Mengatasi Anak Cengeng

By nova.id, Senin, 7 Juni 2010 | 17:07 WIB
Mengatasi Anak Cengeng (nova.id)

Dampak lainnya, anak akan meniru tindakan orang tua. Jangan lupa, salah satu cara anak belajar ialah dengan meniru. Nah, kalau ia menangis lalu ayah atau ibu memukulnya, maka ia pun akan melakukan hal sama terhadap orang lain. Entah itu temannya, pembantunya, adiknya, dan lainnya. "Sebab, hanya itulah cara yang ia tahu untuk mengekspresikan kekesalannya pada orang lain, termasuk kala ia kesal pada ibunya sendiri," kata Romy.

AJAK BICARA

Daripada harus memukul, mencubit, membentak, yang bisa berdampak buruk, "Sebaiknya anak diajak bicara," begitu saran Romy. Tentu saja tak perlu mengajak anak berdiskusi panjang lebar seperti dengan orang dewasa. Ingat, cara dan kapasitas berpikir anak masih terbatas. Cukup, kok, dengan berkata padanya, "Kalau kamu mau sesuatu, harus minta. Jangan pakai menangis." Atau, "Coba bicara dulu sama Ayah biar Ayah tahu apa maunya Adik."

Dengan cara ini, anak jadi belajar mengungkapkan keinginan yang ada dalam dirinya. Ajarkan juga padanya untuk bisa menunda keinginan dan menahan emosinya. Katakan, "Bunda tak bisa membelikan mainannya sekarang karena tak punya uang." Tentu orang tua harus konsisten. Bila si anak masih tetap menangis, ya, orang tua jangan mengalah.

Boleh juga dengan menjanjikan untuk membelinya lain waktu kala uangnya sudah ada, namun benar-benar ditepati. Jangan sampai orang tua menjanjikan hanya agar si anak tak menangis lagi. "Kalau orang tua bolak-balik cuma janji dan tak pernah ditepati, lama-lama anak tidak percaya lagi pada orang tuanya."

Ada baiknya bila orang tua agak mengabaikan pada saat anak mulai menangis. Misalnya, pura-pura tak melihat sambil membaca buku. Bila tangisnya malah mengeras, tetaplah cuek. Toh, nanti tangisnya akan berhenti jua. Baru setelah itu orang tua mendekatinya dan tanyakan, "Kamu mau apa, sih?" Dengan cara ini, anak akan belajar bahwa dengan menangis, ia tak memperoleh apa-apa dan kemauannya tidak dituruti.

Untuk menghentikan tangisnya, cobalah alihkan perhatian anak. Misalnya, bujuk si kecil, "Ih, lihat, deh, gambar di buku ini bagus. Yuk, kita baca sama-sama." Hanya saja, tutur Romy, membujuk pun tak perlu berlebihan. Karena bisa-bisa ia akan terbiasa dengan perilaku baru tersebut dan berpikir, "Oh, kalau aku menangis, pasti Mama akan membujuk aku."

Mengalihkan perhatian bisa juga dilakukan dengan memberinya mainan atau kegiatan. Misalnya, "Ah, Ibu mau main Lego ini dulu." Nah, anak pun jadi ikut tertarik melihat ibunya bermain Lego. Dengan mengalihkan perhatian, anak tak kembali terpusat pada apa yang ada di pikirannya atau apa yang diinginkannya. "Biasanya cara ini paling efektif untuk anak usia 2-3 tahun."

JAUHI LABEL

Perilaku cengeng, menurut Romy, tak bisa hilang dengan sendirinya. "Harus dilatih. Sebab, kalau tidak, sampai besar pun si anak tak tahu cara lain selain perilaku cengengnya." Akibat buruknya, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang kurang tangguh, kurang percaya diri, tidak matang, tak mandiri, dan selalu merasa cemas.

Satu hal diingatkan Romy, jangan sekali-sekali orang tua memberi label atau cap "anak cengeng". "Jangan lakukan hal itu." Bisa saja, kan, karena terlanjur dianggap anak cengeng, si ibu menyampaikan hal itu pada guru, dan guru pun menganggapnya demikian. Jika kebetulan di kelas ia bertengkar dengan temannya dan si anak menangis, guru akan mengatakan, "Betul kata ibumu, kamu anak cengeng."

Bagi si anak sendiri, karena sudah diberi cap atau label seperti itu, akhirnya ia menjadi apatis. "Memang aku dianggap cengeng, ya, sudah mau apa lagi?" Ia pun malas untuk mengubah perilakunya. Baginya, toh, cap itu sudah terlanjur menempel pada dirinya dan percuma saja mengubahnya.

Jadi, lanjut Romy, jika ia memang mudah menangis, katakan saja, "Kok, kamu nangis lagi, nangis lagi. Kenapa, sih?" Dan jangan sekali-sekali mengatakan, "Memang dasar kamu anak cengeng!"

Di sisi lain, jangan pernah lupa untuk sering memuji anak kala ia menunjukkan tingkah laku yang manis dan terpuji. Misalnya, kala ia mau bicara untuk mengungkapkan apa yang diinginkannya. Namun pujian tersebut hendaknya juga diberikan pada perilaku baik lainnya. Dengan demikian, tingkah laku yang baik itu dapat menguat dan bisa meng-counter tingkah laku cengengnya.

Dengan kata lain, berilah perhatian kepada setiap perilaku baik yang dilakukan anak. Jangan hanya kala si anak menangis baru orang tua memberinya perhatian. Jika seperti itu, maka tingkah laku menangisnya akan dijadikannya sebagai alat untuk menarik perhatian.

Ditanggung, deh, si kecil tak lagi menjadi anak cengeng!

Dedeh Kurniasih/nakita