Melatih Si Kecil Mengatasi Konflik

By nova.id, Senin, 30 Agustus 2010 | 17:20 WIB
Melatih Si Kecil Mengatasi Konflik (nova.id)

"Karena temanmu duluan yang memegang ayunan itu, bagaimana kalau 10 menit pertama temanmu yang naik duluan dan kamu yang mendorongnya. Setelah itu ganti kamu yang naik dan temanmu yang dorong, setuju?" Bisa juga dengan membuat aturan bersama. Misalnya, "Lain kali gini, deh, siapa yang pegang ayunan duluan, ia yang berhak main duluan. Yang lain dilarang menyerobot." Kalau mereka tanya, kenapa? Terangkan, "Bagaimana perasaanmu jika kamu sedang asyik bermain terus ada orang yang merebut mainanmu, kamu juga tak suka, kan?"

EMPATI DAN TOLERANSI 

Bila anak masih tak bisa mengontrol emosinya, bimbinglah ia untuk mengarahkan emosinya. Katakan, misalnya, "Bunda mengerti Kakak marah karena Tati terus memainkan ayunan itu tanpa memberimu kesempatan untuk memainkannya. Barangkali Tati memang sudah lama ingin bermain ayunan. Coba, deh, bayangin kalau Kakak sudah lama ingin main ayunan, tentunya Kakak enggak cukup puas kalau mainnya sebentar, kan?"

"Jadi, anak senantiasa dilatih untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan berempati pada perasaan orang lain agar tak menjadi egois," tutur Tia. Menurut Tia, tak sulit, kok, melatih rasa empati pada anak. Kala bonekanya jatuh, misalnya, mintalah ia untuk memeluknya, "Duh, kasihan, pasti sakit sekali kakinya. Coba dielus-elus." Begitu juga kala kucingnya mengeong, misalnya, kita bisa menunjukkan, "Mungkin si Pus lapar, ya, sehingga mengeong terus. Yuk, kita kasih makan." Dari sini, perlahan-lahan akan tumbuh rasa empatinya.

"Ia terlatih untuk memahami kesulitan makhluk lain dan perasaan orang lain. Dengan empati yang berjalan baik, lambat laun kontrol dirinya juga jadi baik," terang Tia. Ia pun akan makin mengerti, mengapa orang lain melakukan tindakan berbeda dengannya. Sehingga, betapapun juga ia tak setuju dengan tindakan orang lain, ia akan berusaha berpikir seperti cara orang tersebut berpikir. Dengan begitu, konflik yang keras dapat dihindari. Tapi tentu kita juga perlu mengajarinya toleransi. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengajari anak untuk saling berbagi sejak dini sehingga sikap toleransi akan mendarah daging dalam perilakunya.

"Mulailah dengan mengajari anak untuk membagi kue atau mainannya dengan adik atau teman-temannya." Yang tak kalah penting ialah mengajarkan keluwesan dalam menghadapi persoalan. Misalnya, ia tak mau membereskan mainannya setelah selesai bermain, "jangan lantas memberinya ultimatum, tapi berilah alternatif waktu untuk memilih waktu yang tepat dalam membereskannya, 'Bagaimana kalau sehabis menonton film kartun kamu membereskannya?'"

Jadi, ada fleksibelitas dalam menangani sesuatu. Dengan selalu mengajarkan keluwesan atau fleksibelitas, anak tak akan mudah meledak marah kala temannya tak mentaati aturan main yang telah mereka buat. Bukankah ia sudah terbiasa dengan ajaran, selalu ada jalan keluar lain manakala ada kesepakatan yang meleset?

BERSIKAP ADIL 

Tentu kita juga perlu bertindak tegas terhadap perbuatannya yang salah saat meluapkan amarahnya. Misalnya, ia suka memukul. Nah, jelaskan padanya bahwa ia mesti menghilangkan kebiasaan buruknya memukul teman atau adiknya. Jika masih terulang lagi, maka ada konsekuensinya. Misalnya, tak boleh menonton film kartun kegemarannya di TV, tak boleh makan es krim selama seminggu, dan sebagainya.

Tapi ingat, pesan Tia, kita harus adil dalam hal ini. "Jika yang bertengkar adalah kakak-adik, maka siapa pun yang jadi biang keroknya, ia tetap anak Anda. Jadi, tetaplah berdiri di tengah dan jangan berpihak." Kalaupun mereka harus dihukum, hukumlah dengan sama rata. "Jangan si kakak saja yang dihukum, lantas si adik tidak. Karena sikap ketakadilan akan sangat membekas di hati anak."

Jadi, lebih baik berdiri di tengah dan lakukan negosiasi dengan mereka dalam mencari jalan keluar dari permasalahannya. Jika tak bisa diatasi, kita bisa menyita benda yang dijadikan rebutan. Mungkin mulanya mereka akan tambah ribut dan memprotes tindakan ini, tapi kita tetap harus tegas. "Anak-anak perlu tahu, jika mereka terus ribut dan tak ada yang mau mengalah atau bergantian main, maka benda itu sama sekali tak boleh dimainkan." Lain halnya jika mereka dapat menegosiasikan cara bermainnya sehingga tak berebut atau bahkan malah hendak bermain bersama. Cara lain, meminimalkan kemungkinan terjadinya keributan. Misalnya, bila anak memang tak suka meminjamkan mainan kesukaannya pada orang lain, ya, jangan keluarkan benda itu kala teman-temannya datang. Dengan demikian, konflik sama sekali tak muncul.

Indah Mulatsih/nakita