah mengapa, perusahaan di sana juga mengijinkan para ayah cuti untuk mengurus buah hatinya; bukan cuma para ibu yang boleh cuti.

Jadi, sebelum mengajak si kecil ke kantor, cari informasi dulu, ya, Bu-Pak, apakah kantor mengijinkan atau tidak. Selain,harus pula diperhatikan, apakah lingkungan kantor berbahaya atau tidak bagi si kecil. "Kantor yang banyak polusi atau yang memang tak baik untuk dimasuki anak balita semisal pabrik dan rumah sakit, tentulah akan berdampak buruk bagi anak."

USIA & KARAKTER ANAK

Perhatikan juga usia anak. Yang paling pas, menurut Ery, usia 4 atau 4,5 tahun, "karena ia sudah bisa berbicara dengan jelas, baik kata-kata maupun maksud omongannya." Jadi, aspek kognitif atau kemampuan berpikirnya sudah jalan hingga ia bisa diajak ngobrol atau diberi pengertian.

Bukan berarti anak usia batita tak boleh diajak ke kantor, lo. Manfaatnya juga ada, kok, yaitu membantunya bereksplorasi. Cuma kemampuan menyesuaikan terhadap lingkungannya masih kurang. "Makin muda usia anak, kan, makin sulit untuk mengerti dan memahami kejadian di sekitarnya. Ia akan kaget memandang dunia yang terlalu besar karena belum siap." Dikhawatirkan ia jadi ketakutan sehingga timbul trauma, misal, trauma mendengar suara keras atau trauma ketinggian, dan sebagainya.

Tentang karakter anak, kita tak boleh membeda-bedakan. "Karakter anak itu unik. Justru karena keunikannya itulah, ada yang cepat beradaptasi dan ada yang lama. Namun keduanya tetap boleh diajak ke kantor." Hanya saja, dibanding anak yang mudah beradaptasi, pada anak yang lama adaptasinya akan lebih sulit menanganinya. "Sejak jauh-jauh hari ia perlu dikenalkan dulu dengan kantor ayah-ibunya." Misal, kala ayah menjemput ibu ke kantor, ajaklah si kecil. Dengan begitu, ia lebih siap karena telah mengenali situasi dan rekan-rekan kerja orang tuanya.

BUAT KESEPAKATAN

Bila si kecil sudah siap diajak ke kantor, tindakan kita berikutnya, mengantisipasi kemungkinan ia berbuat ulah semisal berteriak-teriak atau malah mengamuk. Caranya, ajak ia membuat kesepakatan bersama. Misal, "Nanti di kantor Ayah, Kakak enggak boleh teriak-teriak atau lari-lari, ya. Kalau Kakak teriak-teriak dan lari-lari, nanti kerja Ayah dan teman-teman Ayah jadi terganggu." Atau, "Ade nanti kalau mau pipis atau pup bilang sama Ibu, ya. Tapi enggak boleh sambil menangis atau teriak-teriak, lo." Kesepakatan ini dibuat agar anak siap melakukan tugas dan kewajibannya selama berada di kantor ayah/ibunya.

Tapi kita juga harus memberinya reward, lo, agar ia termotivasi melakukan hal-hal yang disepakati bersama. Misal, "Kalau Kakak bersikap manis, pulang kantor nanti kita beli kaset yang Kakak suka." Tentu kita harus menepati janji itu bila ia bersikap manis. Sebaliknya bila ia membuat ulah, jangan dimarahi tapi ingatkan kembali akan janji kita untuk memberinya reward, "Katanya, tadi enggak akan nakal. Kok, sekarang nakal, sih? Bagaimana dengan kasetnya? Enggak mau, ya?" "Insya Allah, ia berhenti membuat ulah yang tak kita harapkan karena ingat akan janji dan hadiah yang akan diterimanya."

Jangan lupa, siapkan pula barang-barang dan mainan kesukaan si kecil untuk dibawa ke kantor agar ia merasa aman di lingkungan barunya. Bahkan, bantal "dekil" favoritnya pun perlu diboyong ke kantor agar ia bisa tidur. Dengan begitu, ketika kita sedang bekerja, ia punya kegiatan atau malah tidur nyenyak.

Bila si kecil masih usia batita, sebaiknya ajak juga pengasuhnya. Menurut Ery, ada dua keuntungan yang didapat dengan membawa pengasuh. "Pertama, kita bisa mengawasi anak secara langsung, bisa menambah wawasan anak, dan memberinya kesempatan bereksplorasi. Kedua, kita bisa bekerja sebagaimana mestinya."

CUKUP DUA JAM

Tentunya, saat di kantor, mau tak mau kita sebagai karyawan sekaligus orang tua harus dapat berlaku adil. Kita tak bisa terlalu terfokus pada salah satunya, pekerjaan atau anak. Di sisi lain, anak tak bisa terlalu lama main sendiri karena ia cepat bosan, selain merasa asing di kantor. Akibatnya, ia ingin perhatian dan perlindungan lebih dari orang tua hingga kita harus menemaninya.

Nah, hal ini akan sulit dilakukan bila kita tak punya ruang kerja pribadi. Ketika kita lagi menemani anak bermain, mungkin saja mengganggu rekan-rekan sekantor. Bahkan, bisa jadi atasan kita berpendapat, dengan membawa anak, aktivitas kita jadi tak produktif. Kendati begitu bila proses kerja masih dapat berjalan dan produktif, tak masalah, kok. Toh, hasil kerjanya bisa dibuktikan.

