Trauma Usai Dimadu

By nova.id, Jumat, 15 Oktober 2010 | 17:01 WIB
Trauma Usai Dimadu (nova.id)

Yang ingin saya tanyakan, bagaimana menghilangkan trauma agar hati saya pulih seperti sedia kala? Sakit hati dan trauma berat saya, Bu, walaupun suami mau memutuskan secepatnya. Perlu Bu Rieny ketahui, suami telah 5 tahun menikah lagi dan sudah punya anak. Selama itu mungkin dia berbohong 80 persen, sampai-sampai dia merasa berdosa.

Saya memaafkan apapun kesalahannya dan mau menerimanya lagi, meski sempat terucap kalimat, "Saya maafkan, tetapi saya sebenarnya jijik..." Suami memaklumi dan memohon maaf lagi, serta berjanji tidak akan mengulangi dan akan berlaku lebih baik. Tolonglah saya Bu Rieny, bagaimana supaya hati dan jiwa saya bisa pulih, tanpa sakit hati berkepanjangan dan bisa mengurus diri dan anak-anak seperti semula lagi. Terima kasih.

S di X

Ibu S yang baik,

Suami Anda bukan berbohong 80 persen, tetapi 1000 persen! Maaf ya Bu, tapi mengkhianati istri selama 5 tahun dan sukses pula, menurut hemat saya butuh kemampuan akting yang kuat dipadu dengan komitmen yang rendah terhadap perkawinan. Kemampuannya memainkan peran sebagai suami yang setia pada istri, sudah melampaui pemenang Piala Citra.

Saya senang, Anda katakan sudah memaafkan suami, menerimanya lagi, walau masih jijik. Paling tidak, Anda sudah membuat keputusan dan kini sedang mencoba mengatasi masalah-masalah emosional terkait dengan pemberian maaf. Bila saya boleh menyarankan, baik sekali bila Anda coba telaah, bagaimana sebenarnya Anda memposisikan diri dalam hubungan suami-istri.

Punya 6 anak, untuk ukuran masa kini termasuk hal yang istimewa, Bu. Apakah keputusan Anda untuk hamil anak keenam saat Si Sulung sudah kuliah merupakan keinginan Anda atau suami? Bila ini keinginannya, berarti dia menghamili Anda (lagi), karena istri simpanannya sedang hamil, bukan? Di benaknya, ia sedang berlaku "adil," jadi ini adalah mekanisme psikologis yang bekerja dalam diri suami untuk mengurangi perasaan bersalahnya.

Tetapi, bila Anda yang menghendaki kehamilan ini, saya duga ini adalah karena secara naluriah Anda sudah mengendus ketidaksetiaan suami, tetapi belum kunjung bisa mendapatkan buktinya. Hamil, dalam hal ini adalah sebuah mekanisme psikologis yang sering dipakai perempuan untuk meyakinkan dirinya bahwa suaminya akan tambah sayang dan jadi susah berkhianat, kalau istrinya hamil. Tentu saja anggapan dan keyakinan ini salah, karena laki-laki yang punya perempuan lain, memang sedang tertutup mata batinnya. Yang ia perturutkan hanyalah nafsu syahwatinya. Dalam kondisi tergoda, susah mengharap ia bisa menilai dengan penalaran yang obyektif dan rasional. Yang penting, senang-senang saja.

Berikutnya, kondisi tempat ia bekerja kini, yang sering keluar kota dan membuatnya harus bertemu banyak orang, memang memberinya peluang untuk melakukan perselingkuhan, bukan? Tidak semua orang LSM adalah penyelingkuh, tentunya. Tetapi, mereka yang memang susah mempertahankan komitmen terhadap perkawinan, sebaiknya tidak diberi peluang untuk berlama-lama sendirian, Bu.

