Aneka Penyakit Yang Mengganggu Hubungan Seks

By nova.id, Senin, 25 Juli 2011 | 02:45 WIB
Aneka Penyakit Yang Mengganggu Hubungan Seks (nova.id)

Lain hal bila trauma mengenai tulang belakang yang berhubungan langsung dengan otak kecil dan syaraf-syaraf penting hingga umumnya berakibat fatal dan sulit tertangani lagi. Kendati demikian, bukan berarti pasangan tak bisa memperoleh keturunan, lo. Soalnya, kelumpuhan pada kasus-kasus seperti ini hanya menimpa kekuatan otot hingga jadi lemah dan bukan pada kemampuan kelenjar-kelenjar atau sel-sel lain yang berkaitan dengan produksi sperma/sel telur. Melalui teknik-teknik khusus dan dengan sperma yang tetap berkualitas bagus, masih bisa diupayakan pembuahan agar punya keturunan.

ASMA

Asma sebetulnya bukan penyakit, tapi gangguan fungsi paru-paru yang bersifat turunan/bawaan. Pencetusnya bisa macam-macam, di antaranya udara dingin, debu dan stres, atau faktor lain semisal makanan dan minuman. Agar kehidupan seksual tak terganggu, penderita harus tahu persis apa pencetusnya dan bagaimana menghindarinya. Kalau perlu minum obat antinya dulu sebelum berintim-intim.

Mengingat aktivitas yang satu ini jelas bakal menguras energi, perlu dipikirkan pula teknik dan posisi yang tak membuatnya terlalu capek. Bukankah kelelahan merupakan salah satu faktor pencetus reaksi asma? Hindari pula suasana/lingkungan yang berisik, berdebu, terlalu panas atau sebaliknya kelewat dingin. Jadikan ruang terbuka sebagai alternatif, semisal alam pantai yang udaranya memang disarankan untuk penderita asma. Sementara soal variasi teknik/posisi berintim-intim, bisa dikembangkan sebanyak mungkin sesuai keinginan dan kebutuhan berdua.

DIABETES

Kendati penyakit ini bersifat genetis/keturunan dan tak bisa disembuhkan, tapi bisa dikontrol agar jangan sampai tercetus atau bertambah parah. Bila mengenai pria, diabetes bisa mengancam kemampuan seksual, terutama menurunnya libido bahkan gangguan ereksi/impotensi. Sebabnya, diabetes yang tak terkontrol menyebabkan kadar gula darah tinggi yang akan merusak sistem saraf di seluruh tubuh, termasuk saraf-saraf tepi pada organ kelamin. Wanita pun bisa mengalami gangguan kemampuan seksual yang sama. Akan tetapi karena kaum Hawa lebih bersifat pasif dan tak diharuskan ereksi, biasanya hal ini tak jadi masalah berarti. Itulah mengapa untuk mengantisipasi agar tak semakin parah, terapi medis perlu dilakukan secara intensif.

JANTUNG

Penyakit ini lebih complicated karena orang yang pernah terkena penyakit jantung umumnya pasti takut berintim-intim. Paling tidak mereka merasakan sendiri rasa sakit/nyeri yang luar biasa hebat di bagian dada yang setiap waktu bisa mengancam jiwanya. "Normal dan manusiawi, sih, tapi tak berarti sikapnya yang takut berlebihan ini bisa dibenarkan."

Selain terapi medis, penderita penyakit jantung juga perlu rehabilitasi khusus yang terdiri beberapa tahap dan mesti dilakukan berurutan tahap demi tahap. Mengingat tiap tahapan bisa makan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, dibutuhkan kesabaran dan tenggang waktu dari pasangan. Apalagi selama menjalani rangkaian terapi tadi, penderita yang pernah mengalami serangan disarankan tak berintim-intim, karena sudah tergolong parah penyakitnya.

Tentunya, mereka yang pernah mengalami serangan akan dicek/di"ukur" di Bagian Rehabilitasi Medik bagaimana kondisi penyakitnya dan seberapa jauh kemampuannya untuk berintim-intim. Dari pemeriksaan inilah dokter bisa menilai tingkat kondisi keparahan penyakit masing-masing individu sekaligus bisa menetapkan tahapan-tahapan terapi yang harus dilalui dan bagaimana aturan mainnya. Semisal sekarang boleh berhubungan, tapi bersikap pasif, lalu pada tahap berikut boleh berhubungan dengan sikap setengah aktif, dan seterusnya. Selalu ada peningkatan dari satu tahap ke tahap berikut, sebelum akhirnya mendapat "lampu hijau" untuk sepenuhnya aktif. Barulah setelah menjalani semua tahapan terapi tadi, bisa "dilepas" untuk berintim-intim tanpa batasan-batasan lagi.

Jangan Abaikan Terapi

Bila suami-istri sama-sama sakit, menurut Ferryal, sebetulnya lebih menguntungkan, karena libido seksnya sama-sama menurun dan seimbang, hingga tak jadi masalah. Masalah baru muncul bila timpang sebelah, yang satu menurun kemampuan seksualnya sementara pasangannya tetap stabil. Penderita yang mesti menjalani "puasa", contoh, tentu akan menimbulkan masalah bila pasangannya tak menjalani terapi. Paling tidak, selama menjalani "kekosongan", pasangan pun perlu berkonsultasi dengan dokter bagaimana caranya tetap bisa melampiaskan libidonya dengan teknik-teknik tertentu tanpa harus mengusik penyakit suami/istri.

Selain itu, penyebab menurunnya kemampuan seksual bersifat multi faktor, hingga penanganannya pun harus disesuaikan dengan penyebabnya. Itu sebab, terapi dari konsultan seks amat diperlukan, baik bagi si penderita maupun pasangannya. Soalnya, keberhasilan aktivitas berintim-intim di antara suami-istri ditentukan oleh kedua belah pihak, bukan cuma salah satunya.

Tentu saja, bukan hal mudah mengajak pasangan yang bermasalah untuk berkonsultasi apalagi menjalani terapi. Sebab, bisa saja ia merasa putus asa dengan ketakmampuannya itu, lalu pasrah dan menutup diri dengan membunuh dorongan seksualnya. Nah, kita perlu membangkitkan semangat hidupnya bahwa ia bisa sehat dan bisa menjalankan fungsinya sebagai suami/istri, walaupun mungkin tak seperti sedia kala sebelum sakit. "Jangan pernah menyerah karena perkawinan dan kehidupan seksual bisa tetap jalan terus dengan normal sepanjang mau berkonsultasi dan menjalani terapi," bilang Ferryal.

  

Th. Puspayanti/nakita