Cemburu Boleh, Asal...

By nova.id, Senin, 25 Mei 2009 | 17:30 WIB
Cemburu Boleh Asal (nova.id)

Misalnya, pasangan lebih ganteng atau cantik, lebih kaya, dan jabatannya lebih tinggi. Siapa, sih, yang tak cemburu punya pasangan seganteng Christian Sugiono, misalnya, yang mudah dilirik wanita cantik? Bisa-bisa Anda terabaikan, jika perhatian orang lebih banyak ke pasangan.

Sebaiknya, memang jangan sepelekan masalah cemburu ini, karena jika terus dipelihara bisa-bisa meningkat jadi super posesif. Selanjutnya, bisa mengarah ke hal negatif, kekerasan, bahkan mengerikan dan nekat. Buntutnya, masalah bukannya mereda tapi malah makin parah.

Jadi, apa yang dibutuhkan bagi seorang yang posesif? "Sederhana saja, yaitu mengelola emosi dengan baik," tegas Diah. Yang biasanya tejadi terkadang bukan takut akan kehilangan pasangan, tapi pikiran irasional yang mendominasi. Kontrol emosi jadi sangat dibutuhkan. Caranya, tahan amarah, lalu ajak pasangan bicara baik-baik. Jangan keluarkan kata-kata yang memojokkan. Pasangan harus tahu dulu apa yang terjadi pada pasangannya, paling tidak tahu pemicunya.

Misalnya, jika tiap kali telepon atau SMS tak dijawab atau dibalas, cari tahu penyebabnya. Atau ungkapkan dengan kata-kata terkontrol, "Aku tahu kenapa kamu jadi begitu. Maaf ya, aku lupa memberi tahu kamu sebelumnya."

Katakan pula terus terang bila tak suka cara pasangan yang terus bertanya tatkala Anda sedang sibuk bekerja. Tentu saja semua hal memang tak mudah dicapai, namun dengan komunikasi dan kesabaran tentu akan ada hasil yang berbuah manis.

Sekali lagi, sikap cemburu atau terlalu posesif akan menimbulkan ketidaktenangan pada diri pasangan. Efek negatifnya, bisa-bisa pasangan justru sengaja mencari orang lain yang tak posesif, agar merasa lebih aman. Lagi-lagi, masalah baru muncul dan terjadilah perselingkuhan, yang awalnya amat dihindari.Jadi, kata Diah, seburuk-buruknya pasangan, itulah pilihan Anda. Dan jangan pernah ceritakan keburukannya kepada orang lain. Bila butuh curhat, sebaiknya pilih teman yang bukan lawan jenis. "Ingat saja pepatah ini, merusak itu lebih mudah daripada memperbaikinya seperti semula," pungkas Diah.

Noverita K. Waldan