Melayani suami memang wajib. Tapi bukan berarti istri tak boleh menolak. Asalkan alasannya memang sah.
Biasanya para istri sulit sekali menolak ajakan berhubungan seks dari suami. Apalagi dengan adanya asumsi di masyarakat kita bahwa melayani suami adalah kewajiban istri. Alhasil, si istri lebih banyak bersikap pasrah. "Apa boleh buat, daripada suami uring-uringan terus dan pecah 'perang' lebih baik mengalah," begitu alasannya.
Padahal, seperti dituturkan Dr. Gerard Paat, MPH, istri juga berhak menolak, kok. Cuma, jangan menggunakan hak tersebut semata-mata hanya hak. Karena istri juga punya kewajiban. "Jadi, gunakan hak tersebut yang dikaitkan dengan kewajiban."
ALASANNYA SAH
Selain itu, alasan penolakannya juga harus tepat. "Biasanya wanita menolak karena tidak sedang in the mood," ujar Gerard. Hal ini berkaitan dengan suasana hati si wanita. "Wanita baru berada dalam tahap in the mood jika ketenangan batinnya tak terganggu," jelas konsultan perkawinan di RS Sint. Carolus Jakarta ini.
Alasan lain ialah kelelahan dan mengantuk. Entah karena capek setelah bekerja di kantor, mengerjakan tugas-tugas rumah tangga, maupun karena sudah larut malam sehingga ia mengantuk dan kurang bergairah untuk berhubungan.
Selain itu, wanita juga berhak menolak bila dirinya sedang sakit atau menstruasi. "Ada yang menganggap berhubungan intim saat menstruasi itu tidak estetis, karena ia berada dalam keadaan kotor."
Nah, alasan-alasan tersebutlah yang bisa dianggap sah untuk menolak keinginan suami berhubungan seks. "Tentu cara penolakannya harus baik. Tunjukkan bahwa ia sangat menghargai ungkapan kasih sayang suaminya." Misalnya, "Sebetulnya saya juga kepingin, lo, tapi saya lagi capek banget. Besok saja, ya."
SUAMI "TERSIKSA"
Kendati demikian, lanjut Gerard, penolakan istri bisa berdampak negatif pada suami. Karena, terangnya, "Hubungan seks bagi pria bukan semata-mata untuk pernyataan cinta, tapi juga sebagai pelepas ketegangan. Namun ketegangannya bukan akibat stres pekerjaan, melainkan biologis."
Pada pria, terangnya lebih lanjut, ada produksi sel mani cukup banyak. Nah, bila sel mani itu sudah cukup penuh, maka harus dikeluarkan. "Memang ada banyak cara pengeluaran, tapi kalau dalam perkawinan umumnya pengeluaran itu dilakukan dalam hubungan seks suami-istri."
Bila ketegangan tersebut tak tersalurkan, sambung Gerard, si pria akan merasa tersiksa, "Malamnya ia tak akan bisa tidur. Ia juga bisa pusing, sehingga pekerjaan kantor juga bisa terganggu," tutur Gerard. Kondisi tersebut, lanjutnya, akan memakan waktu lama. "Biasanya 2-3 hari baru mereda. Karena sel mani harus diserap tubuh dulu." Karena itulah, tukasnya, "Pria ingin selalu menurutkan hasrat seksnya saat itu juga."