Si Kecil Suka Meniru

By nova.id, Minggu, 25 Juli 2010 | 00:10 WIB
Si Kecil Suka Meniru (nova.id)

SI UPIK MENIRU AYAH, SI BUYUNG MENIRU IBU

Kadang anak juga akan meniru perilaku dari jenis kelamin yang berbeda. Misalnya, anak laki-laki meniru tingkah laku ibunya dan anak perempuan meniru tingkah laku ayahnya. "Sebenarnya ini nggak apa-apa, karena anak juga perlu tahu bagaimana ibu dan ayahnya. Jangan sampai anak hanya tahu ibunya saja atau ayahnya saja," terang Retno.

Yang penting, tambah Retno, jangan sampai anak perempuan lebih sering meniru ayahnya dan anak lelaki malah cenderung meniru ibunya. Karena proses peniruan ini nanti arahnya ke proses identifikasi di mana anak beridentifikasi dengan jenis kelamin yang sama. Biasanya terjadi di usia TK atau sekitar 4-5 tahun. "Nah, kalau anak lebih sering meniru dari jenis kelamin berbeda, sebaiknya orang tua mengarahkan." Misalnya, "Aduh, Mbak pakai sepatu Ayah. Memang Ayah gagah, ya! Mbak mau seperti Ayah?" kemudian alihkan perhatiannya pada hal atau pekerjaan yang sesuai jenis kelaminnya, "Eh, Mbak, Ibu ingin dibantu, lo. Yuk, ikut Ibu ke dapur, bantu Ibu potong sayur." Begitupun bila anak lelaki, misalnya, senang berdandan. Ayah bisa mengatakan, "Wah, Abang ingin dandan seperti Ibu, ya? Coba, nih, Abang pakai baju Ayah. Enak mana, sih?"

Jadi, ayah memberi tahu kepada anak lelaki dan ibu yang memberi tahu anak perempuan. "Disitulah sebetulnya peran ayah dan ibu pada anak yang berjenis kelamin sama dengan orang tuanya. Agar si anak nantinya beridentifikasi dengan orang tua yang berjenis kelamin sama dengannya." Namun begitu, tak berarti harus ayah terhadap anak lelaki dan harus ibu terhadap anak perempuan. Baik ayah maupun ibu sama-sama bisa melakukannya. Misalnya, "Kenapa, sih, Abang ingin dandan seperti Ibu? Ayah gagah, lo. Abang pasti juga gagah kalau dandan seperti Ayah." Atau, bisa juga ibu mengalihkan, "Nah, sekarang Ibu lagi dandan. Coba Abang pura-pura jadi bapaknya. Nih, Abang pakai baju Ayah."

Sebenarnya, terang Retno, pada setiap anak ada kecenderungan meniru dari jenis kelamin yang berbeda. "Ini tak berpengaruh apa-apa pada perkembangan anak. Maksudnya, anak tak akan sampai jadi homo atau lesbian. Karena bila anak sudah masuk sekolah, dia akan memasuki age gang di mana gang-nya itu terdiri dari anak yang berjenis kelamin sama. Jadi, tetap ada balance." Meskipun Retno mengakui, sampai sekarang hal tersebut masih diperdebatkan.

Yang penting, lanjut Retno, sepanjang ayah dan ibu sama-sama memperhatikan anak, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan. Jadi, biarkan saja anak di masa batitanya meniru dan mencoba semuanya agar dia juga belajar mengetahui peran masing-masing jenis kelamin.

BERI PENGERTIAN

Perlu dipahami, lanjut Retno, dalam meniru, anak akan meniru apa yang dianggapnya paling menarik. Entah dari ayahnya atau ibunya maupun dari model lain dan tokoh di TV. Cuma, bila yang ditiru anak adalah hal yang tak baik, maka dampaknya tentu akan tak baik pula bagi perkembangan anak. Misalnya, meniru omong kotor. "Tentunya kalau anak meniru yang tak baik terus menerus, lingkungan pun akan memberi sanksi. Misalnya, anak dijauhi oleh teman-temannya."

Nah, jika orang tua merasa bahwa apa yang ditiru anak itu tak baik atau tak sesuai dengan apa yang diajarkan pada anak, maka sebaiknya diberi pengertian. "Anak usia batita sudah bisa mengerti, kok, kalau diberi tahu. Tapi harus dengan kata-kata yang sederhana, tak perlu panjang lebar." Misalnya, bila orang tua mendengar anak sering bicara "gue-lu" dan menganggap hal itu tak baik, maka beritahukan, "Ade sebaiknya jangan ngomong 'gue'. Memang Ade tahu artinya 'gue' itu apa? Kalau Ade ngomong sama ayah dan ibu tak boleh pakai kata 'gue', ya."

Namun orang tua tak cukup hanya sekali itu saja memberi tahu langsung anak bisa mengerti, tapi harus dilakukan berulang-ulang. Selain itu, orang tua juga harus konsisten. Kalau anak dilarang omong "gue" tapi ternyata orang tua bicara di telepon dengan temannya menggunakan kata "gue", tentu anak akan meniru. "Jadi tak bisa disalahkan juga si anak."

Dalam hal meniru yang berbahaya, misalnya, mencoba terbang seperti yang dilakukan Superman, pesan Retno, jangan sampai orang tua kelihatan terlalu panik atau berlebihan. "Karena reaksi orang tua yang demikian akan membuat anak merasa excited atau tertarik. Dipikirnya, 'O, Mama akan seperti itu, toh.' Lain kali anak akan kembali mencoba lagi." Sebaiknya lakukanlah dengan membujuk, "Ayo, Abang turun, dong. Nih, Mama punya sesuatu."

Mungkin anak akan menentang, karena di usia ini memang sedang masa-masanya membangkang. "Ini wajar saja, karena meniru dan masa negativistik biasanya dekat dan terkadang overlap juga. Ini berkaitan pula dengan kepercayaan diri, pembentukan konsep diri atau self-nya bahwa dirinya bisa melakukan apa yang dilarang orang tuanya. Dia mulai mencoba sebetulnya apa yang dikatakan orang tuanya." Nah, terhadap anak yang demikian, orang bisa mengalihkan perhatiannya dengan kegiatan yang disukai anak. Misalnya, "Sini, Mama punya buku cerita bagus. Mau enggak? Nanti mama ceritakan, lo."

Bila anak sudah beberapa kali ditegur namun ia masih saja meniru yang tak baik, menurut Retno, boleh diberi punishment. Sebaliknya, bila anak mencoba meniru hal-hal positif, orang tua harus mendukung dan memberinya pujian. "Ini akan membuat anak semakin terdorong untuk mengulanginya atau terus meniru hal tersebut. Malah bukan tak mungkin akan menumbuhkan minat anak pada hal tersebut." Misalnya, orang tua senang membaca dan sering mengajak anak membaca, lalu memberinya pujian, maka dapat menimbulkan minat anak untuk membaca.

Dedeh Kurniasih/nakita