Ciluk...Baa!

By nova.id, Senin, 27 Desember 2010 | 17:00 WIB
Ciluk Baa (nova.id)

Bapak-Ibu, ajaklah si kecil bermain. Selain menyenangkan bayi, bermain juga bisa mengembangkan kecerdasannya, lo. Tapi harus sabar, ya, enggak gampang frustrasi dan harus kreatif serta panjang akal.

Salah satu permainan yang paling disukai bayi adalah cilukba. Tak percaya? Silakan Bapak- Ibu buktikan!

Permainan cilukba, terang dra. Mayke S. Tedjasaputra, walaupun kelihatannya sederhana, namun manfaatnya banyak bagi bayi. "Dengan mengatakan cilukba, bayi belajar konsep suatu sequence yang berurutan; dari menutup wajah dengan tangan lalu membukanya." Permainan ini juga melibatkan interaksi dengan orang karena bayi tak bermain sendiri. Makanya, permainan ini disebut juga social play. 

BAYI HARUS TANGGAP

Permainan lain yang pas untuk bayi adalah yang mengembangkan sensoris motoriknya; merangsang pancaindranya. "Dengan merangsang sensoris motoriknya lewat permainan, ia belajar sesuatu melalui sense-nya dan juga motoriknya," jelas konsultan Tanya Jawab Psikologi Anak nakita ini.

Hal ini penting untuk mengembangkan kecerdasannya. Karena, lanjut Mayke, "untuk menunjang kecerdasan, nomor satu adalah bayi harus tanggap dulu. Ia bisa memperhatikan, oh, ada suara; oh, ada sinar, misalnya. Jadi, ada yang ia rasakan pada salah satu indranya, entah penglihatan, peraba, atau penciumannya."

Nah, agar si kecil tanggap, Bapak-Ibu perlu memberikan rangsangan dengan permainan dan mainan. Misalnya, mainan berupa kerincingan yang bersuara atau mata si bayi dipancing untuk mengikuti sinar baterai. Selain itu, Bapak-Ibu juga bisa menggunakan mainan-mainan yang digantung. Atau, untuk melatih indra perabanya bisa menggunakan mainan yang berbulu.

Sedangkan motoriknya, seperti tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan, bayi harus diberi kesempatan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Jadi, Bu-Pak, si kecil jangan sering-sering digendong, ya. Bayi juga perlu dilatih menggenggam dan meraih mainan, bahkan memasukkan mainan ke mulut. Saran Mayke, Bapak-Ibu sebaiknya jangan banyak melarang bayi untuk melakukan semua itu sepanjang tak ada yang membahayakan bayi. Dengan begitu, kecerdasannya bisa berkembang optimal.

TAK PERLU TERGESA

Yang perlu diingat, pesan Mayke, jangan tergesa-gesa memperkenalkan mainan kepada bayi. Lego, misalnya, memang dapat mengasah IQ, namun mainan ini masih sulit untuk bayi. Jadi, tak perlu memaksakannya, ya, Bu-Pak. Dalam bahasa lain, perkenalkan mainan baru secara perlahan. "Kita coba dulu, apakah ia bisa atau enggak. Kalau ia belum bisa dengan tingkat derajat kesulitan yang satu, kita bisa berikan dia pada derajat yang lebih mudah," tutur Mayke.

Contoh mainan yang sesuai adalah telur yang dimasukkan ke lubang. Permainan yang berupa tiga butir telur dengan ukuran berbeda ini, harus dipasangkan ke setiap lubang berdasarkan besar kecilnya ukuran telur. Namun tentu saja, bayi belum mengerti bahwa ketiga telur itu berbeda ukuran. Jadi, Bapak-Ibu harus memberi contoh dulu dengan memasang dua telur di lubangnya, lalu menyisakan satu lubang untuk diisi si kecil.

Pancinglah ia dengan mengatakan, misalnya, "Ayo, caramasukinnya gimana, ya?" Pokoknya, buatlah agar ia tahu dulu bahwa letak telur itu memang di situ. Lebih bagus lagi jika Bapak atau Ibu mau kreatif mewarnai telur dan lubangnya tadi. Misalnya, telur merah dimasukkan ke lubang yang berwarna mereha; telur hijau ke lubang hijau pula; dan telur kuning ke lubang kuning.

Dengan begitu, berarti Bapak-Ibu telah membantu si kecil untuk mendiferensiasi. Misalnya, yang warna merah dan hijau kita tutup dulu, lalu dia kita beri yang berwarna kuning. Kalau itu sudah bisa, baru kita beri dia dengan dua telur. "Permainan lain yang bisa dimanfaatkan adalah susun gambar," lanjut Mayke. Tapi jumlahnya jangan terlalu banyak, ya, Bu-Pak. Satu gambar yang dijadikan dua merupakan jumlah yang tepat untuk bayi. Misalnya, gambar seekor jerapah yang dibagi dua.

