Cemburu Boleh, Asal...

By nova.id, Senin, 25 Mei 2009 | 17:30 WIB
Cemburu Boleh Asal (nova.id)

Cemburu Boleh Asal (nova.id)

"Ilustrasi (Foto: Adrianus Adrianto/NOVA) "

Di sisi lain, Anto sebenarnya sudah tahu pekerjaan Nita. Di jam seperti itu istrinya pasti sedang berhadapan dengan klien. Namun, Nita selalu gelisah bila SMS atau telepon dari suaminya tak dibalas atau diangkatnya. Pertanyaan bertubi-tubi pasti akan diajukan Anto.

Hmm, rupanya Anto amat pencemburu dan selalu tak percaya sang istri benar-benar tengah bekerja. Pikiran Anto selalu dipenuhi kecurigaan di saat Nita sedang berada di luar rumah.

Sebenarnya, kegelisahan Nita atau Anto tak perlu terjadi jika mereka saling mengedepankan rasa percaya (trust). Boleh saja cemburu, karena ingin mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan, atau menunjukkan betapa berartinya pasangan bagi Anda.

Tapi, bila sudah berlebihan, ada kecenderungan pasangan jadi posesif alias merasa takut kehilangan atau rasa memiliki berlebihan terhadap pasangan. Ada perasaan was-was dan curiga berlebihan kepada pasangannya.

"Jangan sampai sikap posesif ini mengarah ke tindakan kekerasan!" tegas Diah P. Paramita, Psi, MSi. Apapun yang berlebihan, lanjut Diah, akan menjadi tidak baik. Sebaliknya, terlalu cuek juga jangan sampai terjadi, karena tampak seperti tak ada perhatian kepada pasangan.

Jangan biarkan perasaan berlebihan dilakukan pasangan ataupun Anda. Sebaiknya, berikan ruang dan keleluasan bagi pasangan tanpa rasa curiga berlebihan. "Bila terus menerus diperhatikan, kesannya seperti dimata-matai. Bagi salah satu pasangan mungkin oke saja, tapi bagi yang dicemburui pasti rasanya tak nyaman." Ada Kebohongan Biasanya sikap curiga, cemburu, atau posesif terjadi karena ada perubahan mendadak yang dilakukan salah satu pasangan. Atau pasangan mulai berbohong sehingga kepercayaan mulai hilang.Misalnya, pasangan jadi sering pulang malam, lalu sejumlah pertanyaan mulai bermunculan. Sebenarnya, kata Diah, pertanyaan itu wajar diajukan, karena setelah menikah harus lebih peka terhadap apa yang terjadi di dalam rumah tangganya.

Biasanya pula, setelah beragam pertanyaan diajukan, tanggapan dari pasangan pun akan beragam bentuknya. Ada yang langsung ribut, saling koreksi, tapi ada juga yang tak bertegur sapa sampai beberapa hari lamanya.

Sebelum terjadi reaksi lebih keras lagi, misalnya pasangan suka menampar saat marah, buru-buru tanyakan kepadanya atau jelaskan dengan kata-kata lembut, "Duh, kenapa, sih, kamu jadi begini? Padahal aku enggak ada maksud begitu, lho!" Dengan komunikasi yang baik, kecurigaan dan rasa cemburu bisa diminimalisasi.

Sebaliknya, jika Anda yang akan bertemu dengan klien lawan jenis di luar waktu kerja, katakan terus terang kepada pasangan, "Saya mau bertemu dengan Si A untuk urusan tertentu, kamu keberatan tidak?"Ingat, Anda dan Si Dia harus saling menjaga nama baik. Perhatikan juga orang lain di luar rumah tangga, yang kadang sok tahu atau merasa lebih mengerti masalah rumah tangga Anda. Bahkan mereka kerap menilai salah. Cari Solusi Menurut Diah, semakin dilarang, si posesif akan semakin curiga. Misalnya, pada keluarga yang tadinya harmonis, tiba-tiba berantakan gara-gara suaminya mengetahui sang istri menerima SMS dari pria lain. Padahal sang suami bukanlah tipe pria pencemburu. Akibatnya seusai peristiwa itu, sang suami selalu cemburu kepada istrinya.