Maka, di titik ini, bila puluhan tahun jadi istrinya menghasilkan sebuah kenyataan bahwa suami misalnya, genit dan senang melirik-lirik perempuan, terimalah sebagai kenyataan. Jangan membagus-baguskan gambaran diri suami hanya untuk menipu dan menyenangkan diri. Mengapa? Karena ini hanya akan membuat Anda lengah dan membuat keputusan salah. Ikut ke manapun dia ditempatkan, karena laki-laki sejenis ini biasanya lebih mudah merasa kesepian dan butuh ada orang lain di dekatnya.

Tidak ada salah atau benar dalam hal ini, yang ada adalah bagaimana kita menyiasati tipe suami tertentu, dengan perilaku yang sesuai, agar ia tetap berada di jalur yang benar, suami dan ayah yang setia pada keluarga. Untuk suami jenis ini, kalimat sejenis: "Saya percaya kok, pada suami. Jadi, walaupun kami berjauhan, saya yakin dia akan setia pada saya." Aduuuh, ini mah bunuh diri namanya! Banyak sekali penyelingkuh yang mengawali affair-nya tidak dengan niat mau serius, tetapi lalu susah membebaskan diri dari belenggu perempuan yang dikencaninya.

Nah, konsekuensinya, bila Anda ingin mempertahankan perkawinan, pindahlah Bu, dampingi suami. Bukan masalah Sumatra atau cuma Jakarta, tetapi ini adalah masalah sifat dan sikap, bukan? Temani, sehingga ia bisa pulang ke rumah setelah kerja, dan yakin ada perempuan yang mengurusnya dengan baik.

Pulihnya hati dan jiwa Anda akan sangat dipengaruhi usaha suami untuk merajut kembali respek dan rasa saling percaya yang sudah dicabik-cabiknya dengan menyelingkuhi Anda. Maka, jangan puas hanya dengan janji yang sudah terbukti banyak janji palsunya, apalagi kalau ia sudah memakai kata "Iya, mau kok...", "Tunggu waktu yang tepat..." "Beri waktu dong untuk melepas dia dan menceraikannya... tunggu anaknya agak besar, ya?"

Jeng S, Jeng S, ini bukanlah pertanda baik! Jangan happy hanya oleh janjinya, maka permintaan maafnya dan perkataan bahwa dia memilih Anda, masih butuh pembuktian panjang. Artinya, ia harus bisa membuktikan bahwa ia sudah benar-benar meninggalkan perempuan itu. Jangan mau ikut repot memikirkan anaknya, karena waktu membuatnya juga tidak melibatkan Anda, apalagi mendapat persetujuan Anda, bukan?

Kok, kejam benar ya, Bu Rieny? Tidak bermaksud demikian, Bu, tetapi hanya mengingatkan Anda bahwa pasca perselingkuhan, bukan hanya hati yang perlu ditata kembali, tetapi hasil perselingkuhan seringkali jadi hambatan utama untuk rekonsiliasi. Tanpa ketegasan, bagaimana hubungan ini akan dirajut kembali, dengan prasyarat apa, maka masalah akan selalu datang bergantian di masa datang.

Jadi, tegaslah mempertahankan status Anda. Dan bila Anda katakan bahwa ia sudah putus, jabarkan lagi apa arti putus itu? Sama sekal itidak ada kontak, atau tetap berkewajiban membiayai anak? Nah, Bu S, tidak sederhana, bukan? Bukan hanya soal memaafkan dan melupakan ya, Bu, tetapi bagaimana membersihkan "sampah-sampah" yang muncul akibat perselingkuhan pasti menguras emosi dan air mata lagi.

Tetap tegar ya, Bu, tetapi kejar terus ketegasan sekaligus pembuktiannya, agar langkah Anda di masa datang tak lagi tersandung oleh dampak dari perselingkuhan yang tak tuntas diputuskan oleh suami. Coba tetap berpikir positif untuk kelagsungan perkawinan Anda. Ada 6 anak lho, yang harus Anda pelihara kesejahteraan emosinya, bukan hanya dicukupi sandang pangan dan pendidikannya saja. Anak-anak butuh teladan yang baik dari orang tuanya, karenanya rajin-rajin menyuruh suami untuk menjalankan perintah agama secara baik agar terlindung dari perbuatan yang tak disukai Tuhan ya, Bu?