TIPE ANAK

Pada umumnya, tutur Mayke, bayi masih bisa bermain dengan permainan-permainan tadi. Namun begitu, ada juga yang enggak bisa melaksanakannya. Soalnya, ada anak yang cepat belajar, tapi ada juga yang lebih lambat. "Ada anak yang pertama kali diperkenalkan suatu permainan langsung tertarik, namun ada yang sudah seminggu diajarkan tapi tetap tak berminat."

Ada pula tipe anak yang tak mudah diajak bermain. Anak yang cenderung banyak bergerak, misalnya, tak terlalu mudah untuk diajak bermain ketimbang anak yang cukup tenang. "Tapi bukan berarti tipe anak tersebut tak dapat diperkenalkan dengan mainan yang mencerdaskan, lo."

Bila kita tahu bahwa alat permainan dan tipe permainan ini akan bermanfaat untuk anak tapi ia tak punya interest, saran Mayke, janganlah Bapak-Ibu gampang putus asa, tapi bujuklah dulu si anak. Misalnya, dengan gurauan, "Eh, ini yang hijau masuk mana, ya? Oh, masuk sini... byur!" Selain itu, lanjut Mayke, Bapak-Ibu juga perlu mengerti bahwa pada anak yang satu, ia bisa bermain tahan sampai lima menit, tapi pada anak yang lain, mungkin satu-dua menit sudah enggak mau main lagi.

Namun begitu, "biasanya untuk anak usia satu tahunan, bisa bertahan sampai lima menit pada suatu permainan sudah bagus, karena mereka belum bisa dituntut." Itulah mengapa, tukas Mayke, dalam bermain dengan bayi diperlukan kreativitas dari orang tua. "Juga panjang akal dalam arti harus punya inisiatif untuk mencoba dan tak cepat putus asa atau frustrasi, terutama dalam menghadapi anak yang lebih lambat," tambahnya.

MANFAATKAN BENDA-BENDA SEKITAR

Kreativitas Bapak-Ibu dan panjang akal juga diperlukan dalam memanfaatkan benda-benda atau hal-hal di sekitar rumah untuk mainan bayi. Jadi, mainannya tak perlu yang selalu mahal, kan? Contohnya, agar bayi belajar membedakan suara, bisa dimulai dari hal yang paling sederhana saja.

Nah, Bapak-Ibu bisa memanfaatkan suara orang-orang di sekitar rumah seperti suara Bapak yang keras, suara Ibu yang lembut, ataupun suara kakek-neneknya. Setelah usia enam atau tujuh bulan, si kecil bisa diajarkan mengenal suara-suara yang sering didengar. Bila melihat cicak, misalnya, Bapak-Ibu bisa menirukan suaranya, "Itu bunyi cicak, ck-ck." Atau, bila terdengar bunyi tok-tok, katakan padanya, "Nah, itu suara tukang mi." Itu semua penting sekali.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, anak usia di bawah setahun tengah berada dalam tahap bermain sensoris motorik. "Ia juga mulai mengenal anggota tubuh, misalnya, mata. Katakan padanya, 'Ini mata. Ayo, mata genitnya mana?' atau 'Mana mata Mama? Mana mata Papa?' Ini, kan, juga untuk pengetahuan dia. Dia akan tahu, oh, mata itu bentuknya yang begini; berkilat dan ada hitam-hitamnya," tutur Mayke.

Jadi, Bapak-Ibu bisa memanfaatkan diri Bapak-Ibu sendiri dan orang-orang di sekitar rumah sebagai "alat" permainan bagi bayi. "Selain itu, peralatan rumah tangga yang ada di dapur pun bisa digunakan sebagai mainan," lanjut Mayke. Misalnya, panci dan sendok kayu. Berikan dua panci dengan ukuran berbeda; yang satu besar dan satunya lebih kecil. "Biarkan ia memukul-mukul kedua panci tersebut dengan sendok kayu."

Dengan begitu, ia belajar memperhatikan tentang perbedaan bunyi, "Kalau saya pukul ke sini, kok, bunyinya begini, lain dengan yang ini." Bukankah hal ini juga melatih kecerdasan anak? Setelah itu, sendok kayunya bisa diganti dengan sendok yang terbuat dari stainless steel, sehingga bunyinya juga akan beda lagi. "Jadi, kita memberikan pengalaman yang bervariasi," tandas Mayke.  

Faras Handayani