Begitu juga pada pasangan misalnya yang sudah 25 tahun menikah, suami jadi posesif justru karena selalu dicueki istrinya. Saat di rumah, suami ingin istrinya hanya melayani dirinya. Akhirnya, sang istri malah mencari solusi dengan bekerja di luar, agar suaminya tak terlalu posesif. Nah, untuk itu, harus ada solusi yang dicari demi kebaikan bersama. "Sekali lagi, kunci dalam pernikahan adalah membangun kepercayaan (trust)," tandas Diah. Mestinya hal itu sudah dilakukan sejak masa pacaran, dengan mengenali lingkungan masing-masing, termasuk latar belakangnya.

Jika pekerjaan Anda sebagai konsultan, pasangan harus memahami Anda akan bertemu klien setiap hari. "Jika sudah saling kenal, ya jangan terlalu diawasi. Tetap kedepankan rasa saling percaya. Komunikasi pun harus tetap dilakukan, ceritakan apa yang dialami setiap hari. Sehingga Anda bedua akan merasa saling diperhatikan." Kelola Emosi Lalu, mengapa seseorang bisa jadi posesif dan pencemburu? Biasanya ada latar belakang akibat perceraian orangtua, pertengkaran terus menerus di keluarga, pernah dibohongi pasangan, dimarahi terus menerus oleh orangtua karena ketidakpercayaan, kurangnya percaya diri, atau pasangannya lebih dari segalanya.

Misalnya, pasangan lebih ganteng atau cantik, lebih kaya, dan jabatannya lebih tinggi. Siapa, sih, yang tak cemburu punya pasangan seganteng Christian Sugiono, misalnya, yang mudah dilirik wanita cantik? Bisa-bisa Anda terabaikan, jika perhatian orang lebih banyak ke pasangan.

Sebaiknya, memang jangan sepelekan masalah cemburu ini, karena jika terus dipelihara bisa-bisa meningkat jadi super posesif. Selanjutnya, bisa mengarah ke hal negatif, kekerasan, bahkan mengerikan dan nekat. Buntutnya, masalah bukannya mereda tapi malah makin parah.

Jadi, apa yang dibutuhkan bagi seorang yang posesif? "Sederhana saja, yaitu mengelola emosi dengan baik," tegas Diah. Yang biasanya tejadi terkadang bukan takut akan kehilangan pasangan, tapi pikiran irasional yang mendominasi. Kontrol emosi jadi sangat dibutuhkan. Caranya, tahan amarah, lalu ajak pasangan bicara baik-baik. Jangan keluarkan kata-kata yang memojokkan. Pasangan harus tahu dulu apa yang terjadi pada pasangannya, paling tidak tahu pemicunya.

Misalnya, jika tiap kali telepon atau SMS tak dijawab atau dibalas, cari tahu penyebabnya. Atau ungkapkan dengan kata-kata terkontrol, "Aku tahu kenapa kamu jadi begitu. Maaf ya, aku lupa memberi tahu kamu sebelumnya."

Katakan pula terus terang bila tak suka cara pasangan yang terus bertanya tatkala Anda sedang sibuk bekerja. Tentu saja semua hal memang tak mudah dicapai, namun dengan komunikasi dan kesabaran tentu akan ada hasil yang berbuah manis.

Sekali lagi, sikap cemburu atau terlalu posesif akan menimbulkan ketidaktenangan pada diri pasangan. Efek negatifnya, bisa-bisa pasangan justru sengaja mencari orang lain yang tak posesif, agar merasa lebih aman. Lagi-lagi, masalah baru muncul dan terjadilah perselingkuhan, yang awalnya amat dihindari.Jadi, kata Diah, seburuk-buruknya pasangan, itulah pilihan Anda. Dan jangan pernah ceritakan keburukannya kepada orang lain. Bila butuh curhat, sebaiknya pilih teman yang bukan lawan jenis. "Ingat saja pepatah ini, merusak itu lebih mudah daripada memperbaikinya seperti semula," pungkas Diah.

Noverita K. Waldan