Serumah Dengan Ipar Tanpa Ada Perang Berkobar

By nova.id, Senin, 12 April 2010 | 05:25 WIB
Serumah Dengan Ipar Tanpa Ada Perang Berkobar (nova.id)

Untuk menghindari konflik, suami sebaiknya memberi uang pada adik lewat istri. "Jadi, adik enggak minta pada kakaknya tapi pada si kakak ipar." Kalau keuangan terbatas, sepakati seberapa jauh pasangan bisa menolong ipar. Jangan sampai suami memutuskan, "Ya," sementara istrinya enggak tahu apa-apa. Bila itu yang terjadi, "Istri akan merasa tak terlibat, merasa dikesampingkan. Akibatnya ia pun tak merasa bertanggungjawab," tutur Rostiana.

Kesepakatan soal keuangan ini sebaiknya diambil jauh sebelum adik ipar datang. "Yang sering terjadi, sih, kedatangannya tak terduga. Tapi tetap bisa disiasati sepanjang suami-istri saling bersikap terbuka dan jujur."

BICARAKAN SEJAK AWAL

Jika pecah konflik antara suami-istri dan ipar, yang paling sering disalahkan biasanya si ipar. Meski mungkin masalah justru timbul dari pihak suami-istri. "Yang dituntut untuk lebih banyak menyesuaikan diri adalah ipar. Buntut-buntutnya, dia yang paling menderita. Habis, bicara sama sang kakak, tak berani. Mau terbuka pada ipar, sungkan."

Pengertian kedua belah pihak, tentu amat diperlukan. Dan itu akan lebih baik lagi jika sudah dilakukan sejak awal. "termasuk tentang masa depan si ipar. Apakah ia akan terus tinggal di rumah kakak atau bagaimana." Jika masalah mulai muncul, pesan Rostiana, "Segera bicarakan, jangan biarkan berlarut-latur hingga akhirnya orang seumah menjadi stres." Kalaupun merasa tak bisa bicara langsung, bisa minta bantuan keluarga dekat atau orang tua.

Pihak kakak (suami) dan istri pun bisa memberi batas yang tegas. "Soal menegur ipar yang lebih tua, misalnya. Kalau demi kepentingan anak, kenapa harus sungkan. Yang penting, kan, cara menegurnya hingga si ipar tak tersinggung."

Rostiana juga menambahkan, lebih banyak berbuat dibanding berbicara, juga akan lebih efektif. Terutama soal aturan. Jika istri memang orang yang terbiasa rapi, misalnya setelah makan langsung menaruh piring, maka ipar lama-lama akan mengikuti tindakan istri.

SUMBER SEKALIGUS KORBAN

Kalau mau meniadakan masalah, memang ada cara yang mudah, yaitu tak menerima kehadiran si ipar di rumah. "Tapi kultur budaya kita, kan, tidak begitu. Ya, diterima saja. Yang penting bagaimana kita mensosialisasikan peraturan kita ke ipar dan jangan malah didahului sosialisasi aturan ipar," tutur Rostiana.

Karena itulah, tekannya, keterbukaan yang dilakukan sejak awal, merupakan faktor penting. "Sering-seringlah ngobrol tentang segala hal. Bila keterbukaan sedini mungkin diterapkan, timbulnya masalah bisa dicegah." Tentu saja hal ini membutuhkan keberanian. Apalagi jika ipar lebih tua atau mudah tersinggung.

Peran suami juga sangat menentukan. Biasanya kalau suami menunjukkan perubahan, maka ipar akan ikut. Yang jelas, semuanya tergantung kepribadian dan pola hubungan di dalam keluarga. Jadi, tak bisa disimpulkan kehadiran ipar pasti menjadi sumber malapetaka. "Tergantung interaksinya. Ipar bisa menjadi sumber masalah, tapi juga bisa menjadi korban."

Hasto Prianggoro/nakita