Menanamkan Cinta Buku

By nova.id, Minggu, 7 November 2010 | 17:32 WIB
Menanamkan Cinta Buku (nova.id)

Buku adalah jendela dunia. Itulah mengapa, para ahli selalu menganjurkan agar sejak dini anak diperkenalkan pada buku.

Sejak 1959, setiap 21 Mei kita memperingati Hari Buku Nasional. Hal ini menunjukkan, betapa penting buku atau membaca dalam kehidupan. Lewat buku, bukan hanya ilmu kita bertambah, wawasan kita pun jadi semakin berkembang luas.

Sayangnya, buku atau membaca masih belum menjadi santapan harian bagi sebagian masyarakat kita. Tak heran bila kemudian banyak orang tua yang tak menjadikan buku atau kegemaran membaca sebagai bagian dari aktivitas keluarga sehari-hari. Orang tua pun lebih kerap memberi hadiah mainan ketimbang buku kala anak berulang tahun atau menjadi juara kelas, dan sebagainya.

Padahal, untuk bisa mencintai buku dan memiliki kegemaran membaca, tak akan muncul begitu saja kalau tak ditanamkan sejak kecil. "Semakin dini usia anak, malah semakin baik," ujar dra. Sri Wulan, dosen luar biasa PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Tentu saja, untuk menanamkan cinta buku/membaca tak harus melalui buku; majalah pun bisa dijadikan sarana untuk anak mencintai buku dan memiliki kegemaran membaca.

BACAKAN DENGAN INTONASI YANG MENARIK

Banyak cara bisa dilakukan orang tua untuk menanamkan cinta buku/membaca pada anak. Misalnya, ayah atau ibu membacakan buku sebelum si kecil tidur. "Keponakan saya sejak kecil selalu dibacakan buku sebelum tidur. Sekarang setelah ia besar, ia tak bisa tidur tanpa membaca buku terlebih dulu," kisah Wulan. Cara lain, ajak anak mengenal isi dari sebuah buku. Hal ini bisa dilakukan sebelum tidur ataupun pada saat senggang. "Awalnya, anak diajak mengenal gambar dulu, baru kemudian tulisannya."

Dengan mengajak anak bersama-sama melihat gambar-gambar yang ada di buku saja, menurut Wulan, sudah bisa menumbuhkan minat suka pada buku. Apalagi jika kebiasaan ini selalu diterapkan, Wulan yakin, lama-lama akan muncul dalam diri anak adanya suatu kebutuhan akan buku. "Kalau sehari saja tak membaca buku, rasanya ada yang kurang." Namun tentunya, saat orang tua membacakan buku, sebaiknya dibuat semenarik mungkin.

"Jangan membaca dengan cepat isi cerita dalam buku." Orang tua pun dapat mengubah suaranya dengan intonasi yang tepat sesuai karakter tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. "Anak pasti akan sangat tertarik." Kemudian, bila ada kalimat panjang yang tak menarik, gantilah dengan kalimat sederhana yang mudah dipahami anak. Dengan demikian, anak akan tertarik untuk mendengarkan ceritanya lebih lanjut. Bila perlu, anak pun bisa dilibatkan dalam cerita itu. Misalnya, "Kira-kira apa, ya, yang akan dilakukan si kucing selanjutnya?"

PILIH BUKU YANG BANYAK GAMBAR

Tentunya, agar anak menyenangi buku yang dibacanya, maka pemilihan bukunya harus tepat. Pasalnya, buku untuk anak usia 3 tahun akan berbeda dengan buku untuk anak usia 5 tahun. Nah, untuk anak usia prasekolah, saran Wulan, pilihlah buku yang banyak gambarnya. Tapi gambarnya pun harus menarik, lo. "Semakin muda usia anak, selain gambarnya harus menarik, tulisannya pun tak boleh panjang-panjang, cukup pendek-pendek saja dan hurufnya pun agak besar," jelas Wulan.

