Si Kecil Minder? Salah Orangtua!

By nova.id, Selasa, 12 April 2011 | 17:00 WIB
Si Kecil Minder Salah Orangtua (nova.id)

Jadi, hati-hati memperlakukan si kecil. Jangan sampai kita malah mematikan rasa percaya dirinya. Bisa-bisa, besarnya nanti ia jadi orang yang antisosial.

Jangan pernah melecehkan anak ataupun memberi stigma (label/cap) semisal bodoh, tolol, bandel, dan sebagainya. Begitu, kan, yang sering dibilang ahli? Dampaknya itu, lo, amat tak bagus buat perkembangan si kecil. Salah satunya, ya, minder ini. Seperti diungkap Dra. Destryna N. Sahari, MA, "kata-kata yang sifatnya mengutuk atau menghakimi anak seperti, "Dasar anak bodoh!" atau "Dasar gendut!", dan lainnya sejenis itu, hanya akan mematikan rasa percaya diri anak."

Apalagi, lanjut Psikolog dari RS. Mitra Keluarga Bekasi ini, umumnya orang akan lebih cepat menyimpan hal jelek daripada yang baik. "Lihat saja, walaupun kita mendapat pujian puluhan kali, tapi lalu ada satu orang yang mengkritik kita, justru kritikan itulah yang akan disimpan lebih kuat dan lebih lama dalam pikiran kita dibanding puji-pujian tadi." Itu sebab, tegasnya, jika ingin menegur atau mengoreksi anak, gunakan kata-kata positif. Misal, "Cara memegang pensil yang benar itu begini, lo, Kak." Bukan malah bilang, "Gimana, sih, megang pensil saja enggak bisa? Sudah diajarin berkali-kali tapi masih juga enggak bisa. Bego amat, sih!"

ANTISOSIAL DAN GAMPANG MARAH

Jadi, salah kita juga, ya, Bu-Pak, hingga si kecil minder. Untuk itu, kita harus berbenah diri, jangan sampai si kecil keterusan minder. Kalau tidak, bisa berdampak pada perkembangan si kecil selanjutnya. "Kemungkinan besar nantinya ia akan jadi anak yang sangat tertutup," kata Destryna. Bahkan, ia pun bisa menjadi orang yang antisosial atau tak mau bergabung dengan lingkungan di mana ia berada. Bukankah jika keminderannya terus terpupuk akan makin menggunung hingga akhirnya ia menarik diri dari lingkungan?

Selain itu, juga bisa berdampak pada hubungan asmaranya, lo. "Bisa saja kala dewasa, kalau ia lelaki, tak berani mendekati wanita karena takut ditolak. Mungkin ia harus berpikir seribu kali dulu baru bisa menjalin hubungan. Sedangkan bagi yang perempuan, ia cenderung takut bergaul karena sudah negative thinking duluan. Ia merasa dirinya tak cantik, tak punya pendidikan yang baik, tak punya keluarga yang bisa dibanggakan, pakaiannya kurang mengikuti mode, dan sebagainya, hingga ia merasa dirinya akan ditolak oleh lingkungannya. Bukankah sejak kecil pun ia sudah merasa ditolak, hingga hal ini jadi trauma buatnya." Akibatnya, bisa-bisa ia tak menikah; bukan karena ia ditolak tapi lantaran persepsinya yang negatif. "Padahal, bisa saja, kan, ia sebetulnya punya potensi. Mungkin ia juga termasuk wanita berparas manis, tapi karena selalu murung, wajahnya jadi tak cerah." Lagi pula, secara psikologis semua wanita itu menarik, kok, di mata pria. Terbukti, banyak juga, kan, pria yang lebih menyukai wanita gemuk?"

Dalam pekerjaan pun, lanjut Destryna, bisa berdampak. "Jika lamarannya ditolak, ia langsung patah semangat." Beda dengan orang yang percaya diri, "mungkin ia hanya merasa penolakan itu merupakan bagian dari kegagalan yang tertunda."

Bukan cuma itu, anak yang minder juga punya kecenderungan gampang marah dan suka memukul temannya. Celaka, kan, kalau sebentar-sebentar si kecil main pukul? Itulah mengapa, tekan Destryna, "usahakan sebelum anak beranjak dewasa agar segera ditolong dari keminderannya."

TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRINYA

Adapun yang dapat kita lakukan, tak lain ialah meningkatkan rasa percaya dirinya. Berikut caranya seperti dipaparkan Destryna:

* Sering mengajak anak jalan-jalan untuk menambah wawasannya.

Minimal seminggu sekali ajak si kecil jalan-jalan ke tempat-tempat berbeda. Ini sangat bagus pengaruhnya terhadap pembentukan karakter anak untuk bisa lebih percaya diri. Soalnya, dengan jalan-jalan ada kesempatan untuk menambah wawasan, hingga kala bertemu teman-temannya, ia bisa mengatakan, "Aku sudah pernah pergi ke Ancol, lo.", misal. Pun jika temannya bercerita tentang kebun binatang, misal, ia bisa menanggapi, "Oh, iya, aku juga sudah pernah ke sana. Malah aku nyoba naik gajah. Asyik, lo." Dengan begitu, akan menambah rasa kebanggaannya karena ia punya sesuatu yang bisa diceritakannya. Namun bila ia hanya di rumahnya, tak ada apa pun yang bisa diceritakannya, bukan?