Duh, Susahnya Minum Obat!

By nova.id, Selasa, 8 Juni 2010 | 17:09 WIB
Duh Susahnya Minum Obat! (nova.id)

Kebanyakan ibu mengeluh anaknya susah minum obat. Kenapa sih, si kecil susah minum obat? Bagaimanan menyiasatinya ?

Rata-rata anak kecil memang tak suka obat. Kita saja yang sudah dewasa juga tidak suka, kok. Karena itu, "Anak batita memang sulit minum obat," ujar Dra. Betty DK. Zakianto, MPsi.

Salah satu penyebab utamanya adalah rasa pahit dari obat. Ditambah lagi bila pengalaman pertamanya minum obat yang tak menyenangkan. "Pait!" begitu katanya sambil menangis. Celakanya lagi, orang tua tak menyiapkan lebih dulu saat anak akan diberi obat. Nah, inilah, kata Betty, yang sebetulnya ditolak anak.

Sementara anak-anak yang sejak awal sudah gampang minum obat, menurut staf pengajar di Fakultas Psikologi UI ini, lebih pada kesiapan si orang tua dalam pemberian obat. "Misalnya, orang tua tenang dan si anak pun dijelaskan kenapa ia harus minum obat."

Selain itu, seorang anak yang sudah biasa menghadapi obat, juga akan lebih mudah minum obat. "Entah lantaran si anak sering sakit atau ia menderita penyakit tertentu yang mengharuskannya minum obat secara rutin." Bisa juga karena faktor kebiasaan. Misalnya, anak pusing sedikit atau agak pilek langsung diberi obat. "Akhirnya, anak belajar bahwa ada perilaku seperti itu dan karena itu ia tak lagi merasakan sesuatu yang pahit pada obat tersebut. Baginya, minum obat tak ubahnya seperti minum vitamin.

TAK SABAR

Disamping rasa obat yang pahit, tutur Betty, anak sulit minum obat juga bisa disebabkan ketegangan orang tua. "Sering, kan, kita bersikap tegang saat menghadapi anak sakit. Di satu sisi, ingin anaknya lekas sembuh, namun di sisi lain khawatir anaknya menolak minum obat karena tahu rasanya pahit." Nah, kekhawatiran atau kecemasan orang tua akan berpengaruh pada anak, sekalipun kita tak mengatakannya. "Anak, kan, bisa melihat ekspresi kita," jelas Betty.

Belum lagi, kita kerap tidak sabaran. "Gara-gara mau anak cepat sembuh, anak dicekoki begitu saja. Padahal, cara itu salah dan hanya membuat anak jadi takut. Di lain waktu, kalau disuruh minum obat, anak jadi menolak." Penyebab lain, mungkin si anak pernah muntah-muntah setelah minum obat lantaran rasanya terlalu pahit. Atau ia melihat hal itu dialami oleh saudaranya, sekalipun mungkin ia sendiri belum pernah mengalaminya. Ini juga akan membuatnya sulit minum obat karena di benaknya sudah ada gambaran, ia pun bakal muntah seperti saudaranya jika minum obat.

LIBATKAN ANAK

Untuk mengurangi rasa pahit obat, biasanya para ibu kerap mencampurnya dengan pemanis. Entah itu madu, sirop, gula pasir, teh manis atau susu. "Boleh-boleh saja dilakukan. Apalagi, anak umumnya sudah kenal rasa manis. Yang penting, tambahan pemanis itu diberikan dalam porsi yang cukup, sehingga kala anak mengecap si obat, ia tak merasakan pahit lagi."

Namun yang penting diperhatikan, lanjut Betty, ialah kesiapan orang tua. "Bersikaplah tenang dan sabar." Siapkan segala sesuatunya dengan baik. Jangan lupa pula melibatkan anak dalam kegiatan pemberian obat. "Biarkan ia memegang sendok, misalnya, sambil menjelaskan kepadanya, mengapa ia harus minum obat." Dengan demikian, lanjut Betty, anak jadi tahu kenapa ia harus minum obat dan apa manfaat obat tersebut baginya.

Umumnya anak usia 2 tahun sudah mau diajak terlibat, karena di usia tersebut si anak memang sedang ingin mengeksplorasi dunianya. Bahkan, sering terjadi si kecil malah ingin memegang botol obat dan membukanya sendiri. Tak apa-apa, yang penting orang tua tetap membimbingnya. Karena itu, orang tua harus tenang dan sabar.

Jika anak "berhasil" minum obat dengan baik, berilah pujian. "Ini amat penting bagi anak karena ia akan merasa, minum obat merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan." Karena itulah, anjur Betty, pujian harus selalu diberikan setiap kali anak melakukan tindakan positif yang diharapkan orang tua. Misalnya, "Mama bangga, lho, Adik pintar sekali minum obatnya," lalu beri ciuman atau pelukan. Dengan begitu, ketika si anak harus minum obat lagi, ia sudah bisa mengadaptasinya. Akan lebih baik bila sesekali orang tua juga memberinya reward. Misalnya, "Kalau Adik minum obat, Ibu akan menceritakan dongeng kesukaan Adik."

