Sering Buang Air Besar Di Celana

By nova.id, Rabu, 30 Maret 2011 | 17:05 WIB
Sering Buang Air Besar Di Celana (nova.id)

Boleh jadi si kecil enggak sakit perut, tapi semata-mata lantaran ingin membangkang. Penyebabnya, toilet training yang salah.

Dibanding si kecil mengompol, buang air besar atau BAB di celana tentulah lebih merepotkan orang tua. Terlebih jika si kecil BAB-nya saat diajak bepergian atau dalam perjalanan. Kendati sudah dipakaikan diapers, tetap jadi persoalan. Khususnya bau tak sedap yang menebar jika si kecil tak segera dibersihkan dan diganti diapers-nya. Lain dengan mengompol, diapers-nya tak segera diganti pun tak jadi masalah. Bukankah air seni tak menimbulkan bau tak sedap yang menyengat? Kendati dari segi kesehatan harusnya segera dibersihkan dan diganti diapers-nya agar tak terjadi iritasi di kulit.

Itulah mengapa, tak sedikit orang tua yang mulai melatih anaknya ke toilet sedari bayi. Memang, diakui Dra. Mayke S. Tedjasaputra, toilet training untuk BAB sudah bisa diajarkan sejak si kecil usia 9 bulan, tepatnya ketika ia sudah bisa duduk sendiri. Soalnya, toilet training untuk BAB jauh lebih mudah dilakukan ketimbang BAK. Bukankah umumnya saat anak ingin BAB, dari mukanya saja sudah terlihat tanda-tandanya?

Jadi, kita bisa memulai pelatihan saat si kecil menunjukkan tanda-tanda ingin BAB, dengan menyediakan pot khusus untuk BAB agar ia merasa nyaman di situ. Ajak si kecil duduk di potnya sambil kita mengatakan, "Oh, Adek mau pup, ya? Yuk, duduk di pot!" Dengan begitu, si kecil jadi mengasosiasikan keinginannya untuk BAB dengan keharusan dari kita untuk duduk di pot tersebut. Ia akan menangkap, "Oh, kalau aku merasakan sakit perut seperti ini, berarti aku mau pup dan aku harus duduk di pot."

Namun kita harus konsisten, lo. Artinya, tiap kali si kecil memperlihatkan tanda-tanda yang sama, kita mengajaknya duduk di potnya. Tentu seiring dengan meningkatnya usia, pelatihan BAB dari di pot dipindah ke WC. Hingga akhirnya si kecil tahu bahwa kalau mau BAB harus di tempatnya, bukan di celana. Ia pun jadi terlatih untuk mengendalikan kapan saatnya BAB.

DIPAKSA BAB

Bukan berarti sudah terlambat, lo, kalau kita baru mengajarkan toilet training untuk BAB di usia batita. Juga, bukan berarti yang dilatih sejak bayi akan lebih cepat mampu mengendalikan kapan saatnya ia BAB. Pasalnya, jika cara kita mengajarkannya salah ­entah sewaktu si kecil masih bayi ataupun kala usia batita-, hasilnya juga takkan memuaskan.

Sayangnya, ujar Mayke, kecenderungan yang terjadi justru orang tua mengajarkannya dengan cara yang salah. Misal, anak belum saatnya mau BAB tapi tetap dipaksa, hingga ia harus nongkrong sekian lama di pot/WC. Atau, anak dimarahi karena tak juga mengeluarkan feses/kotorannya. "Terlebih setelah anak bangkit dari pot atau keluar dari WC, hanya beberapa saat kemudian ternyata fesesnya keluar di celana, biasanya orang tua langsung hilang sabar hingga dimarahilah si anak," tutur psikolog pada Lembaga Psikologi Terapan UI ini.

Padahal, pemaksaan maupun kemarahan orang tua hanya akan menimbulkan pembangkangan dari anak. Salah satunya, sering BAB di celana tapi feses yang keluar cuma sedikit. "Hal ini terjadi lantaran anak menahan sekaligus mengeluarkan." Atau, ia malah sengaja menahan BAB-nya. Jadi, sekalipun ia ingin BAB, tapi akibat pemaksaan dan kemarahan tadi, malah sengaja enggak dikeluarkan.

Tentunya, dengan si kecil menahan BAB, bisa berakibat perutnya terasa penuh/kembung, hingga akhirnya ia jadi rewel. Dampak lain, senses atau kepekaannya jadi ikut terpengaruh. Artinya, ketika saat BAB benar-benar tiba, ia tak lagi peka merasakannya, hingga akhirnya malah kebablasan BAB di celana.

PERHATIKAN KONDISI ANAK

Jadi, tegas Mayke, kebiasaan batita yang suka menahan BAB ataupun yang mengeluarkannya sedikit demi sedikit, memang bergantung pada toilet training yang diberlakukan orang tua. Apalagi jika anak memang belum siap tapi orang tua terlalu menekankan toilet training yang berlebihan, tentu tak bisa diharapkan hasil yang positif. Misal, si kecil baru usia setahun tapi sudah dipaksakan duduk di kloset. "Secara fisiologis, kemampuan atau kematangan tubuh anak usia setahun, kan, belum mungkin untuk melakukannya."