Self Healing, Batin Tenang, Tubuh Sehat

By nova.id, Rabu, 22 Februari 2012 | 01:45 WIB
Self Healing Batin Tenang Tubuh Sehat (nova.id)

Self healing mulai diminati sebagai metode penyembuhan fisik hingga psikis. Yang dibutuhkan bukan obat, melainkan kemauan dan keyakinan diri sendiri.

Jin Shin Jyutsu: Selaras dengan Sentuhan

Jin Shin Jyutsu (JSJ) yang berasal dari Jepang ini memiliki empat unsur penyembuhan Timur. Unsur sentuhan memiliki porsi terbesar dan tiga unsur lainnya adalah keheningan, gerak, dan napas. Pada prinsipnya, JSJ percaya setiap manusia bisa menciptakan kemandirian serta mengurangi ketergantungan tubuh terhadap orang lain dalam hal penyembuhan kesehatan. "Tubuh kita sangat luar biasa. Tuhan menciptakan sedemikian rupa sehingga zat apa pun yang dibutuhkan tubuh bisa dihasilkan oleh tubuh itu sendiri," ujar Nugdha Achadie, praktisi Jin Shin Jyutsu dari True Nature Holistic Healing. Syarat untuk memelihara mekanisme adalah menunjang tubuh dengan makanan yang baik, olahraga teratur, cukup istirahat, dan berbuat baik terhadap sesama.

Meski dikenal dapat menyembuhkan ketidaknyamanan di tubuh dan batin, JSJ lebih mengutamakan proses mengharmoniskan energi kehidupan yang mengalir di tubuh. Saat energi berproses untuk kembali ke kondisi harmonis, maka kemampuan self healing akan kembali aktif. Sementara proses penyembuhan dianggap sebagai bonus setelah keharmonisan terjadi.

"Ada lokasi-lokasi tertentu dalam tubuh yang fungsinya seperti sekring. Ketika ada ketidakharmonisan, berarti ada sekring yang mati. Di situlah, JSJ diterapkan. Kita menyentuh bagian tertentu agar sekring kembali berfungsi dan listrik mengalir lancar di tubuh kita," papar pria yang sejak tujuh tahun terakhir tidak lagi mengonsumsi obat.

Tentunya, Anda juga bisa mengikuti pelatihan JSJ. Di sana, akan diperkenalkan konsep penyembuhan holistik, arti dan filosofi Jin Shin Jyutsu, serta teknik menyentuh 26 lokasi pengaman energi yang berada di dalam tubuh. Dengan begitu, klien memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menyembuhkan diri sendiri. "Jadi ketika merasa ada yang tidak enak dengan tubuh, klien bisa memetakan apa yang harus dia lakukan melalui JSJ. Sehingga ada pemberdayaan diri sendiri," kata Nugdha.

JSJ dapat diterapkan pada gangguan kesehatan fisik maupun batin. Dalam gangguan fisik, beberapa kali Nugdha menangani klien dengan keluhan pencernaan, flu, daya tahan tubuh lemah, migrain, dan lainnya. Kebutuhan terapi tergantung pada kondisi individu, namun mayoritas memerlukan tiga hingga empat kali kedatangan. "Sementara untuk kesehatan organ reproduksi seperti miom, kita biasanya menggunakan pola intensif sepuluh kali pertemuan," tambahnya. Selain itu, Nugdha pun beberapa kali memberi pelatihan seputar keseimbangan organ reproduktif dan sistem hormonal pada wanita.

Meski banyak yang tertarik pada pengobatan ini karena aman, alami, dan tidak menggunakan alat apa pun, Nugdha menekankan, "Saya tidak ingin masyarakat terjebak apa pun. Misal ketika datang ke sini pasti sembuh. Konsep JSJ bukan semata-mata untuk menyembuhkan, melainkan berfokus pada pencapaian keharmonisan energi kehidupan," pungkas Nugdha.

Emotional Healing: Berani Merasakan Sakit

Sudah tak terhitung berapa kali Irma Rahayu bolak-balik ke dokter untuk menyembuhkan penyakitnya. Usut punya usut, penyakitnya berpangkal dari masalah pribadi yang tidak terselesaikan. Bersama temannya, Irma mencari metode penyembuhan namun tak membuahkan hasil. Sampai akhirnya, Irma menemukan titik terang ketika ia mendalami kembali Alquran yang sering menyebutkan mengenai membenahi energi dan emosi. Keyakinan Irma semakin menguat setelah ia membaca banyak buku medis dan kedokteran. "Di situ disebutkan, 90 persen orang sakit disebabkan faktor emosi yang tidak beres."

Irma mencontohkan salah satu kliennya yang mengalami pembusukan di payudara kiri akibat kanker di mana dokter pun sudah angkat tangan. Tanpa putus asa, selain menjalani acupressure, kliennya juga mengikuti emotional healing bersama Irma. "Terbukalah betapa marahnya ia pada seseorang, sampai akhirnya dia berkata, "Ya udah, deh, saya maafkan." Lambat laun, energi positif masuk hingga kankernya stop. Sekarang ia sudah bisa bekerja, payudaranya sempurna kembali, hamil dan bisa menyusui," urai Irma.

Meski pendiri Emotional Healing Indonesia ini enggan menyebut dirinya sebagai pakar self healing, ia mengaku memiliki kemampuan khusus untuk "mendiagnosa" jiwa seseorang. "Saya diamanahkan sesuatu oleh Allah agar bisa masuk ke dalam soul seseorang. Dia ketawa-ketawa, tapi saya tahu hatinya tidak tertawa. Atau, ada orang yang kelihatannya sehat, tapi ternyata ginjal atau rahimnya ada masalah," papar Irma.

