Maunya, Kok, Makan Mi Melulu

By nova.id, Sabtu, 4 Desember 2010 | 17:01 WIB
Maunya Kok Makan Mi Melulu (nova.id)

Jangan-jangan Ibu-Bapak yang justru mengenalkan mi sebagai makanan yang dikonsumsi setiap hari. Hati-hati, lo, karena mi bisa mengakibatkan obesitas

"Dok, repot saya, anak saya maunya makan mi terus. Sulit sekali kalau saya kasih nasi dan lauk pauk. Saya pernah dengar, mi itu bahaya buat anak kecil. Sebetulnya yang berbahaya itu minya atau bumbunya, sih, Dok? Jika benar, apa bahayanya buat anak, Dok?"

Pertanyaan demikian dilontarkan oleh banyak pembaca untuk rubrik Tanya Jawab Gizi nakita. Barangkali hal senada pun kerap menjadi pertanyaan kita, ya, Bu-Pak. Orang tua mana, sih, yang tak khawatir ketika putra-putrinya sulit makan nasi dengan lauk pauk bergizi karena mereka lebih memilih mi sebagai menu sehari-seharinya. Menurut dr. Victor Tambunan, M.S., boleh-boleh saja anak mengkonsumsi mi, karena pada dasarnya mi terbuat dari tepung terigu (gandum) sehingga bisa dijadikan makanan pengganti nasi. Kita tahu, kan, nasi maupun mi termasuk bahan makanan sumber hidrat arang yang berfungsi sebagai sumber energi utama bagi manusia; sekitar 50-70 persen dari total energi.

KANDUNGAN SERATNYA NOL

Kendati demikian, mi memiliki perbedaan dengan nasi dalam soal pengolahan. "Kalau mi, kan, bahannya terbuat dari tepung terigu. Sementara tepung terigu boleh dibilang seratnya hampir enggak ada karena sudah mengalami proses di pabrik dan biasanya ditambah dengan bahan pengembang seperti bahan karbonat," jelas ahli gizi dari bagian Ilmu Gizi FKUI RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta ini. Akibatnya kandungan seratnya nol atau enggak ada. Sedangkan nasi, kendati mengalami proses penggilingan, kandungan seratnya masih banyak.

Padahal, kita tahu, ya, Bu-Pak, makanan berserat jauh lebih baik bagi pencernaan anak dibandingkan makanan tak berserat. Bila makanan yang sedikit kandungan seratnya diabsorpsi (diserap) akan cenderung diubah menjadi energi yang akan diubah lagi menjadi lemak. Efeknya, anak bisa saja mengalami overweight (obesitas), yaitu suatu gangguan yang terjadi karena adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Nah, bila sudah terjadi obesitas, bahayanya bisa macam-macam, dari diabetes sampai jantung.

Artinya, tentu saja nasi jauh lebih baik dibandingkan mi. "Namun bukan berarti mi enggak bergizi sama sekali, lo, karena kebanyakan mi yang ada sekarang sudah ditambahkan tepung telor, sehingga ada sedikit kandungan protein." Tapi, tandas Victor, anak hanya boleh mengkonsumsi mi sejauh yang dianjurkan oleh ahli. Tentu saja sebaiknya, sih, anak baru diperkenalkan dengan mi saat usianya sudah mencapai 2 tahun ke atas. Alasannya, karena di bawah usia 2 tahun, pencernaannya belum kuat dan enzim-enzimnya belum mencukupi.

BISA TIMBULKAN ALERGI

Yang harus diwaspadai, kandungan protein glutane yang terdapat pada bahan pembuat makanan bergandum/tepung terigu. Di Amerika pernah ditemukan kasus anak yang mengalami celiac (kerusakan pada usus) lantaran alergi terhadap bahan pembuat makanan bergandum/tepung terigu yang mengandung protein glutane. Nah, bila Bapak-Ibu sudah tahu si kecil alergi terhadap protein glutane, ya, jangan mengkonsumsi mi instan. Sebaiknya, arahkan anak untuk mengkonsumsi makanan yang terbuat dari tepung beras, misalnya, kwetiau, bihun, atau misoa. Di Indonesia memang belum ditemukan kasus serupa. Yang terbanyak justru alergi terhadap bumbu-bumbu penyedapnya, misalnya, MSG.

Alergi semacam ini, jelas Mohamad Harli, kerap ditemukan pada anak-anak yang memang suka sekali mengkonsumsi makanan seperti mi remas (mi kering yang diremas langsung dimakan). "Kasusnya, si anak mengalami gatal-gatal bahkan sampai korengan, karena pada mi jenis ini bumbu MSG-nya mengandung unsur zat pengawet." Sampai saat ini MSG sendiri masih kontroversial dan masih dalam penelitian. "Ada yang bilang bisa timbulkan kanker, ada yang bilang tak apa-apa."

Tapi sebagai langkah aman, tentu saja lebih baik menghindari, ya, Bu-Pak, daripada ada apa-apa kelak di kemudian hari. Dengan demikian, sebaiknya saat anak mengkonsumsi mi instan, hindari aneka bumbu penyedapnya, seperti MSG, merica, chili powder (bubuk cabai), dan vegetable oil (minyak sayur) atau cooking oil (minyak untuk memasak). "Gunakan seperlunya atau bahkan tidak sama sekali karena semua bahan tersebut akan merangsang pencernaan anak," anjur Harli.

Jadi, lebih baik menggunakan bumbu olahan sendiri. Selain aman, rasanya pun bisa lebih enak dan sesuai selera. Memang, sih, para ibu akan lebih repot karena harus menyiapkan bumbu sendiri. Tapi nggak masalah, kan, Bu, demi kesehatan si kecil. Kemudian, untuk lebih menarik selera, masaklah mi dengan campuran sayuran, seperti sawi, kol, wortel, caisim, maupun lauk pauk, seperti bakso, telor, daging sapi, daging ayam, dan lainnya.

