Hal lain yang perlu diperhatikan, menjelang akhir usia batita, anak mulai menaruh perhatian pada perbedaan anatomi lelaki dan perempuan, hingga keinginan yang bersifat seksual pun mulai muncul. Di sisi lain, rasa ingin tahunya yang besar mendorong ia bereksperimen dengan dunia sekitarnya, termasuk bagian-bagian tubuhnya sendiri yang salah satunya alat kelamin.
Dengan demikian, acara mandi bersama bersama orang dewasa yang berlainan jenis kelamin harus dihentikan. Kalau tidak, "dampaknya tak baik buat anak," tukas Dewi. Dikhawatirkan, dengan seringnya si kecil melihat alat kelamin lawan jenisnya, ia jadi terpancing untuk memainkan alat kelaminnya. Misal, memegang-megangnya hingga mendapatkan kenikmatan tertentu.
Jangan salah, lo, kendati ia belum bisa mengasosiasikan pikirannya terlalu jauh, tapi ia akan cenderung mengulang dan mengulang lagi bila pengalaman tersebut memberi kenikmatan buatnya. Kalau sudah begitu, bukan tak mungkin si Upik atau si Buyung akan menghabiskan banyak waktunya dengan "masturbasi". Celaka, kan? Paling tidak, perkembangan sosialisasinya jadi terhambat. Bukankah menjelang akhir masa batita ia seharusnya mulai melebarkan "sayap" ke dunia di luar lingkungan keluarga alias bersosialisasi?
Tak cuma itu, bisa pula terjadi si kecil akan mencari kenikmatan serupa di lingkungan sekitarnya; entah ke pembantu, saudara sekandung, maupun teman-temannya. Ia mencoba memegang-megang, memeluk, atau bahkan mencium teman seusia yang berlainan jenis kelamin. Coba, deh, perhatikan. Cukup banyak, kan, bocah lanang yang dibilang genit lantaran suka memegang-megang atau memeluk anak perempuan sebayanya maupun wanita dewasa?
Nah, sebelum si kecil "terjebak" dalam kondisi yang tak menguntungkan ini, sudah sepatutnyalah bila acara mandi bersama dihentikan.
SASARAN PELECEHAN SEKSUAL
Lagi pula, dengan anak selalu mandi bersama kita, akan menghambat proses kemandiriannya. Selain, dikhawatirkan anak jadi mogok mandi bila kita tak ada. Namun yang paling membahayakan, bila anak akhirnya mandi bersama orang dewasa lain semisal pengasuh kala kita tak ada.
Pasalnya, bisa saja, kan, si kecil bertanya ini-itu seputar seksualitas? Nah, si pengasuh yang tingkat pendidikannya relatif rendah, "bisa jadi akan menjawabnya asal-asalan. Padahal, penjelasan yang salah seputar seks akan membingungkan atau malah menyesatkan anak." Hati-hati, lo, Bu-Pak, dampaknya buruk buat si kecil. Salah satunya, ia akan menganggap alat kelaminnya sebagai barang mainan atau sumber kenikmatan.
Bahaya lain, bukan tak mungkin si kecil dijadikan sasaran pelecehan seksual oleh si pengasuh atau orang dewasa lain. "Kalau cuma sebatas dipegang untuk dibersihkan badannya, sih, enggak apa-apa. Anak juga takkan merasa apa-apa; ia hanya merasa dimandikan biasa." Namun bila ia benar-benar dijadikan sasaran pelecehan seksual, bukan tak mungkin ia akan menikmatinya. Dampaknya tak kalah buruk, lo. "Anak akan merasa ketagihan. Hingga, kala kenikmatannya tak dipenuhi, ia akan mencari dan memintanya lagi."
Untuk menghindari kejadian tersebut, kita harus menanamkan pada si pengasuh agar mandi lebih dulu sebelum memegang si kecil. Selain kebersihan si pengasuh lebih terjaga, tak ada lagi alasan si kecil harus mandi bersama pengasuhnya. Sementara sorenya, untuk tahu si kecil mandi bersama pengasuh atau tidak, kita bisa mengajaknya bicara. Misal, "Dek, tadi sore mandi sama siapa? Mandi sendiri atau sama Mbak? Mandinya bagaimana?" Nah, kita perlu waspada bila ternyata ia menceritakan kegiatan mandi sorenya bersama pengasuh.
Sebenarnya, menurut Dewi, mandi bersama pengasuh di waktu sore pun tak perlu terjadi. Caranya, minta si pengasuh memandikan anak lebih dulu, setelah itu baru dirinya mandi cepat-cepat. Sementara pengasuh mandi, beri anak kegiatan yang disukainya semisal bermain lego, menonton acara TV favoritnya, dan lainnya.
BELAJAR MANDI SENDIRI