"Kok, Diam Aja, Sih? Lawan, Dong!"

By nova.id, Minggu, 2 Januari 2011 | 17:01 WIB
Kok Diam Aja Sih Lawan Dong! (nova.id)

Selanjutnya, agar perlakuan tak adil itu tak mengganggu perkembangan anak, Farida menganjurkan agar orang tua mencoba mencari alternatif lingkungan pergaulan buat anak. "Libatkan ia pada lingkungan berbeda dan teman yang lebih variatif, yang bisa memberikan alternatif perlakuan berbeda pula." Misal, memasukkan si kecil ke klub tertentu yang memungkinkan ia mengembangkan bakatnya hingga mendapat prestasi atau penghargaan. "Tujuannya agar apa yang ia lakukan memberikan konsekuensi berbeda-beda. Kalau di 'sekolah', ia mendapat perlakuan yang tak adil, jadi 'korban' terus; sedangkan di klub, ia malah mendapat penghargaan, misal." Ini, kan, juga menambah pengalaman hidupnya, jadi lebih bervariasi, dan penghargaan dirinya pun akan lebih baik lagi.

HILANGKAN SIKAP CENGENGNYA

Bila anak kita ternyata cengeng atau penakut, lain lagi solusinya. Tugas kita adalah menghilangkan sikap tersebut. Dengan baik-baik katakan padanya, misal, "Lain kali kalau pensil Kakak diambil, Kakak bilang saja kalau Kakak mau pakai, tak usah pakai menangis segala." Jadi, tandas Farida, sikap cengengnya dulu yang dihilangkan. Ingat, dudukkan permasalahan pada tempatnya. Jelaskan pada anak, bahwa ia mendapat perlakuan seperti itu karena ia cengeng. "Kalau Kakak nggak mau diperlakukan begitu, ya, Kakak harus berani." Tapi untuk mengubah sikapnya agar berani bukan hal yang mudah, lho, Bu-Pak. "Harus sedikit demi sedikit dan butuh waktu."

Kita pun harus menumbuhkan sikap pada diri anak agar anak lain respek kepadanya. Ini juga butuh waktu, lho, Bu-Pak. Mula-mula bisa dengan memberi pengertian dan pendampingan saat ia bermain bersama teman-temannya, karena kehadiran orang tua bisa membuatnya lebih berani. Sering, kan, anak-anak yang masih TK, kalau lihat ibunya, walaupun si ibu duduk jauh di luar kelas, tapi dirinya sudah merasa aman? "Ada perasaan yang memberi kekuatan dengan kehadiran ibu walaupun si ibu sebenarnya enggak ngapa-ngapain."

Selain itu, umumnya anak yang sering membuat masalah atau ulah pada teman-temannya di kelas, biasanya ia juga akan mendapatkan respon negatif dari teman-temannya. "Seringkali anak-anak itu sendiri akan mengembangkan pertahanan diri secara alami. Mereka biasanya akan berkelompok dan menjauhi teman yang bermasalah ini sehingga akhirnya anak yang bermasalah ini tak punya teman. Guru pun akan memberi konsekuensi pada si anak." Lewat penjelasan ini, tutur Farida, orang tua memberikan pengertian pada anak bahwa dirinya tak sendiri; ada orang tua, guru, dan teman-teman lainnya yang membela.

Perlu diketahui, perlakuan tak adil bergradasi dari yang sekadar pinjam sesuatu benda dan lama tak dikembalikan hingga perlakuan fisik seperti menarik-narik rambut, dan sebagainya. Nah, bila kita lihat sudah dalam membahayakan, barulah kita boleh turun tangan. Tapi bila dirasa tak membahayakan atau hanya iseng belaka, "biarkan anak mengatasi permasalahannya sendiri. Kalau tidak, kapan ia bisa fight dalam menghadapi kehidupan nantinya. Bukankah ia akan menghadapi kehidupan yang sedemikian peliknya di kemudian hari? Ia jadi tak bisa mengatasi konflik, dong."

Jadi, Bu-Pak, bila si kecil pulang "sekolah" atau bermain sambil menangis, evaluasilah dengannya apa yang terjadi. "Orang tua harus memberikan masukan dua arah; bukan cuma membela atau menyalahkan anak, tapi membenahi sikapnya sekaligus memberi rasa aman." Bukakan mata anak bahwa kalau ia cengeng dan penakut, ia akan mendapat perlakuan tak adil terus dari teman-temannya, bahkan mungkin sampai ia besar; lalu doronglah ia agar lebih berani.

Indah Mulatsih/nakita