Dengan begitu, berarti Bapak-Ibu telah membantu si kecil untuk mendiferensiasi. Misalnya, yang warna merah dan hijau kita tutup dulu, lalu dia kita beri yang berwarna kuning. Kalau itu sudah bisa, baru kita beri dia dengan dua telur. "Permainan lain yang bisa dimanfaatkan adalah susun gambar," lanjut Mayke. Tapi jumlahnya jangan terlalu banyak, ya, Bu-Pak. Satu gambar yang dijadikan dua merupakan jumlah yang tepat untuk bayi. Misalnya, gambar seekor jerapah yang dibagi dua.
TIPE ANAK
Pada umumnya, tutur Mayke, bayi masih bisa bermain dengan permainan-permainan tadi. Namun begitu, ada juga yang enggak bisa melaksanakannya. Soalnya, ada anak yang cepat belajar, tapi ada juga yang lebih lambat. "Ada anak yang pertama kali diperkenalkan suatu permainan langsung tertarik, namun ada yang sudah seminggu diajarkan tapi tetap tak berminat."
Ada pula tipe anak yang tak mudah diajak bermain. Anak yang cenderung banyak bergerak, misalnya, tak terlalu mudah untuk diajak bermain ketimbang anak yang cukup tenang. "Tapi bukan berarti tipe anak tersebut tak dapat diperkenalkan dengan mainan yang mencerdaskan, lo."
Bila kita tahu bahwa alat permainan dan tipe permainan ini akan bermanfaat untuk anak tapi ia tak punya interest, saran Mayke, janganlah Bapak-Ibu gampang putus asa, tapi bujuklah dulu si anak. Misalnya, dengan gurauan, "Eh, ini yang hijau masuk mana, ya? Oh, masuk sini... byur!" Selain itu, lanjut Mayke, Bapak-Ibu juga perlu mengerti bahwa pada anak yang satu, ia bisa bermain tahan sampai lima menit, tapi pada anak yang lain, mungkin satu-dua menit sudah enggak mau main lagi.
Namun begitu, "biasanya untuk anak usia satu tahunan, bisa bertahan sampai lima menit pada suatu permainan sudah bagus, karena mereka belum bisa dituntut." Itulah mengapa, tukas Mayke, dalam bermain dengan bayi diperlukan kreativitas dari orang tua. "Juga panjang akal dalam arti harus punya inisiatif untuk mencoba dan tak cepat putus asa atau frustrasi, terutama dalam menghadapi anak yang lebih lambat," tambahnya.
MANFAATKAN BENDA-BENDA SEKITAR
Kreativitas Bapak-Ibu dan panjang akal juga diperlukan dalam memanfaatkan benda-benda atau hal-hal di sekitar rumah untuk mainan bayi. Jadi, mainannya tak perlu yang selalu mahal, kan? Contohnya, agar bayi belajar membedakan suara, bisa dimulai dari hal yang paling sederhana saja.
Nah, Bapak-Ibu bisa memanfaatkan suara orang-orang di sekitar rumah seperti suara Bapak yang keras, suara Ibu yang lembut, ataupun suara kakek-neneknya. Setelah usia enam atau tujuh bulan, si kecil bisa diajarkan mengenal suara-suara yang sering didengar. Bila melihat cicak, misalnya, Bapak-Ibu bisa menirukan suaranya, "Itu bunyi cicak, ck-ck." Atau, bila terdengar bunyi tok-tok, katakan padanya, "Nah, itu suara tukang mi." Itu semua penting sekali.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, anak usia di bawah setahun tengah berada dalam tahap bermain sensoris motorik. "Ia juga mulai mengenal anggota tubuh, misalnya, mata. Katakan padanya, 'Ini mata. Ayo, mata genitnya mana?' atau 'Mana mata Mama? Mana mata Papa?' Ini, kan, juga untuk pengetahuan dia. Dia akan tahu, oh, mata itu bentuknya yang begini; berkilat dan ada hitam-hitamnya," tutur Mayke.
Jadi, Bapak-Ibu bisa memanfaatkan diri Bapak-Ibu sendiri dan orang-orang di sekitar rumah sebagai "alat" permainan bagi bayi. "Selain itu, peralatan rumah tangga yang ada di dapur pun bisa digunakan sebagai mainan," lanjut Mayke. Misalnya, panci dan sendok kayu. Berikan dua panci dengan ukuran berbeda; yang satu besar dan satunya lebih kecil. "Biarkan ia memukul-mukul kedua panci tersebut dengan sendok kayu."
Dengan begitu, ia belajar memperhatikan tentang perbedaan bunyi, "Kalau saya pukul ke sini, kok, bunyinya begini, lain dengan yang ini." Bukankah hal ini juga melatih kecerdasan anak? Setelah itu, sendok kayunya bisa diganti dengan sendok yang terbuat dari stainless steel, sehingga bunyinya juga akan beda lagi. "Jadi, kita memberikan pengalaman yang bervariasi," tandas Mayke.
Faras Handayani