Banyak sekali manfaat berolahraga di masa pertumbuhan. Selain bikin sehat, juga mendukung pertumbuhan tinggi badan yang optimal. Bahkan kelak, si kecil bisa jadi olahragawan!
"Kalau ingin anak badannya tinggi, minta ia rajin berolahraga." Pernah, kan, mendengar saran seperti itu? Olahraga dipercaya bisa bikin tubuh anak cepat tumbuh. Makanya banyak anak yang digenjot berolahraga sejak usia dini.
Padahal, sebenarnya tidak demikian. "Tinggi atau pendeknya seseorang, sudah ditentukan secara genetis. Memang, dengan banyak beraktivitas fisik, tinggi tubuhnya bisa optimal. Tapi itu pun sebatas 'jatah'nya anak," kata dr. Sadoso Sumosardjuno, Sp.KO. Maksudnya, jika berdasar gen jatah tingginya 170 cm, dengan rajin olahraga angka itu bisa dicapai. "Jika tidak, paling hanya mencapai 150 cm. Jadi, bukan karena olahraga, seseorang bisa bertambah tinggi badannya."
SARAT MANFAAT
Kendati demikian, lanjut Sadoso, olahraga saja belum cukup untuk mendapatkan tinggi tubuh optimal. "Masih harus didukung gizi yang baik. Lihat saja, ada, kan, anak yang lebih tinggi dibanding ayah dan ibunya? Soalnya, sebetulnya orang tuanya bukan dari gen pendek tapi karena aneka sebab, salah satunya gizi, mereka tak bisa mencapai tinggi optimal," jelas kepala Pusat Uji Kesehatan Manggala Wanabakti ini.
Selain bisa mengoptimalkan tinggi tubuh, olahraga juga memicu keluarnya hormon pertumbuhan lebih banyak. Motorik anak pun akan terlatih, nafsu makannya baik, dan gampang tidur. Nah, kalau anak Anda tak nafsu makan, "Minta ia banyak bergerak sehingga mudah lapar," lanjut Sadoso.
Lewat olahraga pula, koordinasi anggota tubuh dilatih. Entah koordinasi antara mata dengan tangan, tangan dengan kaki, dan lainnya. Karena motoriknya berkembang baik, maka kelak setelah dewasa si anak bisa jadi olahragawan. "Kesegaran jasmaninya pun terjamin baik. Staminanya tinggi, sehingga ia bisa menjadi produktif dalam bekerja."
Tentu saja, bakat olahraga anak belum bisa dilihat kala ia masih dalam usia batita. Tapi dari ukuran tubuh, tinggi, perbandingan tinggi dan berat, serta perbandingan otot panjang kakinya, bisa diperkirakan si anak berbakat ke olahraga tertentu. Caranya? Periksakan si kecil ke bagian Endogrinologi Anak. "Dari foto telapak tangannya, akan ketahuan, kelak tingginya mencapai berapa. Nah, anak pun akan lebih mudah diarahkan ke olahraga tertentu." Jika tubuhnya tak akan terlalu tinggi, kata Sadoso, "Ya, jangan diarahkan ke basket atau voli."
LEWAT PERMAINAN
Yang jelas, Sadoso amat menganjurkan orang tua memperkenalkan olahraga pada anak sejak dini. Ajaklah si kecil saat Anda berolah raga. Mengajaknya melihat pertandingan sepak bola, tenis, basket, juga dianjurkan. "Kebiasaan membawa anak ke lapangan melihat orang berolahraga, bisa menumbuhkan motivasi sehingga ia akan menyukai olahraga. Berikan pula padanya miniatur peralatan olahraga semisal raket kecil.
Untuk batita, Sadoso menyarankan olahraga yang dapat melatih koordinasi tangan dan kaki, mata dengan tangan, serta mata dengan tangan dan kaki. Misalnya, melempar bola di antara kaki meja atau kursi, lompat kodok, lari, jalan, meniti di atas titian trotoar, senam, serta berenang. "Tentunya benda-benda yang dilakukan untuk berlatih melempar tak boleh runcing atau tajam agar ia tak cedera."
Jika diajak bersenam, pilih gerakan yang sesuai dengan otot-otot anak dan tak mengganggu pertumbuhan badannya. "Arahkan pada gerakan permainan atau cukup dengan menggerakkan otot kecilnya dengan menggunakan pergelangan tangan dan kaki." Misalnya, melempar bola ke kaki meja atau kursi. Dengan melempar bola lewat dua kaki meja atau kursi, gerak otot-ototnya jadi terlatih sekaligus mengajar anak ketepatan mengarahkan benda pada suatu tempat. "Jangan perkenalkan gerakan senam yang 'serius'. Justru lewat permainan, ia senang melakukannya dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan."
Apalagi, lanjut Sadoso, tanpa diajar senam pun, anak sebetulnya sudah melakukan gerakan-gerakan senam. Contohnya, kebiasaan meloncat-loncat di atas tempat tidur. "itu, kan, gerakan dasar senam trampolin (lompat). Seperti halnya ia suka berjalan meniti di bibir trotoar/pembatas parkir mobil, sebetulnya itu sama dengan dasar senam, yaitu perimbangan meniti balok titian."
Dengan meningkatnya usia, gerakan bisa ditingkatkan. Semisal belajar menggerakan serta mengkoordinasikan seoptimal mungkin alat penggerak anggota badannya. Lari secepat mungkin, jalan sejauh mungkin, melompat dengan tali, dan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk membangun fondasi yang kokoh dalam posisi badannya.
