Wajar Kok, Anak Ngasih Nasihat

By nova.id, Sabtu, 22 Januari 2011 | 17:01 WIB
Wajar Kok Anak Ngasih Nasihat (nova.id)

Ini memang bagian dari perkembangannya. Jadi, tak perlu tersinggung apalagi marah kala dinasihati si kecil, ya, Bu-Pak. Tapi jika nasihatnya berubah jadi bersifat intervensi, ia harus diluruskan. Kalau tidak, ia bakal keras kepala.

Kita tahu, kan, Bu-Pak, di usia ini si kecil lagi giat-giatnya berimitasi alias meniru. Hingga, ia akan meniru segala hal baru dari lingkungannya. "Nah, hal-hal baru yang ia dapatkan ini, termasuk nasihat, sewaktu-waktu akan ia lontarkan kembali pada siapa pun tanpa pandang bulu," tutur Endang Retno Wardani, Psi. Misal, kala ia melihat-lihat tulisan atau gambar di majalah sambil tiduran, ia ditegur bundanya dengan alasan dapat merusak mata. Nah, ketika ia melihat kakaknya atau orang lain membaca sambil tiduran, ia langsung kasih "petuah", "Bacanya jangan sambil tiduran, nanti matanya rusak."

Selain itu, lanjut psikolog di RS Pondok Indah, Jakarta ini, anak pun tengah mengembangkan pembentukan aturan dasar. "Ia sedang dalam proses belajar mengenal aturan-aturan dasar dalam kehidupan sehari-hari seperti cuci tangan sebelum makan, harus gosok gigi sebelum tidur, atau membaca buku tak boleh sambil tiduran, dan lainnya." Hingga, saat ia lihat apa yang sedang dilakukan orang lain tak sesuai atau menyalahi apa yang ia dapatkan, maka konsep yang telah ia rekam itu akan dilontarkannya pada orang tersebut.

Proses belajar mengenai aturan-aturan dasar ini bisa diperolehnya dari siapa saja, entah orang tua, anggota keluarga, teman sepermainan, guru, atau lingkungan tempat tinggalnya. Namun yang paling dominan pengaruhnya pada diri anak adalah orang dewasa yang paling dekat dengannya, biasanya orang tua. Jadi, aturan-aturan dari kitalah yang akan ia serap untuk diterapkan sebagai aturan dasar. Tentu tanpa disaring lebih dulu karena ia memang belum punya kemampuan untuk melakukannya. Itulah mengapa, dalam fase ini kita harus ekstra ketat memantau tumbuh kembang si kecil.

INTERVENSI

Jadi, wajar saja, ya, Bu-Pak bila si kecil kerap memberi "nasihat" hingga tak perlu dimarahi. Justru kalau kita marah, dampaknya enggak bagus. Soalnya, terang Endang, dengan memarahi sama saja kita mematahkan minat dan antusiasmenya, yang berarti pula menghancurkan konsep dirinya. "Bukankah ia akan beranggapan, 'Saya enggak boleh mengutarakan pendapat kepada siapa pun karena akan membuat orang marah dan sakit hati.'" Jika sudah begitu, ia akan selalu membatasi diri hingga akhirnya tumbuh menjadi anak yang enggak kritis.

Penting diketahui, fase memberi nasihat merupakan masa belajar untuk bisa bersikap kritis terhadap lingkungan. "Jadi, dari fase memberi nasihat, ia akan melangkah ke fase berikutnya dimana ia bukan hanya sebatas memberi nasihat tapi juga bisa mengkritik." Itulah mengapa, kemarahan orang tua hanya akan menghambat ia mengembangkan sikap kritisnya. Padahal, sikap kritis penting ditumbuhkembangkan dalam dirinya.

Yang perlu diwaspadai, jika dalam pengembangannya ke arah sikap kritis, si kecil malah bersifat intervensi. Misal, ia sudah "menasihati" tantenya agar tak membaca sambil tiduran namun si tante ternyata mengulanginya hingga ia jadi marah, "Kok, Tante enggak dengerin, sih, apa yang aku bilang." Soalnya, nasihat atau kritik yang demikian sudah enggak wajar lagi karena ia sudah melakukan intervensi lebih jauh dalam kehidupan si tante.

Memang, di usia ini anak tengah berada dalam tahap individualis atau fase egosentris hingga ia tak bisa terima kala "nasihat"nya tak digubris. Namun begitu, ia harus tetap diarahkan. Kalau tidak, lama-lama ia akan selalu mengkritik apa pun yang ditemuinya. Hingga, "ia akan jadi orang yang skeptis atau tak mudah menerima gagasan orang lain." Ia pun tak mudah beradaptasi dengan lingkungan dan menjadi orang yang keras kepala. Jadi, kita harus mengembalikan si kecil ke jalur yang semestinya, ya, Bu-Pak.

Tentu mengarahkannya bukan dengan amarah, melainkan diberi pengertian. Misal, "Bunda tahu apa yang Kakak katakan. Oke, Bunda turuti saran Kakak. Namun Kakak harus ingat, ya, lain kali bicaranya pelan-pelan dan baik- baik, tak usah sambil teriak begitu." Dengan demikian, kita tetap membangun konsep dirinya, sekaligus ia pun dapat menerima keberatan kita hingga ia dengan sukarela menuruti apa yang kita inginkan.

LEWAT CERITA

Tak jarang terjadi, dalam memberi "nasihat", ia melontarkan kata-kata kasar semisal, "Goblok bener, sih, Mbak ini. Kan, sudah dibilangin enggak boleh baca sambil tiduran." Padahal, selama ini kita tak pernah mengajarinya omong demikian.