Terapi emotional healing sendiri biasanya dilakukan beramai-ramai selama orang tersebut masih bisa berjalan atau masih bisa diajak bicara dengan akal sehat. Pertemuan empat mata baru dilakukan jika masalahnya sudah kronis, "Masalahnya terlalu complicated sehingga ia depresi berat atau sakit jantung, kanker, atau sudah di ICU rumah sakit," kata Irma.

Saat melakukan terapi, Irma lebih senang memilih tempat ramai seperti kafe. "Supaya ketegangan sarafnya mengendur dan mengobrolnya lebih rileks. Saat ia rileks dan mengobrol, baru healing terjadi," jelas Irma. Meski terjadi transfer energi, proses terapi lebih banyak dilakukan dengan mengobrol. Lain halnya dengan klien anak-anak, perempuan yang akrab dipanggil Teh Irma ini memberikan reward terlebih dulu agar anak-anak terbuka dan percaya padanya. "Anak umur lima tahun saja mempunyai kantong emosi yang besar," ucap Irma. Ini disebabkan, menurut Irma, karena tekanan yang diperoleh anak di sekolah atau di rumah.

Saat obrolan berlangsung, Irma akan mencari akar permasalahan kliennya. Menurut Irma, bisa saja Si A membenci Si C, tapi setelah ditelisik ternyata sakit hati Si A disebabkan oleh Si B. Mungkin Si B adalah ibunya, sehingga Si A tak berani mengungkapkan kekesalan dan meledak saat ia kecewa dengan Si C. Artinya, klien dituntut untuk jujur mengakui bahwa memang dia marah terhadap seseorang.

"Pasti ada reaksi ketika memikirkan kemarahannya dan Anda harus berani merasakan sakit. Lama-lama, tingkat kemarahan akan berkurang dan kita akan memaklumi kenapa orang tersebut membuat kita kecewa," urai Irma. Ketika Anda teringat kembali akan peristiwa buruk tersebut, fokuslah pada rasa yang dirasakan di dada. "Bukan pada kejadian masa lalu yang menyakitkan hati. Itu ilusi! Mau ngoceh kayak apa juga, itu udah lewat," tegas Irma. Uniknya, para klien biasanya mendapati air kencingnya lebih keruh setelah sesi emotional healing. Menurut Irma, ini adalah racun-racun yang berasal dari emosi negatif Sang Klien.

Setelah Anda berhasil memaklumi, perlahan-lahan, Anda akan sampai pada proses memaafkan. Meski demikian, tak ada yang instan. Proses melupakan dan memaafkan ini membutuhkan waktu yang bergantung pada masing-masing individu. "Kalau ada yang bilang bisa memaafkan dalam 1 detik atau 1 jam, itu bohong!" tegas Irma.

Hypnotherapy: Sugesti Melalui Alam Bawah Sadar

Meski hipnosis adalah terapi yang diaplikasikan untuk gangguan psikologis, metode ini juga dapat diaplikasikan untuk mengatasi penyakit fisik. "Enam puluh persen penyandang kanker, rematik, asmatis, dan penyakit lainnya itu dipicu psikosomatis. Sehingga mereka harus mengenyahkan be­ban pikiran sehingga pikiran enak dan kesehatan terjaga," papar Dr. Dewi Yogi Pratomo, MHt.

Keliru jika Anda mengira proses hipnosis dilakukan ketika seseorang sedang tertidur. Prosesnya justru dilakukan dalam kondisi setengah tidur dan setengah bangun. Dimulai dengan penuturan klien mengenai apa yang terjadi padanya, lalu terapis berupaya menciptakan kondisi relaks yang akan menggiring klien ke alam bawah sadar. Setelah itu, hipnosis dilakukan dengan memberikan kalimat-kalimat afirmatif secara berulang yang dapat menimbulkan sugesti.

Misalnya pada klien yang menyimpan trauma, maka permasalahan yang dihadapi "dibersihkan" sedikit demi sedikit agar tumbuh kadar keikhlasan sehingga ia akan jauh lebih tenang. Ketenangan itulah, menurut Dewi, yang akan memulihkan pikiran dan tubuhnya.

"Pada intinya, hipnosis itu menjaga relaksasi dan merangsang hormon agar dapat bekerja dengan baik sehingga menenangkan pikiran," ujar hipnoterapis yang tergabung dalam Club Hypnosis Sehati ini. Hormon tersebut kemudian diserap dan didistribusikan ke seluruh sel otak sehingga suasana hati pun lebih terjaga.

Dewi menambahkan, terapi ini dapat dilakukan pada siapa saja. "Asalkan mereka bisa menangkap instruksi atau kimiawi otaknya masih berfungsi dengan baik. Bahkan bayi usia empat bulan pun sudah bisa dihipnosis," ujar Dewi. Namun tidak adanya intervensi medis dan obat-obatan pada hipnosis mengakibatkan hasil nyatanya membutuhkan waktu lama untuk terlihat. "Tapi, efeknya dapat menetap," tambah Dewi. Meski demikian, bukan berarti hipnoterapi mampu menggantikan hal-hal yang bersifat medis. Sebut saja kasus personality disorder di mana intervensi medis mutlak diperlukan.

Dewi mengingatkan, faktor penentu dalam terapi ini ada di tangan pasien alias tergantung pada sugesti dan keinginannya untuk sembuh. Untuk itulah dibutuhkan keyakinan pasien terhadap terapis. "Ia tidak bisa apriori terhadap terapi yang dijalankan. Karena jika begitu, saya yakin efeknya tidak akan ada," kata Dewi.

Annelis Brilian, Astrid Isnawati