TINGKAH LAKU
Pun terhadap anak yang amat pengertian, hendaknya keistimewaan ini jangan sampai membuat anak di"genjot" sedemikian rupa hingga dia tak punya pilihan lain kecuali mematuhi norma atau keinginan orang lain, termasuk orang tua. Soalnya, dalam proses tumbuh kembang, masih banyak aspek yang juga perlu mendapat stimulasi. Antara lain, inteligensi, daya ingat, keterampilan motorik, kreativitas, inisiatif, kerja sama,dan sebagainya. Jadi, "biarkan semua aspek itu tumbuh dan berkembang apa adanya agar optimal," tandas Romi.
Lagi pula, tiap anak boleh berbuat "nakal", kok. Dia juga boleh enggak suka dan berhak mengutarakan apa pun keinginannya. Justru dari situ insiatif dan kreativitasnya akan muncul, hingga seluruh potensinya pun berkembang. Jangan sampai si anak yang penuh pengertian ini akhirnya malah tak mengembangkan semua aspek tadi karena takut dimarahi orang tua lantaran tuntutan untuk menjadi anak manis.
Hal lain yang perlu dipahami, dalam diri tiap individu dan di tiap level usia ada 3 macam tingkah laku yang suatu waktu muncul, yaitu tingkah laku orang tua, tingkah laku dewasa, tingkah laku kanak-kanak. Merajuk, misal, merupakan tingkah laku kanak-kanak tapi orang dewasa dan orang tua pun bisa saja melakukannya. Sebaliknya, sikap penuh pengertian merupakan ciri orang tua, tapi bisa juga terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Namun begitu, di tiap-tiap level usia diharapkan yang muncul lebih banyak adalah tingkah laku yang sesuai usianya. Nah, pada anak, tentulah yang muncul diharapkan lebih banyak tingkah laku kanak-kanak sesuai usianya.
Bila anak justru kelewat ekstrem menunjukkan pengertian atau nyaris setiap saat ia tampil bak orang tua hingga tak lagi tersisa ciri-ciri kekanakannya, berarti keistimewaannya di sisi ini sudah berlebihan sementara sisi lainnya mungkin malah terabaikan. Dengan demikian, pengertiannya yang berlebihan ini sudah tak wajar lagi.
BISA BERUBAH
Sikap penuh pengertian di usia ini bisa berlanjut hingga di usia prasekolah. Namun bisa juga terjadi sebaliknya. Jadi, jangan kaget, ya, Bu-Pak, jika si kecil yang amat pengertian di usia ini berubah jadi suka ngambek dan mengamuk di usia selanjutnya. Pasalnya, terang Romi, "usia lima tahun pertama merupakan masa-masa anak mudah menyerap bila diberi tahu atau dikasih contoh macam-macam. Namun apa yang diserapnya tak semuanya langsung dikeluarkan, tapi dimasukkan dulu ke alam bawah sadarnya dan suatu waktu bisa dikeluarkan."
Selain itu, di usia prasekolah biasanya lingkungan sosialisasi anak makin meluas. Ia pun mulai masuk "sekolah". Tentunya, apa yang dia dapat dari luar rumah tak selalu sama dengan apa yang didapatnya dari rumah. Nah, ketika dia mendapatkan norma atau aturan yang berbeda, bisa jadi ia merasa norma/aturan di luar lebih enak daripada di rumah. Kalau di rumah ia kerap dilarang, misal, sementara di "sekolah" ia melihat teman-temannya bebas berbuat apa saja, ia tentu akan merasa, "Enakan yang boleh ngapa-ngapain, dong." Akibatnya, norma/aturan dari luar itulah yang ia terapkan dan dibawa pulang, hingga orang tua pun terkaget-kaget, "Lo, kok, anakku sekarang jadi 'bandel'?"
Nah, untuk mencegah hal demikian agar tak terjadi, Romi mengingatkan agar dalam mengajarkan apa pun kepada anak harus dibarengi contoh-contoh konkret. Selain tentunya orang tua pun harus konsisten dengan apa yang dia ajarkan, menerapkan disiplin (tak kaku) dan konsekuensinya bila anak melanggar serta reward bila anak taat aturan.
JADI "SOK TUA" LANTARAN MENIRU
Jika si kecil tinggal di lingkungan yang penuh dengan sosok "tua" seperti kakek-nenek, om-tante, pengasuh, dan kakak yang usianya terpaut jauh hingga cuma dia yang paling kecil di keluarga, bisa jadi perilaku "sok tua"nya disebabkan perilaku mereka. Bukan berarti anak yang serumah cuma dengan orang tua takkan berperilaku demikian, lo. Soalnya, terang Romi, proses modelling atau meniru di tahap usia ini lagi kental-kentalnya, hingga apa saja yang dilihat dan dialaminya akan ia serap untuk kemudian dimunculkannya saat bergaul dengan orang lain ataupun kala bermain. Misal, si kecil susah sekali makannya, lalu kita nasehati, "Adek harus makan supaya cepat besar," atau "Kalau enggak makan, nanti Adek bisa sakit." Nah, ketika ia bermain dengan bonekanya, ia akan bilang pada si boneka, "Ayo, kamu harus makan biar cepat besar." Begitu pun kala ia melihat temannya tak mau makan, ia akan lontarkan perkataan tersebut.
Yanti/Achmad Suhendi/nakita