Dengan demikian, nilai gizinya tetap bisa terpenuhi, ya, Bu. Kecuali itu, makanan jenis ini pun mengandung zat penajam rasa yang bisa merusak selera makan anak. "Nah, justru inilah yang perlu diwaspadai dan dikontrol oleh orang tua," tambah sarjana Gizi Makanan dan Sumber Daya Keluarga dari Institut Pertanian Bogor, ini. Zat penajam rasa inilah yang kemudian akan membuat anak kecanduan pada jenis makanan ini sehingga ia enggan beralih pada makanan lain. Kalau sudah begini, yang repot, kan, orang tua juga.

MENIRU ORANG TUA

Yang jelas, Bu-Pak, pada usia 2 tahun ke atas anak memang cenderung memilih jenis makanan yang sudah dikenalnya dan tak jarang ia menolak jenis makanan lain yang baru dilihatnya. "Karena itu orang tua harus memberi contoh baik dan benar serta didukung dengan pengetahuan gizi yang cukup," jelas Victor. Terkadang perlakuan akan konsumsi anak disamakan dengan orang tua. "Anak bisa melihat bapaknya makan mi plus bumbu instannya, sehingga anak bertanya, 'Kenapa saya, kok, dilarang?'" Atau bisa saja secara tak sadar di rumah memang menjadikan mi sebagai makanan yang cukup sering dikonsumsi.

Kalau sudah begini, tentu enggak fair bila orang tua malah menyalahkan anak. Ingat, lo, Bu-Pak, pola makan anak sangat ditentukan oleh kebiasaan orang tua. Anak, kan, belum tahu bahwa makanan ini bergizi atau tidak, makanan ini bahaya atau tidak. "Nah, tugas Ibu-Bapak yang harus mengenalkan makanan padat gizi pada anak dengan menu yang beragam dan bervariasi." Jadi, sekarang jangan ngomel-ngomel lagi, ya, Bu-Pak, kalau anak maunya cuma makan mi. Coba tanya, jangan-jangan memang Ibu-Bapak yang mengenalkan makanan tersebut padanya. Ayo?!  

UKURAN MI SEBAGAI PENGGANTI NASI

  

Kita tahu, mi ada dua jenis, yaitu mi basah dan mi kering. Mi dapat disajikan dalam berbagai rasa; mi goreng, mi ayam, mi rebus, mi bakso, dan lainnya. Nah, bila ingin memberi mi pada anak sebagai subtitusi nasi dengan nilai yang sama, ada ukuran yang bisa dijadikan patokan. Bila nasi dengan berat 100 gram, ukuran rumah tangganya (Urt) 3/4 gelas, maka subtitusinya: * mi basah dengan berat 100 gram, Urt 1,5 gelas * mi kering dengan berat 50 gram, Urt 1 gelas * bihun dengan berat 50 gram, Urt 0,5 gelas

POSITIF NEGATIF MI

Menurut Harli, dampak positif-negatif makanan mi penting diketahui orang tua. Catatan berikut bisa dijadikan pengetahun tambahan buat orang tua di rumah.

* Lebih Bervariasi. Positifnya, makanan anak lebih bervariasi. Anak memiliki pilihan sehingga ia tak mengalami ketergantungan pada salah satu jenis makanan tertentu. Hal ini akan membantu suplai aneka zat gizi yang diperlukan dalam proses tumbuh-kembang anak. Negatifnya, jika anak mengalami ketergantungan pada mi semata dan tak mengkonsumsi makanan lainnya, seperti nasi, jagung dan lainnya, anak dapat menderita kekurangan zat gizi jika makanan yang dikonsumsinya tak bervariasi.

* Makanan Sumber Tenaga. Kandungan gizi utama pada mi adalah karbohidrat karena bahan dasar untuk membuat mi adalah terigu. Jadi, mi merupakan salah satu makanan sumber tenaga seperti halnya nasi, jagung, sagu atau kentang. Begitu juga untuk kwetiau, bihun, dan misoa yang terbuat dari tepung beras, ataupun soun yang terbuat dari tepung kanji. Asal konsumsinya tak berlebihan, tetap positif bagi kesehatan anak, kok.

* Faktor Higienis. Dari aspek gizi, baik mi basah atau kering sama saja. Tapi, dari aspek higienis (kebersihan) dan keamanan makanan, maka mi basah tak tahan lama dan harus segera dimasak. Mi basah juga sangat rawan terkontaminasi kotoran pada saat diolah dan dijual di pasar, karena mi basah pada umumnya produk rumah tangga. Sedangkan mi kering dapat bertahan lebih lama.

* Siap Saji. Semua produk mi merupakan salah satu produk yang mengutamakan kepraktisan penyajian. Dengan hanya menuangkan air panas dan merendamnya beberapa menit sudah bisa dikonsumsi. Yang jelas, teliti lebih dulu tanggal kadaluarsa dan kadar bahan yang terkandung dalam kemasannya.

* Air Rebusan Mi. Air rebusan mi tak perlu dibuang karena zat gizi yang terkandung dalam olahan mi larut di dalamnya. Kalau dibuang, justru zat gizinya jadi berkurang.

* Tak Merusak Pencernaan. Pada dasarnya mi tak merusak pencernaan anak. Yang perlu diwaspadai adalah bumbunya karena dalam bumbu banyak mengandung unsur yang dapat merangsang dan membuat iritasi saluran pencernaan anak. Jika terpaksa, gunakan bumbu mi seperlunya. Jangan dicampur semuanya.

Riesnawiati/Artha Ariadina