Namun untuk mencegah agar kehadiran anak tak mengganggu sebaiknya anak jangan lama-lama di kantor. Apalagi jika mengajak batita, cukup 2 atau 2,5 jam. "Lebih dari itu ia jadi rewel karena bosan. Soalnya, kantor bukan tempat familiar buat anak, space-nya juga mungkin terbatas, dan semua orang yang ada di kantor merupakan orang baru baginya." Lain hal bila si kecil sudah terbiasa berada di kantor kita atau usianya di atas balita, malah tak menutup kemungkinan bisa lebih lama lagi, dari pagi hingga sore, misal. Kendati umumnya, bila seharian penuh di kantor, anak tak akan sanggup kecuali kita juga mengajak pengasuhnya.

Selain itu, anak sebaiknya juga tak terlalu sering diajak ke kantor. "Kantor itu, kan, tempat orang dewasa bekerja. Dilihat dari segi keamanan dan kesehatan, dan kenyamanan juga kurang bagus buat anak-anak." Paling baik, 3 atau 6 bulan sekali diajak ke kantor. Selain untuk menghindari dampak negatif tadi, juga agar anak tak bosan. Dengan begitu, ketika harus diajak ke kantor kembali, ia akan senang dan kerasan bersama orang tuanya di tempat kerja.

Nah, Bu-Pak, kini sudah siap, kan, mengajak si kecil ke kantor? Tapi jangan lupa, sebelumnya minta ijin dulu pada atasan maupun rekan-rekan sekantor. Kalau tidak, bisa-bisa Ibu-Bapak kehilangan pekerjaan hanya gara-gara membawa si kecil ke kantor.

AYAH PUN PERLU MEMBAWA ANAK KE KANTOR

Umumnya, para ibu yang kerap membawa anak ke kantor. Terlebih kala di rumah tak ada orang yang menjaga anak lantaran pengasuhnya pulang kampung, misal. Padahal, membawa anak ke kantor bukan cuma tugas ibu semata, lo. Malah menurut Ery, tak benar bila dikatakan di Indonesia tak umum ayah membawa anak ke kantor. "Lo, anak itu, kan, anaknya ayah dan ibu. Jadi, yang mengurus anak, ya, harus ayah dan ibu juga."

Itulah mengapa, tegasnya, ayah pun perlu membawa anak ke kantor, bukan cuma ibu. Hingga, ketika ibu tak memungkinkan untuk membawa anak ke kantor sementara di rumah tak ada yang menjaga anak dan ayah pun lagi enggak dinas keluar, maka ayah tak akan malu atau canggung lagi untuk membawa anaknya ke kantor.

SEGERA AMBIL SIKAP

Jika di rumah tak ada yang menjaga si kecil, menurut Ery, kita boleh membawa si kecil ke kantor selama beberapa hari berturut-turut. Kendati pada hari pertama dibawa ke kantor biasanya anak bermasalah, karena ia, kan, harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun di hari-hari selanjutnya ia akan bersikap seperti biasa karena sudah bisa beradaptasi.

Yang perlu diperhatikan, selain si kecil harus disiapkan, kita pun harus bisa mendeteksi atau mengetahui sedini mungkin gejala-gejala yang diperlihatkan si kecil sebelum ia membuat ulah yang bisa mengganggu aktivitas kita dan rekan-rekan sekantor. Misal, tengah asyik bermain, tiba-tiba si kecil melempar mainannya. "Mungkin ia mengantuk atau ingin perhatian kita sebagai orang tua."

Kalau sudah begitu, kita harus segera ambil sikap. "Bawa anak ke tempat atau suasana baru seperti ke luar ruangan atau anak ditidurkan dulu." Bila si kecil tak jua tenang, "sebaiknya orang tua dan anak kembali ke rumah." Soalnya, terang Ery, bila dipaksakan tetap di kantor, dikhawatirkan si kecil malah makin menjadi-jadi. Tapi jangan dimarahi, ya, Bu-Pak, karena si kecil tak bisa disalahkan. Bukankah kantor memang bukan tempatnya anak-anak?

TITIPKAN SI KECIL DI TPA

Selain membawa si kecil ke kantor, kita pun bisa menitipkannya di TPA bila di rumah tak ada yang mengawasinya. Nah, berikut tips memilih TPA dari Ery:

* Pilih TPA yang lokasinya dekat dengan kantor agar memudahkan kita menjenguk anak, entah untuk melepas rasa kangen, memberinya ASI, atau mengajaknya bercanda.

* Lihat program yang ditawarkan dan fasilitasnya.

* Perhatikan secara teliti perbandingan jumlah pengasuh dengan anak yang diasuh. Yang terbaik, satu pengasuh untuk 3 bayi, satu pengasuh untuk 6 anak usia 1-2,5 tahun, dan seterusnya.

* Pastikan TPA-nya aman buat si kecil.

* Alangkah baiknya bila kita punya referensi dari teman yang telah atau pernah menitipkan anaknya di TPA.

Bila sudah ketemu TPA-nya, siapkan segala yang dibutuhkan anak selama berada di TPA seperti pakaian, makanan kegemaran anak, mainan favoritnya, dan sebagainya. "Biasanya untuk makanan, bila anak sudah bisa makan makanan berat, TPA akan menyediakannya. Tapi bila anak harus makan makanan khusus seperti bayi, kita harus menyiapkan sendiri dari rumah."

 Julie/Gazali Solahuddin/nakita