OLAHRAGA YANG TEPAT
Bagaimana dengan renang? Tentu saja batita sudah boleh diajarkan berenang. Pada tahap awal, beri latihan mengapung dengan ditopang kedua telapak tangan. "Baru secara bertahap mengapung tanpa penopang. Jika sudah dapat mengapung, usahakan agar ia mau bergerak maju. Secara naluriah ia akan berusaha menggerak-gerakan tangan dan kakinya mencari keseimbangan badannya agar tak tenggelam. Ia pun akan menentukan gaya renang sesuai dengan naluri dan kesenangannya."
Yang penting diperhatikan, olahraga untuk batita harus berbentuk permainan. Sebab olahraga formal, kata Sadoso, "Gampang membuat anak jenuh karena banyak aturannya."
Di sisi lain, Sadoso amat tak setuju jika anak batita diberi olahraga khusus (spesialisasi). "Perkembangan fisiknya belum sempurna. Kalau dipaksa, justru bahaya." Pertumbuhan tulang, jelasnya, terjadi pada ujung-ujung tulang tersebut. Nah, jika di usia dini anak sudah dipaksa latihan loncat berulang kali, pusat pertumbuhan tadi bisa hancur karena besarnya beban yang harus ditanggung kaki. "Akibatnya, pertumbuhannya jadi terhenti dan ia jadi kerdil."
Tak perlu pula buru-buru memasukkan anak ke kelas balet. "Pembebanan yang terus-menerus, kurang bagus untuk pertumbuhan anak. Lain halnya kalau sekadar latihan, sesuai dengan takaran anak." Untuk tenis, Sadoso menganjurkan sebaiknya dimulai di usia 8 tahun serta umur 10 tahun untuk sepakbola.
DAYA TAHAN TUBUH
Porsi latihan untuk batita, harus disesuaikan dengan kemampuannya. "Secapeknya dia saja. Biasanya satu jam pun anak-anak sudah capek. Nah, kalau sudah capek, tentunya ia akan berhenti sendiri. Biasanya anak-anak, kan, gampang capek namun gampang pula pulihnya."
Jangan beri ia porsi yang berlebihan karena hanya akan menurunkan kekebalan tubuh. "Contohnya atlet yang karena porsi dan intensitas latihannya melebihi takaran normal, persediaan obatnya juga sangat banyak. Sehabis tanding pun, mereka sampai dua hari tak boleh dekat-dekat dengan orang yang sakit karena kekebalan tubuhnya sedang menurun."
Itu pula yang terjadi pada anak. Jika terlalu lelah, daya tahan tubuhnya akan menurun. Akibatnya, jika di dekatnya ada orang sakit, ia pun akan cepat tertular. "Latihan yang berlebihan dalam jangka panjang, juga akan berdampak buruk pada pertumbuhannya."
Selain itu, pesan Sadoso, sehabis berolahraga jangan langsung memberi si kecil makan. "Saat dia berlari, sebagian besar darah berada di otot. Padahal, pada saat makan, darah akan dialihkan ke pencernaan. Jadi, sebaiknya sehabis berlari, istirahat sebentar. Minimal 5 menit. Jika peredaraan darahnya sudah normal lagi, baru makan."
Lain halnya dengan minum. Ini justru sangat dianjurkan untuk dikonsumsi sesudah berolahraga. "Fungsinya untuk mengganti cairan yang hilang, serta menurunkan suhu badan yang naik setelah bergerak." Jadi, sebelum, tengah, dan sesudah bermain, harus sering-sering minum. Tak tergantung ia merasa haus atau tidak. "Makin banyak ia minum, makin bagus. Endapan-endapan di ginjal atau di saluran pencernaannya akan terbawa keluar."
STOP SAAT SAKIT
Berikut sejumlah saran penting yang harus kita ingat sebelum mengajak anak berolahraga.
* Jangan mengajak atau menyuruh anak berolahraga kala suhu badannya sedang naik/panas. Juga saat ia tengah diare, yang biasanya disertai kenaikan suhu. Dengan banyak bergerak, suhu tubuh justru tambah meningkat. Kalau cuma flu dan tak panas, anak tetap boleh diajak berolahraga.
* Jika hendak berlarian, atur jarak minum susu atau makan agar tidak terlalu dekat. Jika sebelum lari ia minum susu atau makan, kemungkinan besar anak akan muntah. Walaupun susu berupa cairan, tapi susu mengandung protein yang tak mudah dicerna. Lebih baik tunggu hingga 20 menit sesudah minum susu dan 1 jam setelah ia makan karena makanan mengandung berbagai hal, seperti karbohidrat, protein, lemak yang memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna.
* Hindari mengajarkan anak berenang saat ia lapar, lelah, atau sakit. Kondisi anak harus benar-benar sehat. Perhatikan pula jam makan anak, jangan terlalu dekat dengan waktu latihan. Jika malam sebelumnya ia kurang tidur, jangan dipaksa berenang karena bisa membuatnya mudah pusing saat berenang dan akan pingsan jika terus dipaksa. Sebaiknya tunda atau kurangi intensitasnya.
* Perhatikan kondisi di sekitar kolam renang. Jika di tempat terbuka dan banyak angin, cukup 1 jam. Dikhawatirkan anak jadi pilek atau panas.
* Usai renang, jangan biarkan ia berada di tempat terbuka dan banyak angin dengan baju basah. Di tempat semacam itu, pembuangan panas badan akan terlalu banyak sehingga anak akan mudah jatuh sakit. Ganti dengan pakaian kering, oleskan tubuhnya dengan minyak telon, dan beri minum air hangat.
* Apa pun olahraga yang dipilih, sebaiknya orang tua ikut mendampingi anak. Pada usia batita, ia belum tahu, mana yang bahaya dan tidak.
Indah Multasih/nakita