"Karena buku ini sudah Kakak robek, kita jadi enggak bisa membacanya lagi." Selanjutnya, bikin perjanjian, "Bagaimana kalau Kakak merobek buku lagi, apa hukumannya? Berarti Kakak enggak boleh membaca buku itu lagi?" Dengan begitu, anak pun jadi menyadari kesalahannya. Tapi orang tua juga harus memberikan alternatif pengganti agar anak tetap bisa bereksperimen.
Misalnya, "Kalau Kakak mau menggunting gambarnya, merobek atau meremas-remas kertasnya, jangan buku-buku yang itu, ya. Pakai saja majalah-majalah Bunda yang lama itu. Bukankah gambar-gambarnya juga masih bagus?" Jadi, anak perlu ditanamkan pula, mana yang boleh dan mana yang tak boleh dilakukan. Tentunya, bila anak dapat mematuhi peraturan yang dibuat, bahkan mampu menjaga buku-bukunya dengan sangat baik, "jangan lupa untuk memberinya rewards," pesan Wulan. Misalnya, "Karena Kakak tak merusak buku ini, maka Bunda akan membelikan buku lain yang lebih bagus."
ORANG TUA MENJADI TELADAN
Selanjutnya, agar anak semakin termotivasi mencintai buku atau memiliki kegemaran membaca, maka orang dewasa di lingkungan sekitar anak haruslah memberi teladan. Lingkungan di sekitar anak juga harus membentuk kecintaan pada buku/membaca. "Bila orang tua di waktu luangnya terbiasa membaca, maka anak-anaknya biasanya akan tumbuh menjadi orang yang senang membaca pula," tutur Wulan.
Jadi, Bu-Pak, usahakanlah menyisihkan waktu setiap harinya untuk membaca. Setidaknya, pastikan si kecil melihat ayah dan ibunya membaca. Selain itu, anjur Wulan, jadikan buku atau bahan bacaan lainnya sebagai benda yang selalu ada di dalam rumah. Orang tua pun hendaknya juga menjaga buku dengan baik. Dengan demikian, anak pun akan meniru. Tapi kalau orang tua, begitu selesai membaca langsung main lempar saja karena malas mengembalikannya ke rak buku, ya, enggak heran bila si anak juga melakukan hal yang sama.
Indah Mulatsih