Duh, rewelnya! Tapi benarkah si kecil cuma "masuk angin"? Hati-hati, lo.
Balurin aja sama bawang merah dan minyak kelapa. Paling cuma 'masuk angin', kok," begitu biasanya komentar orang tua kita kalau bayi kita alias cucunya rewel terus.
Istilah "masuk angin" memang sudah sangat populer di kalangan orang kita. Kendati di kamus Bahasa Indonesia maupun kamus kedokteran tak ada tertulis istilah tersebut. "Biasanya yang dimaksud awam sebagai 'masuk angin' adalah bila seorang anak berubah tingkah lakunya dalam hal kesehatan," tutur DR. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Dr., Sp. A (K) dari RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Misalnya, bayi yang biasanya anteng menjadi rewel sementara orang tua menilai si bayi sudah kenyang. "Kalau sudah begitu, ibunya bingung, kenapa ini bayi, kok, rewel terus. Oh, mungkin 'masuk angin'." Padahal kerewelan tersebut belum tentu lantaran penyakit. "Mungkin saja si bayi merasa gerah, kedinginan atau barangkali kelelahan karena baru dibawa pergi."
Perubahan tingkah laku lain yang merujuk pada "masuk angin" ialah bayi tak mau makan, perutnya kembung, muntah atau bahkan diare tapi tak terlalu hebat. Misalnya, tinja si bayi menjadi lembek atau yang biasanya buang air besar dua kali sehari kini menjadi tiga kali. "Tapi anaknya, kok, tenang-tenang saja, malah main terus. Nah, gejala seperti ini biasanya disebut ibu-ibu sebagai 'masuk angin'."
GEJALA AWAL
Sebenarnya, terang Sri, "masuk angin" merupakan gejala penyakit yang masih harus dicari diagnosisnya secara lebih mendalam. "Jadi, 'masuk angin' masih merupakan gejala awal dari suatu penyakit." Oleh karena itu, pada awalnya dokter mungkin belum bisa mendiagnosis apa-apa. Tapi setelah diperiksa lebih mendalam barulah diketahui, oh, ternyata si bayi menderita campak, misalnya. Atau penyakit lain seperti pencernaan terganggu, diare yang hebat, dan sebagainya.
Kadang, lanjut Sri, "masuk angin" juga menunjukkan bahwa si bayi terkena infeksi virus, "tapi yang sangat ringan." Penyakit yang disebabkan virus, terangnya, memiliki ciri tersendiri, yaitu self limiting disease atau suatu penyakit yang akan sembuh sendiri tanpa perlu diobati. "Jadi bila jumlah virus yang masuk ke tubuh hanya sedikit, maka tubuh akan kuat memeranginya. Karena bila virus yang masuk hanya ringan sedangkan daya tahan tubuh dalam keadaan prima, maka penyakit pun akan hilang dengan sendirinya," terang staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI ini.
Adapun yang diobati dari penyakit virus yang ringan ini ialah gejalanya. Misalnya, pusing diobati dengan obat pusing. Kalau demam, maka obatnya adalah obat demam. Atau, kalau enggak minum obat, kita cukup minum jamu, vitamin, atau makan buah-buahan. Dua-tiga hari kemudian juga sudah sembuh sendiri, badan kita kembali segar. Tapi pengobatan yang demikian bukan untuk bayi, lo. Pengobatan tersebut hanya boleh diberikan kepada orang dewasa atau anak yang sudah besar. Kalau bayi, pengobatannya lain lagi, tapi tetap bisa diobati sendiri
OBAT TRADISIONAL
"Masuk angin", terang Sri, bisa diobati sendiri oleh orang tua. Misalnya, dengan diberi minum obat penurun panas kalau si bayi badannya mulai anget-anget. Namun pengobatan sendiri secara oral hanya boleh dilakukan untuk bayi berusia 6 bulan ke atas. "Kalau bayinya berusia di bawah 6 bulan, jangan berikan obat oral tanpa sepengetahuan dokter," pesan Sri.
Selain itu, boleh juga tubuhnya dibaluri dengan obat-obatan tradisional seperti bawang merah yang dicampur minyak kelapa atau minyak telon. "Fungsi obat tradisional tersebut sebenarnya sama saja dengan minyak penghangat, yaitu untuk menghangatkan tubuh," ujar Sri. Bawang merah, terangnya, akan merangsang pembuluh-pembuluh darah kecil dan saraf di kulit bayi, sehingga sirkulasi darahnya menjadi lebih aktif. "Kalau sudah begitu berarti pertukaran oksigennya juga lebih banyak. Jadi diharapkan setelah digosok, zat-zat yang melelahkan itu cepat dibuang hingga akhirnya kita jadi lebih segar," terangnya lebih lanjut.