Menteri Perempuan Kabinet Kerja
Minggu (26/10), tepat pukul 17.16 WIB, Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan susunan Kabinet Kerja. Dari total 34 menteri, 8 di antaranya perempuan. Ini membuat jumlah keterwakilan perempuan di Kabinet Kerja Jokowi-JK lebih banyak dibanding susunan kabinet sebelumnya. Siapa saja mereka?
Retno Lestari Priansari Marsudi
Lahir di Semarang, Jawa Tengah, 27 November 1962, ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menteri Luar Negeri. Pernah menjadi Duta Besar di beberapa negara.
Lulusan termuda jurusan Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1985 silam, ia kemudian mengikuti pendidikan diplomat pada April 1986 selama satu tahun di Jakarta. Ia memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda.
Tahun 2005, Retno diangkat menjadi Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia. Sebelum diangkat menjadi Menteri Luar Negeri Kabinet kerja, sejak 2012 lalu, Retno menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Belanda.
Khofifah Indar Parawansa
Menteri Sosial dalam Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kalla ini lahir di Surabaya, 19 Mei 1965. Alumni Pascasarjana FISIP UI ini juga pernah menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan pada masa pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Sejak muda, ibu empat anak ini aktif dalam beragam kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan. Sebagai ketua umum Muslimat NU, ia pernah menyelenggarakan Training Of Trainer bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam pembentukan Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme.
Yohana Yembise
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua ini ditunjuk oleh Jokowi menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggantikan Linda Amalia Sari Gumelar. Posisi ini menjadikan perempuan kelahiran Manokwari, 1 Oktober 1958 ini sebagai menteri perempuan pertama dari tanah Papua.
Usai melakukan serah terima jabatan, Selasa (28/10), dalam akun Twitter pribadinya Yohana mengatakan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menjadi ancaman.