Boleh Kok Main Perang-Perangan

By nova.id, Sabtu, 14 Mei 2011 | 17:05 WIB
Boleh Kok Main Perang Perangan (nova.id)

BERI PENGERTIAN

Selain itu, kita pun harus memberi pengertian pada si kecil. Misal, mendongenginya sebelum tidur dengan cerita-cerita yang mengetengahkan bahwa menang-kalah bisa terjadi pada tiap orang. Jadi, tak bisa kita harus selalu menang. Begitu pun kita takkan selalu kalah. Bisa juga dengan menjelaskan bahwa kemenangan tak bisa diraih tanpa adanya team work. Intinya, tandas Tari, "kita harus bisa memberikan pengertian sebanyak-banyaknya pada anak akan hal tersebut."

Kemudian, bila lihat si kecil mulai main pukul teman-temannya, segera hentikan permainan itu karena ia sudah agresif dan melakukan kekerasan. Terlebih bila ia melakukannya berulang, sekarang memukul, besok memukul, dan seterusnya, sekalipun kita telah memberinya pengertian bahwa hal itu tak baik. "Segera alihkan dia ke permainan lain. Atau, usahakan agar ia mainnya hanya pura-pura: pura-pura memukul dan pura-pura menembak." Selain, kita tetap wajib mencari penyebab ia memukul. "Bisa saja, kan, ia memukul hanya terdorong oleh energinya yang terlalu besar?" Bila demikian, salurkan energinya lewat klub olahraga atau aktivitas lain.

BALIKKAN PADA DIRI ANAK

Tak kalah penting, dampingi dan beri penjelasan saat si kecil nonton film atau TV yang ada adegan kasar atau perang-perangannya. Apalagi anak usia ini masih dalam proses mengadopsi, hingga ia mudah meniru permainan ini dari film-film di TV maupun teman sepermainannya. Bahkan, bisa jadi ia pun mengidentifikasi tokoh yang ia perankan saat bermain perang-perangan. Masih ingat kasus sekian tahun silam tentang seorang anak yang tewas karena jatuh dari ketinggian lantaran mengidentifikasikan dirinya sebagai Superman? Ia menganggap dirinya bisa terbang layaknya Superman. Jadi, fantasinya sudah berlebihan yang malah berakibat fatal.

Tentu saja, dalam memberikan masukan dan pengertian pada anak tak semudah orang dewasa, karena anak usia ini masih sulit untuk memahami perasan orang lain lantaran ia masih sangat egosentris. Saran Tari, gunakan cara dengan membalikkannya pada diri anak. Misal, si kecil nonton film kartun Tom and Jerry yang banyak adegan kasarnya. Kala Jerry memukul Tom dengan palu, kita bisa katakan, "Kasihan, ya, si Tom kesakitan dipukul oleh Jerry. Coba, kalau Kakak yang dipukul seperti itu, sakit, kan? Makanya Kakak tak boleh begitu sama teman, ya? Palu itu, kan, bukan untuk memukul mahluk hidup, melainkan untuk bekerja, yaitu memukul kayu dan besi."

Jangan lupa, sering-seringlah mengenalkan film-film yang friendship, seperti Teletubbies dan Winny the Pooh. "Film-film demikian bisa dijadikan contoh dalam memberikan pandangan pada anak." Misal, "Tuh, lihat si Pooh, ia sayang pada teman-temannya. Ia juga selalu menolong dan tak pernah menyakiti teman-temannya. Makanya ia punya banyak teman. Jadi, kalau Kakak main dengan teman, jangan suka berlaku kasar, ya, seperti memukul. Nanti Kakak bisa dijauhi teman-teman, lo."

Dengan begitu, unsur-unsur friendship akan tertanam dalam diri si kecil. Hingga, sekalipun ia suka main perang-perangan, ia akan melakukan seperti input yang ia dapatkan. Bahkan, meski dipengaruhi temannya, ia mampu bilang, "Memukul orang, kan, enggak baik, sebab kamu juga kalau dipukul akan merasa sakit. Malah, entar enggak punya teman, lo."

DAMPAK POSITIF

Jadi, asalkan tak berlebihan dan tak menjurus hal-hal yang negatif, tak masalah, kok, si kecil main perang-perangan. Soalnya, permainan ini tak beda dengan permainan pura-pura lainnya seperti dokter-dokteran atau guru-guruan dan lainnya, yang bermanfaat buat anak. Antara lain, merangsang daya imajinasi anak. Apalagi di usia ini ia memang tengah mengembangkan daya imajinasinya. Itu sebab ia suka sekali melakukan permainan pretend play, berpura-pura jadi orang lain. "Dengan begitu, ia bisa merasakan bagaimana jadi seorang dokter atau guru, misal. Hingga, ia pun bisa lebih menghargai orang lain," jelas Tari.

Selain itu, di usia ini anak juga lagi aktif-aktifnya secara fisik, hingga ada kebutuhan pada dirinya untuk melakukan kegiatan yang sifatnya fisik. Bukankah ia sudah bisa mengontrol anggota tubuhnya seperti berlari mengendap, melompat, maupun memukul. "Jadi dengan main perang-perangan, ia bisa menyalurkan kebutuhannya, sekaligus melatih kemampuan motorik kasarnya." Nah, bila kebutuhannya sudah tersalurkan, tentu ia akan merasa puas.

Justru bila dilarang dengan alasan khawatir, hanya akan menghambat kebutuhannya bereksplorasi, perkembangan motorik kasarnya, daya fantasinya, dan kemampuan kerja sama tim. Jangan lupa, saat main perang-perangaan, ia tak melulu satu lawan satu, tapi juga bisa kelompok dengan kelompok.