PERHATIKAN KONDISI

Sering terjadi, si kecil hari ini tak menolak minum obat, tapi esoknya justru meronta-ronta. Kalau itu yang terjadi, saran Betty, perhatikan kondisi anak. Pada saat sakit, terangnya, anak berada dalam kondisi tak menyenangkan. "Entah mulutnya terasa pahit, ia sesak nafas, dan sebagainya. Otomatis, si anak akan merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri. Nah, ketika harus minum obat yang rasanya tak sedap, ia jadi tambah tak nyaman."

Jadi, kurangilah dulu rasa tak nyaman anak. Jangan malah menjadi tak sabar, lalu marah. Anak pun jadi takut dan tak mau minum obat. Akibatnya, "Anak justru jadi belajar, jika ibunya marah, berarti obat tak akan diberi lagi. Besoknya atau kali lain kala harus minum obat, ia pun akan berusaha membuat ibunya marah agar tak diberi obat lagi.

Selain itu, anak batita belum mengerti, apa dan kenapa ia harus minum obat karena ia tak tahu manfaatnya. "Sekalipun orang tua sudah memberi tahu, namun tak semua anak bisa segera mengerti. Itu sebabnya kita harus sabar dan berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan." Apalagi, terulangnya perilaku sulit minum obat ini bisa terjadi kapan saja. Entah selama si anak sakit maupun nanti kala si anak kembali sakit. Bahkan, hanya untuk minum vitamin pun, ia bisa menolak.

Nah, hal seperti ini lebih disebabkan si anak tak mendapatkan hal-hal positif atau menyenangkan saat diberi obat. "Jika anak mendapatkan hal positif atau melakukan sesuatu yang menyenangkan, pasti akan diulanginya lagi. Tapi kalau sesuatu itu membuatnya tak enak maka dia tak akan melakukannya lagi," tandas Betty.

MUNTAH TANDA BERONTAK

Bila anak menolak minum obat untuk pertama kali, saran Betty, cobalah kembali. "Mungkin dengan paksaan secara halus." Namun tentunya harus sudah disiapkan dengan ujung sendok yang diberi rasa manis sehingga begitu dicecap, terasa manis. Kemudian anak agak dipaksa sedikit untuk membuka mulutnya. Misalnya, minta si kecil memencet hidungnya pelan-pelan sehingga ia akan mencari udara untuk bernafas. Nah, begitu hidung dipencet, mulutnya akan membuka dan saat itulah seluruh obat dimasukkan. Dengan memencet hidung juga akan mengurangi bau obat dan rasa tak enaknya.

Tak jarang terjadi, si kecil memuntahkan obatnya. "Biasanya karena anak merasa ada yang pahit." Muntah, bisa juga sebagai bentuk pemberontakan akibat orang tua memaksa dan bersikap keras. "Bujuklah si kecil untuk kembali minum obat beberapa saat kemudian. Kalau tidak, muntah bisa dijadikan senjata baginya tiap kali harus minum obat."

Agar si kecil semakin mudah minum obat, sebaiknya orang tua juga mengajaknya berdialog tentang kegunaan obat. Bukan hanya pada saat ia sakit, namun juga dalam pembicaraan mengenai kesehatan dalam keseharian anak. Perkenalkan kepadanya bahwa tak semua obat pahit rasanya. Ceritakan pula padanya, mengapa orang harus minum obat dan kapan harus minum obat atau vitamin.

Bila segala upaya sudah dilakukan namun si anak tetap sulit minum obat, siasati dengan cara mencampurkan obat tersebut ke dalam minuman kesukaan anak. Entah itu susu, sirup, atau jus buah. Tapi jangan lupa untuk mengkonfirmasikan sebelumnya pada dokter. "Tak perlu memberi tahu anak bahwa minumannya sudah dicampur obat." Yang jelas, kata Betty, "Jangan sekali-kali mencampur obat dengan nasi atau bubur, karena obat memiliki daya tahan tertentu. Bahkan, ada obat yang begitu dibuka harus segera diminum."

Untuk anak usia di bawah 2 tahun, pemberian bisa dilakukan dengan pipet. Selain lebih memudahkan, obat tak mengenai ujung lidah tapi langsung ke tengah atau samping lidah. Cuma harus pintar-pintar memberikannya agar tak sampai mengenai ujung lidah sehingga si kecil tak merasakan pahitnya obat.

Jadi, Pak-Bu, bersabarlah sampai si kecil berusia 5 tahun. Karena mulai usia itu, biasanya si kecil sudah tak sulit lagi minum obat.

Dedeh Kurniasih/nakita