Selain itu, tentu saja orang tua harus mencukupi kebutuhan pokok anak dan menerapkan disiplin yang tepat. "Misal, bila kita selalu membiasakan anak makan berat 3 kali dan makanan ringan 2 kali secara teratur, ia pasti tak menginginkan makanan yang ditemukannya jika belum tiba saatnya, sekalipun makanan itu kesukaannya. Nah, dengan begitu, ia pasti takkan melakukan sesuatu di luar kebiasaannya."
TAK PERLU MEMARAHINYA
Jadi, tekan Sherly, tak perlu panik apalagi marah bila mendapati si kecil "meminjam". Kita pun tak boleh serta-merta menuduhnya, "Eh, kamu nakal, ya, masih kecil sudah mencuri!" Soalnya, sikap kita tersebut hanya akan membuat si kecil terheran-heran. Bukankah ia sebenarnya tak mencuri, melainkan pinjam? Nah, bila si kecil punya sifat anti sosial, tuduhan itu hanya membuatnya makin menjadi. "Ia bisa dendam, lo, pada kita. Ia akan melakukan perbuatan itu lagi, bahkan mungkin di tempat umum seperti supermarket, hanya demi membuat malu kita."
Itu sebab, meski si kecil melakukannya di rumah orang lain saat kita sedang bertamu, "kita tetap tak boleh memarahinya. Sekalipun kita kesalnya setengah mati." Jika dimarahi, terang Sherly, ia bukan cuma sebal sama kita, tapi juga akan menjadi-jadi. Ingat, perasaannya sudah berkembang, hingga bisa saja ia merasa kita tak menghargainya. Bukankah bagi anak seusia ini, hanya dirinya yang harus diperhatikan? Jadi, memarahinya sama saja menjauhkan hubungan si kecil dengan kita.
Selain itu, jika langsung memvonisnya sebagai pencuri ataupun kleptomania, label itu akan melekat pada dirinya dan susah sekali untuk melepasnya. Malah, ia dengan bangga akan bilang, "Aku, kan, kleptomania. Nih, lihat, aku hebat, kan, bisa mengambil ini.", misal. Apalagi kata "kleptomania" sesuatu yang baru dan dianggapnya keren. Ingat, anak mudah meniru maupun mengingat sesuatu yang baru baginya.
Jadi, bila ingin menegurnya, kita harus memberikan pengertian padanya bahwa perbuatan itu dilarang. Jikapun kita harus marah, misal, karena perbuatan itu diulang-ulang terus meski sudah diberi pengertian dan diajarkan nilai-nilai, saran Sherly, kita harus tegas dan ditujukan pada perbuatannya, bukan pada si anak. Misal, "Bunda ingin kamu tak berbuat seperti ini lagi. Bisa enggak, ya, kalau kamu seperti itu?!"
Demikian pula bila hendak menghukumnya, "jangan hukuman fisik karena tak mendidik." Anak pun takkan mengerti, "Kok, aku dihukum seperti ini, sih? Kan, aku cuma pinjam sebentar." Hukuman yang tepat, kata Sherly, yang menyangkut perasaan atau menyentuh emosi. "Anak itu, kan, paling sayang sama orang yang dekat dengannya, terutama ibu. Hingga, bila ibu merasa sakit karena perlakuannya, ia pun akan tersentuh hatinya." Jadi, katakan padanya, misal, "Bunda sedih, deh, kalau kamu melakukan perbuatan itu lagi." Dijamin si kecil akan menyesal karena ibunya harus menderita dan menanggung hasil perbuatannya. Itu sudah merupakan hukuman teramat berat buat anak.
Bisa juga dengan cara mengemukakan akibat dari perbuatannya itu terhadap orang lain yang dikaitkan dengan dirinya. "Anak akan lebih mengerti jika hal tersebut dia rasakan juga." Misal, "Bila kamu ambil barang itu, yang punya akan sedih dan sakit. Coba kalau cokelat kamu diambil oleh orang, apa yang kamu rasakan? Pasti kamu akan sedih, kan?"
JANGAN CUEK
Namun jangan sekali-kali bersikap cuek terhadap perbuatan ini. Banyak, kan, orang tua yang beranggapan, "Ah, enggak apa-apa, kok. Namanya juga anak kecil."? Hal ini sama saja menjerumuskan anak. Perilakunya makin menjadi-jadi dan ia pun tak pernah belajar bahwa mengambil diam-diam itu salah dan sama artinya dengan mencuri, sekalipun maksudnya meminjam.
Jangan pula beranggapan percuma saja memberikan penanaman moral pada anak karena ia, toh, masih terlalu kecil, hingga takkan mengerti. "Inilah kesalahan orang tua yang terbesar. Bukankah yang paling baik adalah mencegah daripada merehabilitasi?" bilang Sherly. Justru bila tak diajarkan, bisa jadi sampai besar ia tak tahu bahwa mengambil diam-diam itu perbuatan tak baik.
Memang, diakui Sherly, perilaku ini masih bisa diubah sekalipun orang tua baru menyadari hal tersebut setelah si anak masuk SD, "tapi akan sulit sekali, dibanding bila kita membenahinya selagi usia balita." Lagi pula, bila kita sampai "terlambat", bisa jadi anak mengalami gangguan sosial, "Ia dikucilkan temannya. Kita pun jadi malu, kan?"
Itu sebab, tekannya, memberi pengarahan dan pengertian sejak dini, yang diikuti contoh-contoh baik, amat penting karena lama-lama perbuatan yang menyimpang itu bisa hilang sendiri. "Jadi, bila sampai usia di atas 10 tahun si anak masih tetap melakukan perbuatan tak terpuji, maka orang tua harus introspeksi diri, sudahkan dirinya menjadi orang tua yang baik!" tandas Sherly mengakhiri.
Gazali Solahudin/nakita