Radiasi Sekitar Rumah

By nova.id, Minggu, 8 Mei 2011 | 17:01 WIB
Radiasi Sekitar Rumah (nova.id)

Tanpa disadari, di dalam rumah kita selalu berhadapan dengan radiasi, lo. Namun tak semuanya berbahaya, kok.

TV yang biasa kita tonton sehari-hari, misal. Di dalamnya ada tabung katoda atau tabung gambar yang menembakkan elektron, hingga bila terkena kaca TV akan berpendar dan timbullah gambar yang kita lihat. Dari sinilah muncul radiasi, tapi radiasinya bersifat soft X-ray atau sinar X yang sangat rendah/lunak. Jadi, radiasi yang ditimbulkan TV tak seperti sinar rontgen yang bisa menembus kulit, misal.

Kendati demikian, bilang dr. Kunto Wiharto, tetap bisa menimbulkan efek, terutama pada mata. "Antara lain menyebabkan mata kronis atau katarak." Itu sebab, anjur Kepala Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir pada Badan Tenaga Atom Nasional ini, jarak menonton TV bagi anak-anak minimum 2 meter untuk mencegah dari efek yang terakumulasi bertahun-tahun.

Selain TV, layar komputer juga memancarkan radiasi, tapi kecil sekali. Cuma, karena mata merupakan bagian tubuh yang sensitif, bila konsistensinya terus menerus bisa menimbulkan katarak. Sedangkan sinar atau cahaya lampu tak menimbulkan radiasi. "Yang tampak keluar adalah radiasi sinar. Jadi, efeknya tak berbahaya, lebih pada membuat mata letih."

GAS RADON

Radiasi yang ditimbulkan TV dan komputer tadi disebut radiasi buatan. Masih ada lagi radiasi yang disebut radiasi alam. Menurut Kunto, sebanyak 78 persen dari seluruh dosis radiasi yang diterima manusia, berasal dari sumber alam. Sementara kontribusi radiasi buatan hanya 22 persen dan kebanyakan berasal dari penyinaran medis seperti foto rontgen.

Radiasi alam, terangnya, sudah ada sejak bumi diciptakan. Misal, sinar matahari yang memunculkan radiasi cahaya dan radiasi pengion. Radiasi pengion terbagi lagi menjadi radiasi sinar X, radiasi sinar gamma, dan radiasi kosmik yang berasal dari angkasa luar. "Namun semua radiasi ini setelah sampai di bumi tak membahayakan lagi karena sudah melalui atmosfir."

Radiasi lain yang berasal dari bumi ialah gas radon, ditemukan pada batu-batuan seperti batu bata, batu kali, semen, beton, tanah, dan pasir yang banyak digunakan untuk bahan dasar membangun rumah. Namun gas radon lebih menjadi perhatian negara empat musim, karena mereka memiliki musim dingin hingga mengharuskan arsitektur bangunannya tertutup.

Memang, ujar Kunto, di negara tropis seperti Indonesia juga banyak bangunan yang mengikuti gaya arsitektur Barat, hingga menutup rapat ruangan dan melengkapinya dengan AC. Namun hal ini sama sekali tak bagus karena pada ruang tertutup, udara tak dapat bersirkulasi dengan baik, hingga membuat gas radon tak bisa keluar ke mana-mana.

Keberadaan AC pun tak membantu karena gas tersebut hanya berputar-putar di sekitar ruangan. Akibatnya, bisa terisap masuk ke dalam paru-paru. Di sini bahayanya! Bisa memberi kontribusi pada penyakit, lo, seperti kanker paru-paru dan mutasi gen. Namun tak usah cemas, karena kontribusinya kecil sekali, sekitar 3 persen. "Yang lebih besar kontribusinya adalah faktor lain seperti keturunan dan lingkungan."

Toh, tak ada salahnya kita mengurangi dampak negatif gas radon. Caranya, ciptakan ventilasi yang baik di dalam rumah, yaitu dengan membuat banyak jendela dan lubang angin agar gas radon tak terkonsentrasi dalam ruang dan ada pertukaran udara. Bisa juga dengan pemilihan arsitektur tradisional atau mendekati alamiah, seperti mengurangi batu-batuan dan menggantinya dengan bahan-bahan dari kayu.

Menurut Kunto, arsitektur yang sesuai untuk negara tropis menyerupai rumah-rumah peninggalan jaman Belanda. "Mereka, kan, masih menerapkan pendekatan alamiah. Misal, atap dibuat tinggi, jendela banyak dan besar, serta banyak lubang angin hingga udara tak terasa panas."