Baru setelah usia anak semakin besar, tulisannya boleh semakin banyak dengan huruf yang agak kecil. Dengan demikian, ketika di usia 5 tahun, anak sudah bisa dirangsang untuk membaca koran atau majalah. "Minimal membaca judul-judulnya dulu yang bertuliskan besar-besar." Namun yang harus diingat orang tua, pada usia 3-5 tahun umumnya gerakan anak masih kasar, sehingga ada kemungkinan buku itu tak hanya dibaca, tapi bisa juga dibanting, diduduki, dirobek, diremas, bahkan dikencingi.

"Nah, kalau orang tua sadar akan perkembangan anak usia ini, tentunya tak perlu marah karenanya," kata dosen PGTKI Bani Saleh ini. Saran Wulan, selain memperhatikan isi buku, orang tua juga perlu melihat dari jenis bahan apa buku tersebut. "Untuk anak yang lebih muda, sebaiknya pilih buku yang kertasnya tebal agar tak gampang rusak. Kalau bisa, yang kertasnya anti air atau tak cepat rusak bila terkena air. Misalnya, terbuat dari plastik." Keuntungan dari buku-buku yang bahannya tak mudah rusak ini, bisa digunakan oleh anak untuk "membaca"nya sendiri. Tapi kalau bukunya mudah rusak, anjur Wulan, "Lebih baik dibaca bersama orang tua."

JANGAN PAKSA BILA SUDAH BOSAN

Biasanya, saat pertama kali mengajak anak membaca, ia tak bisa diam. Namun dengan ketekunan dari orang tua, Wulan yakin, lama-lama anak akan terbiasa. Misalnya, dengan menetapkan jadwal, sebelum tidur dibacakan cerita. "Lama-lama acara membaca bersama di tempat tidur ini akan menyenangkan buat anak." Yang juga harus diperhatikan, anak usia ini masih rentan perhatiannya.

"Konsentrasinya gampang berubah, sehingga kadang sulit untuk membuat anak duduk manis membaca buku," terang Wulan. Hal ini harus benar-benar disadari orang tua. Jadi, Bu-Pak, kalau si kecil sudah mulai bosan, biarkan ia melakukan kegiatan lain. Jangan malah melarangnya dan memaksanya untuk terus "membaca". "Kalau kita menuntut anak harus membaca juga, maka anak akan memandang kegiatan ini sebagai kegiatan yang tak menyenangkan dan penuh beban."

Akibatnya, tujuan kita untuk menanamkan cinta buku/membaca bisa tak tercapai. Untuk mengatasinya, Wulan menganjurkan agar kegiatan membaca sebaiknya dilakukan saat anak sedang mood. "Biasanya kalau di TK dilakukan pagi hari, saat anak-anak konsentrasinya sedang optimal."

AJARKAN MERAWAT BUKU

Seiring dengan upaya menanamkan cinta buku/membaca pada anak, orang tua pun perlu mengajari anak untuk menghargai buku. "Ia harus mampu menjaga dan merawatnya," ujar Wulan. Caranya bisa dengan memberikan peraturan sederhana dalam bentuk tulisan dan gambar yang ditempelkan di ruang baca atau ruang keluarga.

Sebagai contoh, tempelkan kertas yang bertuliskan, "Sebelum membaca, lihat dulu tanganmu, kotor atau bersih?" disertai gambar orang sedang mencuci tangan. Kemudian, di bawah tulisan tersebut, tulislah, "Bukalah buku perlahan-lahan" diikuti gambar orang yang sedang membalik halaman buku. Selanjutnya, tulis di bawahnya, "Tanyakan jika kamu enggak mengerti" dengan diberi gambar seorang anak dan orang tua yang sedang bercakap-cakap.

Terakhir, tuliskan, "Letakkan kembali buku ke tempatnya semula jika sudah selesai dibaca." Dengan adanya peraturan yang jelas, menurut Wulan, anak pun akan tergerak untuk mematuhinya. Namun sebaiknya, dalam membuat peraturaan, anak turut dilibatkan. "Minta usulan dari si anak, peraturan mana yang enak untuk kedua belah pihak."

