Untung Ruginya Perkawinan Jarak Jauh

By nova.id, Senin, 29 Maret 2010 | 18:51 WIB
Untung Ruginya Perkawinan Jarak Jauh (nova.id)

Belum lagi kalau misalnya si orang tua punya teman istimewa saat sendirian. Meski hanya sekadar sahabat, bukan pacar, tapi tetap akan menimbulkan pertanyaan bagi anak. "Ini siapa? Sebetulnya hubungan perkawinan itu seperti apa, sih? Apakah ini memang boleh?" Tentu hal ini akan membingungkan si anak. Apalagi jika si anak tak mendapatkan kejelasan atau orang tua memberikan jawaban yang tak memuaskan si anak.

Karena itulah penting bagi orang tua untuk menyampaikan kondisi yang dialaminya kepada sang anak. Anak harus paham apa yang terjadi dengan kedua orang tuanya, kenapa mereka memilih tinggal terpisah, dan apa saja konsekuensinya. Begitupun soal berapa lama mereka akan tinggal terpisah, juga harus diketahui. "Meski usianya masih kecil, anak harus tetap diajak bicara dengan bahasa yang mudah dipahami."

Lalu, mana lebih baik, anak ikut ayah atau ibu? "Tergantung. Jika si ibu dipindah ke daerah sementara di sana tak ada keluarga atau sanak-saudara, anak lebih baik ikut ayah di kota asal di mana masih ada keluarga besar yang bisa membantu." Dalam hal ini, tutur Ieda, penting bagi ibu untuk tak menyimpan satu rasa bersalah karena telah meninggalkan anak. "Kalau tidak, nanti si ibu akan terpecah-belah pikirannya."

Karena itulah, Ieda minta agar suami tak bersikap egois, harus bersedia mengubah pandangan, sikap, dan perilakunya. Suami harus paham, urusan mengasuh anak bukan semata urusan ibu. Ayah juga terlibat penuh. Dengan demikian istri dapat pergi dengan tenang karena ia percaya suaminya bisa diandalkan untuk mengasuh dan mendidik si kecil.

KEMUNGKINAN SELINGKUH

Hal lain yang harus diperhatikan ialah faktor sosial. Ieda melihat, masyarakat kita belum bisa tampil sendiri dalam kesempatan sosial. Datang sendirian ke pesta perkawinan, misalnya. "Tak jarang, kan, muncul omongan 'miring'?" tanya Ieda. Belum lagi ada yang usil bertanya, "Kenapa, sih, tinggal terpisah?" Nah, kalau tak kuat menghadapi semua itu, malah jadi kacau, kan?

Bagaimana dengan kemungkinan perselingkuhan? Yang ini, kata Ieda, amat tergantung dari kepribadian yang bersangkutan. "Dia termasuk tipe setia, tahan godaan, gampang terpengaruh, atau bagaimana?" Bagi mereka yang tak tahan godaan, saran Ieda, "Batasi pergaulan untuk mengerem datangnya godaan. Atau tinggal dengan orang tua, bila orang tuanya tinggal di kota yang sama. Pendeknya, harus pandai-pandai menciptakan mekanisme pengawasan diri."

Soal dorongan seks, kata Ieda, masing-masing pasangan seharusnya sudah menyadari bahwa salah satu konsekuensi tinggal terpisah ialah tak punya kesempatan menyalurkan gairah seksual yang timbul untuk selama beberapa waktu. "Jadi, posisinya kembali ke titik seperti sebelum menikah. Kalau dulu bisa, kenapa sekarang enggak?"

Ieda pun menegaskan, alasan kesepian untuk melakukan penyelewengan hanyalah suatu excuse. "Kondisi pasangan yang tinggal terpisah ini, kan, sama seperti ketika belum menikah. Punya gairah seksual, tapi belum punya exit permit untuk melakukan hubungan seks. Berarti mereka tahu, itu tak bisa disalurkan. Jadi, ya, jangan dekat-dekat ke rangsangan seksual," paparnya.

Sebenarnya, lanjutnya, semua itu tergantung dari pikiran kita. "Jadi kalau gairah seks muncul, segeralah alihkan perhatian kepada hal-hal lain. Masih banyak, kok, yang bisa kita lakukan. Dengan jalan-jalan, misalnya, juga akan hilang. Atau melakukan hobi." Jika pasangan menggunakan waktu luangnya untuk hal-hal positif, maka marital affair tak bakal muncul.

KEUNTUNGAN

Kendati dihadang sejumlah persoalan, perkawinan jarak jauh juga ada keuntungannya, lo. Bagi pasangan yang belum punya anak, misalnya, masing-masing jadi lebih bisa berkonsentrasi pada kariernya. Mau rapat sampai malam pun nggak jadi soal, karena tak ada yang menunggu di rumah. Mereka juga bisa mengembangkan hobi masing-masing karena punya waktu luang lebih banyak. Entah berkebun, melukis, memancing, dan sebagainya.