Dengan begitu, anak akan merasa tata tertib tersebut bukan milik orang tua saja, tapi milik bersama. Anak pun akan mentaatinya. Bukankah itu perjanjian yang ia buat juga? Tekankan pula bahwa buku itu milik bersama, yang boleh digunakan oleh setiap anggota keluarga, baik ayah, ibu, kakak, adik, dan si anak sendiri. Berikan pengertian pula bahwa buku itu untuk dibaca, jadi tak boleh diinjak-injak, dibanting, atau dirusak. Nah, peraturannya bisa ditambah, "Buku tak boleh dibanting dan diinjak-injak."

BUKAN SENGAJA MERUSAK

Biasanya, anak juga punya kecenderungan untuk merobek-robek, menggunting gambar yang menarik perhatiannya, ataupun meremas-remas kertas. Sebenarnya, terang Wulan, anak merobek-robek buku ataupun meremas-remas kertasnya, bukan didasari oleh kesengajaan, "melainkan karena didasari belum tahunya dia."

Juga karena dorongan rasa ingin tahunya, ingin bereksperimen dengan buku tersebut. Bagaimana bunyinya jika kertas ini diremas, ya? Bagamana jadinya kalau buku ini dibanting atau digunting? Bukan berarti tindakan anak yang demikian lantas dibiarkan saja, lo. Anak tetap perlu diberikan pengertian bahwa buku digunakan bukan hanya pada satu waktu saja, tapi bisa sepanjang masa. Katakan, misalnya, "Suatu saat kalau Kakak ingin melihat atau membaca buku itu lagi, kan, Kakak dapat membacanya ulang. Jadi, jangan diguntingi gambarnya, ya." Dengan begitu, setiap kali ada gambar yang menarik perhatiannya, ia tak lantas main robek atau gunting. Jika buku tersebut sudah terlanjur rusak, entah karena dirobek atau diremas-remas, katakanlah,

"Karena buku ini sudah Kakak robek, kita jadi enggak bisa membacanya lagi." Selanjutnya, bikin perjanjian, "Bagaimana kalau Kakak merobek buku lagi, apa hukumannya? Berarti Kakak enggak boleh membaca buku itu lagi?" Dengan begitu, anak pun jadi menyadari kesalahannya. Tapi orang tua juga harus memberikan alternatif pengganti agar anak tetap bisa bereksperimen.

Misalnya, "Kalau Kakak mau menggunting gambarnya, merobek atau meremas-remas kertasnya, jangan buku-buku yang itu, ya. Pakai saja majalah-majalah Bunda yang lama itu. Bukankah gambar-gambarnya juga masih bagus?" Jadi, anak perlu ditanamkan pula, mana yang boleh dan mana yang tak boleh dilakukan. Tentunya, bila anak dapat mematuhi peraturan yang dibuat, bahkan mampu menjaga buku-bukunya dengan sangat baik, "jangan lupa untuk memberinya rewards," pesan Wulan. Misalnya, "Karena Kakak tak merusak buku ini, maka Bunda akan membelikan buku lain yang lebih bagus."

ORANG TUA MENJADI TELADAN

Selanjutnya, agar anak semakin termotivasi mencintai buku atau memiliki kegemaran membaca, maka orang dewasa di lingkungan sekitar anak haruslah memberi teladan. Lingkungan di sekitar anak juga harus membentuk kecintaan pada buku/membaca. "Bila orang tua di waktu luangnya terbiasa membaca, maka anak-anaknya biasanya akan tumbuh menjadi orang yang senang membaca pula," tutur Wulan.

Jadi, Bu-Pak, usahakanlah menyisihkan waktu setiap harinya untuk membaca. Setidaknya, pastikan si kecil melihat ayah dan ibunya membaca. Selain itu, anjur Wulan, jadikan buku atau bahan bacaan lainnya sebagai benda yang selalu ada di dalam rumah. Orang tua pun hendaknya juga menjaga buku dengan baik. Dengan demikian, anak pun akan meniru. Tapi kalau orang tua, begitu selesai membaca langsung main lempar saja karena malas mengembalikannya ke rak buku, ya, enggak heran bila si anak juga melakukan hal yang sama.  

Indah Mulatsih